mudimesra.com | Dalam Pengajian Hikam Special Ramadhan hari ke-9 di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Abi Zahrul Mubarak melanjutkan pembahasan kalam hikmah Hikam karya Syekh Ibnu 'Athaillah As-Sakandari tentang bagaimana cara mengetahui ukuran dan kedudukan kita di sisi Allah SWT. Berikut kesimpulan yang kami rangkum dari pengajian pagi ini,

اذا اردت ان تعرف قدرك عنده انظر في ما ذا يقيمك
"Bila kamu hendak mengetahui ukuranmu di sisi Allah, maka lihatlah pada apa Allah memposisikanmu."

Kalam Hikam ini merupakan barometer bagi seseorang untuk mengukur kadar dirinya di sisi Allah SWT. Seseorang yang hendak mengetahui bagaimana ukurannya di sisi Allah, maka lihatlah dimana Allah memposisikannya. Bila seseorang ditempatkan oleh Allah dalam ketaatan kepadanya itu pertanda orang itu dekat dengan Allah. Namun bila seseorang ditempatkan dalam kemaksiatan, itu pertanda orang itu jauh dari Allah. Dengan kata lain bila kita ingin mengukur bagaimana kedudukan kita di sisi Allah, maka lihatlah kedudukan Allah di hati kita. Bila hati kita selalu mengagungkan Allah yang dibuktikan dengan taat kepada perintahNya, itu berarti kita ditempatkan di sisi yang dekat denganNya. Demikian juga sebaliknya. Semakin tinggi kedudukan Allah di hati kita, maka semakin tinggi pula kedudukan kita di sisi Allah SWT.
[post_ad]
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah Saw bersabda:
من اراد أن يعلم منزلته عند الله فلينظر كيف منزلة الله تعالى من قلبه فان الله عز وجل ينزل العبد عنده حيث انزله العبد من نفسه
"Barangsiapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaklah ia melihat kedudukan Allah di hatinya. Karena sesungguhnya Allah azza wa jalla menempatkan seorang hamba di sisiNya tergantung bagaimana hamba itu menempatkan Allah pada dirinya."

Inzal (menempatkan) Allah dalam hati hamba yang dalam hadis disandarkan kepada hamba adalah makna dari iqamah yang disebutkan dalam kalam Hikam. Inzal walau secara zahir dibangsakan kepada hamba pada hakikatnya itu adalah tergantung kepada iqamah Allah, sebab seorang hamba tidak memiliki perbuatan secara hakikat. Hal ini dapat dipahami dari hadis Qudsi dimana Allah berfirman:

أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا خَلَقْتُ الْخَيْرَ وَقَدَّرْتُهُ فَطُوبَى لِمَنْ خَلَقْتُهُ لِلْخَيْرِ وَخَلَقْتُ الْخَيْرَ لَهُ وَأَجْرَيْتُ الْخَيْرَ عَلَى يَدَيْهِ , أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا خَلَقْتُ الشَّرَّ وَقَدَّرْتُهُ فَوَيْلٌ لِمَنْ خَلَقْتُ الشَّرَّ لَهُ وَخَلَقْتُهُ لِلشَّرِّ وَأَجْرَيْتُ الشَّرَّ عَلَى يَدَيْهِ
Allah berfirman: "Aku Allah, tidak ada Tuhan melainkan Aku. Aku jadikan kebaikan dan Aku taqdirkannya. Maka beruntunglah orang yang Aku ciptakan untuk kebaikan dan Aku ciptakan kebaikan baginya, lalu Aku alirkan kebaikan itu atas kedua tangannya. Aku Allah, tidak ada Tuhan melainkan Aku. Aku jadikan kejahatan dan Aku taqdirkannya. Maka celakalah orang yang Aku ciptakan untuk kejahatan dan Aku ciptakan kejahatan baginya, lalu Aku alirkan kejahatan itu atas kedua tangannya."
[post_ad]
Fudhail bin 'Iyadh berkata:

انما يطيع العبد ربه عل قدر منزلته منه
"Seorang hamba akan taat kepada Tuhannya tergantung kepada kedudukan hamba disisiNya."

Dalam hadis lain disebutkan

كل ميسر لما خلق له
"Setiap orang akan dimudahkan bagi apa Allah menciptakannya."

Kesimpulannya untuk mengukur bagaimana kedudukan kita di sisi Allah, maka lihatlah diri kita masing-masing. Apakah kita dekat dengan Allah, taat dalam menjalani perintahNya dan menjauhi laranganNya, serta tinggi kedudukan Allah di hati kita, maka kalau begitu artinya kita ditempatkan di tempat yang mulia di sisiNya. Namun sebaliknya di saat kita merendahkan Allah di hati kita, melanggar aturanNya, maka Allah juga menghinakan kita dengan azab pedih yang menanti. Na'uzubillah!!! (iqbal_jalil)