Ajal dan kematian merupakan suatu keniscayaan yang akan dialami oleh setiap insan. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengelak dari goresan takdir dan jadwal kematian yang telah Allah tetapkan. Kita yang saat ini masih dapat bernafas juga pasti akan mengalami hal yang sama, hanya persoalan waktu saja yang berbeda.

Sejatinya, kehidupan yang dijalani saat ini adalah kesempatan untuk berjuang dan mempersembahkan yang terbaik sebagai bekal untuk kehidupan setelah kematian. Manusia yang terbaik adalah yang paling banyak memberikan manfaatnya kepada orang lain selama hidupnya. Semakin besar jasa dan pengabdian seseorang, akan membuat namanya semakin lama dikenang dan diabadikan oleh generasi berikutnya. Namanya akan terus hidup meski jasadnya telah tiada. Begitu juga dengan pahala dan doa yang terus mengalir tidak henti-hentinya.


Tgk T. M. Nur bin T Bustamam yang kita kenal dengan panggilan Tgk Ahmad Syarik merupakan sosok yang telah mengajarkan kita tentang arti kehidupan. Almarhum yang baru saja meninggal dunia dua malam yang lalu telah mempersembahkan hidupnya untuk pengabdian. Baginya, semangat dan keikhlasan adalah modal besar dalam perjuangan hingga mampu mewujudkan sesuatu yang pada awalnya diragukan keberhasilannya.

Selain menjadi guru senior di Dayah MUDI Mesra Samalanga, Tgk Ahmad Syarik merupakan sosok yang sangat berjasa dalam pendirian dan pengembangan Dayah Jamiah Al-Aziziyah Batee Iliek. Pada awalnya komplek dayah Batee Iliek merupakan hutan belantara. Jalannya pun hanya ada jalan setapak. Akan tetapi beliau datang sendirian menyiapkan lokasi pendirian dayah ini. Baru kemudian beliau mengajak muridnya Tgk Idris dan Tgk Safrijal untuk membantunya dalam mendirikan dayah yang tepat berada di samping lokasi wisata Batee Iliek ini.

Dalam menceritakan jasa dan pengabdian Tgk Ahmad Syarik ini, Pimpinan Dayah Jamiah Al-Aziziyah, Dr. Tgk Muntasir Abdul Kadir tak kuasa menahan air mata. Seluruh santri dan Dewan Guru juga larut dalam tangis saat mendengar ulasan Ayah Muntasir dalam acara perpisahan yang baru saja diadakan tadi malam (10/6/2015).

“Tgk Ahmad Syarik telah begitu berjasa dalam mendirikan Dayah ini. Beliau datang sendiri saat lokasi ini masih menjadi hutan belantara. Sejak awal pendirian dayah ini hingga sekarang beliau terus bekerja menyiapkan berbagai fasilitas sebagai wadah tempat kita belajar. Dan takdir Allah juga beliau meninggal setelah tertimpa pohon dalam bekerja membangun dayah kita ini. Mulai malam ini, nama beliau diabadikan sebagai nama Mushalla kita agar kita selalu mengenang jasa Almarhum dan setiap mengingat namanya kita akan senantiasa mengirimkan doa,” ucap Ayah Muntasir dalam suasana yang penuh keharuan.

Ayah Muntasir melanjutkan, bahwa Allah telah menunjukkan kemuliaan Almarhum. Saat jenazah Tgk Ahmad Syarik tiba di rumah duka beliau telah ditunggu oleh keluarga, santri dan masyarakat. Dan ketika jenazahnya dibuka, pelayat melihat wajahnya dalam keadaan tersenyum. Subhanallah, sungguh Allah telah memperlihatkan tanda kemulian kepada hamba-Nya yang tulus ikhlas mengabdi untuk agama-Nya.

Almarhum juga merupakan sosok yang tegar dan tidak mengeluh. Dalam masa perawatannya di RSU Zainal Abidin Banda Aceh, beliau begitu santai dan selalu tersenyum menyambut kedatangan tamu yang mengunjunginya seakan tidak ada beban apa-apa. Padahal, bagian kaki Almarhum pada saat itu tidak aktif karena ada gangguan saraf bagian tengah.

Almarhum sempat meminta kepada dr. Tgk Muhammad Thaifur, putra kandung Abu MUDI yang mendampinginya di rumah sakit, “Bah lon woe u gampong manteng keudeh, hana peu le nyoe, na ubat di gampong.” Ucap Almarhum penuh optimis. Sebagai seorang dokter, Tgk Thaifur memberikan motivasi dan semangat agar Tengku Ahmad Syarik terus bertahan dan berobat. Dengan begitu lembut beliau menjelaskan sekilas tentang gangguan saraf yang diderita Almarhum hingga direncanakan untuk dirujuk ke Penang, Malaysia.

Namun, dalam takdir Allah Tgk Ahmad Syarik memang telah tiba masanya untuk kembali ke hadhiratNya. Hidup dalam pengabdian dan meninggalnya pun dalam keadaan pengabdian. Almarhum telah mengajarkan kita arti kehidupan. Bahwa hidup harus senantiasa dipersembahkan untuk perjuangan. Dan untuk meneruskan perjuangan, butuh semangat, keikhlasan, dan pengorbanan. Pengorbana harta, tenaga bahkan jiwa menjadi syuhada.

Semoga Allah mengampuni kesalahan Almarhum dan membalas amal kebaikannya dengan gandaan pahala yang besar di sisi-Nya. Amiin, Ya Rabbal ‘Alamin. (Iqbal_Jalil)