mudimesra.com | Dalam Pengajian Hikam Special Ramadhan, Wadir I Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Abi Zahrul Mubarak selaku pengasuh pengajian melanjutkan Kalam hikmah kitab Hikam tentang kebodohan seseorang yang merasa benar maksiatnya karena tidak mendapatkan bencana yang nyata. Berikut beberapa catatan dan kesimpulan pengajian yang berlangsung pagi ini, 3 Ramadhan 1438H:

من جهل المريد أن يسىء الادب فتؤخر العقوبة عنه فيقول لو كان هذا سوء ادب لقطع الامداد واوجب الابعاد فقد يقطع المدد عنه من حيث لا يشعر ولو لو يكن الا منع المزيد وقد يقام مقام البعد وهو لا يدري ولو لم يكن الا يخليك وما تريد

"Diantara kejahilan murid adalah buruk adab dan ia mendapatkan penundaan siksa. Maka karena itu ia berkata seandainya ini adalah buruk adab sungguh akan terputus imdad (pertolongan Allah) dan akan melazimi ib'ad (dijauhkan dari rahmat Allah). Padahal sebenarnya pertolongan Allah (memang) sudah terputus darinya dengan tanpa ia sadari walau putusnya madad (pertolongan) hanya berupa tertegahnya penambahan. Dan sungguh ia telah diposisikan pada posisi orang jauh dalam keadaan yang tidak disadari walaupun itu hanya berupa pembiaran untuk melakukan apa saja yang dikehendaki." (Hikam)

Dalam kalam Hikam ini dimaksudkan bahwa salah satu diantara kebodohan adalah orang yang buruk adab, baik kepada Allah dan Rasul, adab kepada guru, dan adab kepada ikhwan. Buruk adab kepada Allah adalah dengan meninggalkan perintahNya dan mengabaikan laranganNya. Namun karena kejahilannya ia menyangka sikapnya benar karena tidak mendapatkan teguran dan siksa dari Allah. Ia menyangka siksa itu hanya berbentuk zahir, padahal selain siksa jaliyyah (terang), ada juga siksa khafiyyah (tersembunyi). Siksa yang terang adalah dengan ditimpakan azab dan siksa yang tersembunyi adalah dengan dihijabkan dari Allah. Sebenarnya siksa tersembunyi ini lebih parah bila dibandingkan dengan siksa yang nampak.
[post_ad]
Dua bentuk 'uqubah (siksa) atas buruknya adab dalam kalam Hikam di atas yang kurang disadari adalah man'ul mazid (tertegahnya penambahan) dan pembiaran untuk melakukan apa saja dengan tanpa teguran.

Perlu dipahami bahwa tanda Allah menyayangi seorang hamba adalah dengan memberikan teguran saat ia terlanjur. Bahkan Allah akan mendatangkan waswas dan perasaan tidak enak saat seorang hamba terbersit untuk melakukan kejahatan sehingga dengan perasaan waswas itu ia mengurungkan niat buruknya. Dibiarkan bebas melakukan apa saja kemauannya tanpa beban merupakan salah satu tanda itu adalah orang yang jauh dari Allah.

Sukses, jaya, dan tidak pernah gagal belum tentu itu merupakan rahmat, karena yang menjadi tolak ukurnya apakah dengan kesuksesan itu seseorang bertambah taat kepada Allah. Kalau tidak, mungkin saja itu adalah istidraj (pembiaran) dari Allah yang akhirnya akan menimbulkan petaka. (iqbal_jalil)