mudimesra.com | Dalam Pengajian Tasawuf, Tauhid dan Fiqh (Tastafi) di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (5/5/2017), Abu Mudi, Syekh H Hasanoel Basri HG diamanahkan oleh panitia untuk menyampaikan materi khusus dengan tema "Fiqh Puasa dan Amaliyah Ramadhan". Pengajian yang diadakan secara rutin pada setiap malam sabtu awal ini biasanya mengkaji kitab Sirus Salikin sebelum masuk pada sesi tanya jawab. Namun karena ini adalah pengajian terakhir sebelum Ramadhan, pihak panitia meminta kesediaan Abu Mudi menyampaikan materi berkaitan Ramadhan.

Tgk Marwan Yusuef selaku Ketua penyelenggara menyampaikan, "Kami sengaja memilih tema khusus pada pengajian kali ini sebagai bekal para jamaah menghadapi bulan Ramadhan. Kita berharap dengan materi khusus dari Abu kali ini, semuanya dapat berpuasa sesuai tuntutan syariat dan hukum-hukum yang telah ditentukan," kata Tgk Marwan Yusuef didampingi para donatur Tastafi dalam acara makan bersama di Markas Ishlah Al-Aziziyah.

Di akhir penyampaian materi tentang Fiqh Ramadhan, Abu MUDI mengajak para Jamaah untuk meningkatkan kualitas puasa agar tidak lagi pada derajat awam. Karena menurut Abu, puasa diklasifikasikan dalam 3 tingkatan, yaitu puasa awam, puasa khawas, dan puasa khawasul khawas. "Kita memang tidak mampu berpuasa seperti derajat yang ketiga, namun kita perlu berusaha agar setidaknya berada pada posisi kedua (puasa khawas) yaitu dengan ikut menjaga hal-hal yang dapat menghilangkan pahala puasa," pesan Abu kepada Jamaah.
[post_ad]
Abu Mudi yang juga Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh ini menceritakan pengalamannya yang telah berusaha menjaga pola makanan dalam berbuka. Abu mengajak para jamaah agar ketika berbuka puasa tidak menimbulkan mubazir atau balas dendam dengan cara makan yang berlebihan. Menu makanan yang hampir sama sebaiknya tidak ditumpuk di meja makan, tetapi diatur untuk hari-hari yang berbeda. Menurut Abu menjaga pola makanan saat berbuka termasuk salah satu cara untuk meningkatkan kualitas puasa sekaligus mendapatkan hikmah dari puasa.

Dalam menjawab pertanyaan seorang jamaah bagaimana seandainya puasa kita tidak berubah padahal kita telah berusaha meningkatkannya, Abu menjelaskan bahwa Allah tetap menghitung niat baik hamba. "Di samping kita ada Malaikat pencatat kebaikan di sisi kanan dan Malaikat pencatat amal keburukan di sisi kiri. Niat amal buruk tidak dicatat selama belum melakukannya dan itu juga harus mendapat persetujuan Malaikat di sisi kanan. Sedangkan Malaikat pencatat amal kebaikan akan langsung mencatat satu pahala atas niat, dan menambah sembilan lagi tatkala mengerjakannya menjadi sepuluh. Jadi adanya niat dan usaha untuk berubah sudah dicatat dengan catatan pahala di sisi Allah SWT." Kata Abu menanggapi pertanyaan dari jamaah.

Pengajian ini menjadi pengajian terakhir sebelum Ramadhan. Pengajian berikutnya akan kembali dilanjutkan pada bulan Syawal, tepatnya pada 7 Juli 2017. Di akhir pengajian, Abu meminta kepada jamaah untuk didoakan agar diberikan panjang umur dan kesehatan sehingga dapat kembali bertemu pada pengajian berikutnya. (iqbal_jalil)