Suasana di Aula Asrama Haji, tempat dilangsungkannya Mubes HUDA ke-2.
Suasana di Aula Asrama Haji, tempat dilangsungkannya Mubes HUDA ke-2.
Banda Aceh - Musyawarah Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) ke II telah selesai diselenggarakan (1/12/2013). Kepengurusan HUDA untuk periode ke depan akan dipimpin oleh Abu MUDI sebagai Ketua Umum dan Tu Bulqaini di posisi Sekjen. Abu MUDI terpilih secara aklamasi melalui musyawarah para Ulama sepuh Aceh yang tergabung dalam ahlul hilli wal ‘aqdi. Waled Nuruzzahri selaku Pelaksana tugas Ketua HUDA sebelumnya mengharapkan agar HUDA dapat lebih maju dan tetap eksis dalam mempertahankan syariat Islam di Aceh. 

Selain pemilihan kepengurusan baru, para Ulama juga membahas beberapa persoalan yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Selain mengenai penegakan syariat Islam yang terkesan kurang serius dijalankan Pemerintah, khususnya mengenai qanun jinayat yang pengesahannya selalu tertunda, isu yang sangat serius menjadi perbincangan adalah mengenai tata pelaksanaan ibadah di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Para Ulama menilai pengelolaan Mesjid Raya harus sesuai dengan konsep yang diikuti oleh masyarakat Aceh pada umumnya, yaitu Mazhab Syafi’i. 

Salah seorang peserta Mubes, Tgk. Nasruddin Jeunieb menegaskan, Mesjid Raya harus dikembalikan sebagaimana yang termaktub dalam Qanun Meukuta Alam yakni Ahlussunnah Waljamaah dalam hal i’tiqad, dan Mazhab Syafii dari segi amalan. Kalau pun hal ini tidak bisa diwujudkan di Mesjid yang lain, Mesjid Raya Baiturrahman wajib diterapkannya, karena Mesjid kebanggaan rakyat Aceh ini diibaratkan seperti menara dan simbol bagi umat Islam di Aceh. 

"Seandainya jalur diplomasi gagal untuk ditempuh, maka berikanlah kami (anak-anak Abu) untuk merebutnya seperti merebut Mesjid Jami’ Beureunuen beberapa tahun yang lalu, dan Insyaallah kami siap untuk menjalankannya." ujar Tgk. Nasruddin yang disambut teriakan takbir oleh peserta Mubes.

Hal senada juga disampaikan oleh Tgk. Syeh Muhajir yang menginginkan agar rekomendasi tentang pengelolaan Mesjid Raya disebutkan secara tegas dan tidak perlu takut. Berikan limit waktu paling lama satu bulan agar Mesjid Raya dapat diterapkan amaliyah sesuai mazhab Syafi’i, baik dalam hal muwalat khutbah, azan dua kali, tarawih dua puluh rakaat dan hal-hal lainnya. Bahkan ada diantara peserta Mubes yang siap untuk mencairkan saldonya sebanyak 75 juta untuk mewujudkan misi ini. Namun, Waled Nuruzzahri selaku pimpinan sidang mengharapkan agar kaum muda bersabar dulu dan menunggu instruksi dari para Ulama sepuh. 

Demikianlah suasana rapat dengar pendapat para Ulama di Mubes HUDA. Semoga saja melalui Mubes ini akan ada sebuah perubahan bagi rakyat Aceh, khususnya mengenai pengelolaan Mesjid Raya Baiturrahman agar sesuai dengan mazhab yang dianut oleh masyarakat Aceh dan mencerminkan eksistensi Ahlussunnah Waljamaah di Aceh. Dengan demikian, Mesjid Raya Baiturrahman benar-benar menjadi milik rakyat Aceh, bukan milik sebagian kelompok saja.   

 **
Tgk M. Iqbal Jalil, melaporkan langsung dari Asrama Haji, Banda Aceh.