SAMALANGA - Mengingat daya tampung yang semakin tidak mencukupi, telah diputuskan bahwa pendaftaran untuk santri baru di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, baik untuk putra maupun putri akan segera dibatasi. Kalau selama ini setiap santri yang ingin masuk ke Dayah MUDI bisa bebas kapan saja mendaftar, maka mulai setelah Hari Raya Idul Adha ini pendaftaran akan ditutup untuk dibuka kembali pada 10 Syawal di tahun ajaran selanjutnya.

"Untuk ke depannya kita hanya akan menerima santri baru dari tanggal 10 Syawal hingga 5 Zulhijjah setiap tahunnya,' ujar Abi Zahrul dalam wawancara dengan mudimesra.com.

Diharapkan bagi calon santri baru yang ingin masuk ke Dayah MUDI nantinya untuk bisa mempersiapkan diri dengan mempelajari kitab Matan Taqrib di dayah-dayah kecil lainnya, di samping juga mempelajari dasar-dasar ilmu Nahwu dan Sharaf yang merupakan syarat bagi calon santri baru ke depannya. Hal ini dikarenakan kelas 1 yang baru nanti tidak akan lagi mempelajari pelajaran-pelajaran tersebut, tapi akan langsung mulai dengan kitab Al-Bajuri (Fathul Bari) yang saat ini dipelajari oleh santri kelas 2.

"Hal ini merupakan keinginan dari Abu sendiri dan juga sebagian besar para alumni yang mengharapkan agar Dayah MUDI menjadi sebuah lembaga yang besar, dalam arti kata lebih mengkhususkan untuk pengkaderan ulama yang ahli dalam membaca kitab kuning," demikian disampaikan oleh Abi Zahrul, Wadir I Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.

Penerapan peraturan baru ini diperkiran akan bisa dilaksanakan mengingat jumlah dayah cabang dari Dayah MUDI sendiri saat ini sudah tersebar di hampir seluruh wilayah di pesisir timur Aceh.

Kuliah sambil nyantri
Sementara itu bagi calon mahasiswa baru yang juga ingin mondok di Dayah MUDI untuk ke depannya disyaratkan harus sudah selesai belajar kitab Fathul Mu'in (I'annah) di dayah-dayah lain dengan menyertakan rapor dari dayah asal sebagai bukti. Bagi calon mahasiswa yang belum selesai belajar Fathul Mu'in tidak diperbolehkan lagi untuk mondok di Dayah MUDI, walaupun mereka tetap diperbolehkan kuliah dengan syarat harus belajar di dayah-dayah lain di seputaran Dayah MUDI.

Peraturan ini dibuat mengingat Dayah MUDI Putri saat ini mengalami kekurangan dewan guru yang diakibatkan kurangnya regenerasi sejak mulai dibukanya kuliah di STAIA yang sekarang menjadi Institut Agama Islam Al-Aziziyah. Kebanyakan santriwati baru adalah juga mahasiswi yang umumnya telah keluar dari dayah setelah 4 atau 5 tahun belajar begitu selesainya pendidikan mereka di bangku kuliah. Padahal untuk bisa menjadi dewan guru minimal sudah harus belajar selama 7 tahun di dayah.

"Tujuan dari Abu membuat peraturan sedemikian rupa adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Dayah MUDI mengingat level kuantitas yang telah dicapai sudah cukup maksimal, di samping juga untuk lebih bisa menghidupkan balai pengajian lainnya yang ada di Aceh," tambah Tgk. Muntasir, Rektor Institut Agama Islam Al-Aziziyah.