mudimesra.com | Di antara adab mengunjungi jenazah adalah memperbagus sangkaan kepada jenazah tersebut meskipun ia seorang yang fasik atau pendosa. Dan juga mengkhawatirkan keadaan diri sendiri walaupun secara zahir kita selalu dalam ketaatan karena kita belum tau bagaimana akan mengakhiri kehidupan ini nantinya.

Dikisahkan bahwa ada seorang laki-laki yang gemar melakukan kejahatan meninggal dunia di suatu daerah dalam kawasan Basrah. Pada saat itu, isterinya tidak menemukan seorang pun yang mau membantu untuk mengurus jenazah ini sebab ia sudah dikenal sebagai ahli maksiat dan seorang pendosa. Akhirnya ia menyewa dua orang untuk mengangkat jenazah suaminya. Dibawalah jenazah ini ke Mushalla namun tidak seorang pun yang shalat untuknya. Akhirnya jenazah ini dibawa ke padang pasir untuk dikuburkan.

Tanpa diduga, ternyata ada seorang Ulama yang zuhud yang telah menanti kedatangan jenazah suaminya. Ia berencana untuk menyalati jenazah ini. Maka tersiarlah berita bahwa seorang Ulama yang zuhud telah turun untuk menyalati jenazah fulan. Akhirnya masyarakat pun datang berbondong-bondong untuk menyalati jenazah ini.

Namun demikian dalam hati kecil mereka merasa aneh dan masih bertanya-tanya ada apa di balik shalatnya Zahid kepada jenazah ini. Akhirnya Ulama yang zuhud ini bercerita bahwa ia bermimpi dan dalam mimpi itu diperintahkan, "Turun lah Engkau ke tempat ini, dan lihatlah di sana ada satu jenazah yang tidak seorang pun menemaninya selain dari isterinya. Shalatilah jenazahnya! Sesungguhnya ia telah diampuni dosa-dosanya." Demikian cerita Zahid yang membuat masyarakat semakin keheranan.

Kemudian orang Zahid ini bertanya kepada isterinya bagaimana sebenarnya kehidupan keseharian suaminya. Maka isterinya menjawab sebagaimana yang telah diketahui khalayak, hidupnya dalam kemaksiatan dan ia selalu meminum khamar. Orang Zahid kembali meminta istrinya untuk mengingat kembali mungkin ada amal kebaikan yang pernah suaminya kerjakan.

Isterinya kemudian mengiyakan dan ia bercerita ada tiga kebaikan yang ia ingat dari suaminya. Pertama, Setiap hari ketika suaminya sadar dari mabuknya menjelang subuh, ia segera bergegas menggantikan pakaiannya, berwudhu' lalu pergi menunaikan shalat subuh berjamaah. Dan setelah itu kembali ke perbuatannya semula. Kedua, tidak pernah sekalipun rumahnya kosong dari satu orang atau dua orang anak yatim. Kebaikannya kepada anak yatim melebihi kebaikan yang dilakukannya kepada anak kandung sendiri. Saat pulang ke rumah, yang pertama ditanyakan adalah anak yatim sebelum bertanya tentang anaknya. Ketiga, dalam kondisi sadar di tengah mabuknya, dalam suasana malam yang sunyi ia menangis, merasa dirinya sebagai orang yang sangat hina, dan saat itu ia berkata: "Ya Rabb, di pojok mana dari neraka Jahannam yang Engkau kehendaki untuk dicampakkan diri ini yang penuh dosa."

Mendengar jawaban istrinya, maka orang Zahid ini pun pergi dan ia telah menemukan jawaban dari kemusykilannya. Kisah ini mengajarkan kita untuk berbaik sangka kepada siapapun jenazah kaum muslimin walau Ia seorang pendosa. Di samping itu, kematian harus menjadi renungan bagi kita untuk merisaukan bagaimana akhir hayat kita nantinya, akankah berujung bahagia atau na'uzubillah malah berujung celaka. (MIJ)

[Dikutip dari kitab Ihya Ulumiddin dalam pengajian Subuh bersama Alfadhil Abu Syaikh H Hasanoel Bashri HG / Abu MUDI di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga]