Abon Samalanga merupakan salah seorang ulama kharismatik Aceh. Bernama asli Tgk. H. Abdul Aziz bin M. Shaleh, beliau lebih dikenal dengan panggilan Abon Aziz Samalanga atau Abon Mesjid Raya Samalanga. Beliau lahir di Desa Kandang Samalanga Kabupaten Aceh Utara (Kabupaten Bireuen sekarang) pada bulan Ramadhan tahun 1351 H/1930 M. Abon diasuh dan dibesarkan di Jeunieb, ayahandanya pernah menjabat Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Jeunieb. Beliau juga salah seorang pendiri Dayah Darul ‘Atiq Jeunieb, sehingga Abon dari masa kecilnya sudah mulai belajar ilmu agama di dayah tersebut semasa tinggal di Jeunieb. Ketika usia Abon telah matang, Abon menikahi seorang gadis di Desa Mideun Jok Samalanga yang merupakan putri gurunya sendiri, pimpinan Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga pada waktu itu. Beliau dikaruniai empat orang anak, yaitu Hj. Shalihah, Hj. Suwaibah (almh.), Tgk. H. Athaillah (alm.), dan Hj. Masyitah.

Abon memulai belajar pada pendidikan formal pada tahun 1937, memasuki Sekolah Rakyat (SR) dan menamatkan pendidikan dasarnya pada tahun 1944. Dari tahun 1944 beliau belajar pada orang tuanya selama dua tahun, kemudian pada tahun 1946 pindah belajar ke Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga yang pada waktu itu dipimpin oleh Tgk. Haji Hanafiah (Teungku Abi) lebih kurang selama dua tahun. Pada tahun 1948 Abon melanjutkan pendidikannya ke salah satu dayah yang dipimpin oleh Teungku Ben (Teungku Tanjongan) di Matangkuli Kabupaten Aceh Utara. Di dayah ini Abon belajar pada Teungku Idris Tanjongan sampai dengan tahun 1949. Pada tahun yang sama beliau kembali lagi ke Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga untuk mengabdikan diri sebagai guru.

Setelah beliau mengabdi menjadi guru beberapa tahun, pada tahun 1951 Abon melanjutkan pendidikan ke Dayah Darussalam Labuhan Haji Kabupaten Aceh Selatan yang dipimpin oleh Alm. Teungku Syeikh Muhammad Wali Al-Khalidi yang lebih dikenal dengan panggilan Abuya Mudawali. Abon belajar di Dayah Darussalam lebih kurang selama tujuh tahun. Selama di Darsusalam beliau belajar dengan tekun, pernah di ceritakan oleh Tgk. Muhammad Amin Tanjongan yang merupakan murid Abon yang juga belajar di Labuhan Haji, bahwa pada saat muthala`ah beliau membuka segala kitab yang berkenaan dengan pelajaran yang sedang beliau pelajari, sehingga kamar beliau terlihat berserakan dengan kitab.

Pada tahun 1958 Abon kembali lagi ke Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga untuk mengembangkan ilmunya. Pada tahun tersebut pimpinan Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga meninggal dunia, sehingga Abon diangkat menjadi pimpinan dayah tersebut. Semenjak Dayah MUDI Mesjid Raya berada di bawah kepemimpinannya, banyak perubahan terjadi, terutama menyangkut tentang kurikulum pendidikan yang semula tidak terlalu fokus pada ilmu-ilmu alat (bantu) seperti ilmu Manthiq, Ushul al-Fiqh, Bayan, Ma‘ani, dan lain-lain. Keahlian Abon yang sangat menonjol adalah dalam bidang ilmu Manthiq sehingga Abon digelar dengan al-Manthiqi. Bahkan kepiawan Abon dalam penguasaan ilmu agama diakui oleh Syeikh Arsyad Lubis. Pernah Abuya Jamaluddin Waly menceritakan, pada suatu hari Syekh Arsyad Lubis dari Medan menemui Abon, beliau sangat kagum mendengar uraian kitab yang disampaikan oleh Abon. Syekh Arsyad Lubis bertanya kepada Abon "Apakah sudah habis ilmu yang dimiliki oleh Syekh Muda Waly diajarkan kepada Abon?" Abon menjawab bahwa ilmu Abon belumlah 10 persenpun dari ilmu yang dimiliki oleh Syekh Muda Waly.

Abon sangat disiplin dan memiliki semangat luar biasa dalam mengajar, sehingga dalam keadaan beliau sakit pun beliau tetap antusias mengajar. Dalam bulan Ramadhan di saat sebagian besar santri pulang kampung halaman dan sebagian besar pengajian di dayah di Aceh diliburkan, Abon masih mengajar santri-santrinya yang memilih menetap di dayah selama Ramadhan. Beliau tidak membacakan kitab-kitab yang tinggi, tetapi hanya kitab Awamel, sebuah kitab nahu yang lazimnya dipelajari oleh para santri pemula. Dalam membacakan kitab ini beliau menjelaskan penjelasan bertingkat, mulai dari pembahasan yang rendah yang mampu dipahami oleh santri kelas rendah kemudian dilanjutkan dengan pemahaman yang lebih tinggi untuk santri kelas tinggi dan para dewan guru. Maka tidak heran jika dalam nasehatnya beliau selalu mengamanatkan kepada murid-muridnya untuk selalu belajar-mengajar (beut-seumubeut). Dalam pengajarannya, Abon sangat membenci faham Wahabiyyah sehingga beliau tidak pernah bosan dalam mengurai kesesatan faham tersebut. Bahkan hampir setiap hari Abon menyinggung tentang kesesatan faham tersebut.

Kemajuan dayah pada masa kepemimpinan Abon meningkat pesat, jumlah santri dari jumlah ratusan menjadi ribuan, bangunan fisik dayah pun juga berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang terus maju. Selain dari aktifitas Abon di dayah, Abon juga membuka pengajian mingguan di Jeunieb yang dikenal dengan Balee Hameh, karena pengajian diadakan seminggu sekali pada hari Kamis.

Disamping aktifitas dakwah melalui majelis pengajian, Abon juga ikut dalam pembangunan fisik, seperti membangun jalan menuju perkebunan di Desa Gle Mendong Samalanga, dan menggarap sawah yang telah terlantar bertahun-tahun. Bersama-sama dengan murid-muridnya serta dibantu oleh masyarakat sekitar, Abon menata kembali perkebunan dan persawahan terlantar, semua beliau lakukan demi hidupnya perekonomian masyarakat.

Dalam dunia perpolitikan, Abon pernah memberi dukungan kepada partai PERTI. Abon memilih partai tersebut karena partai ini berlatar belakang faham Ahlussunnah Waljama‘ah. Dari semua aktifitas Abon, tidak ada yang lebih utama bagi beliau selain mengajar. Alokasi waktu untuk kegiatan ekonomi atau politik diatur dalam agar tidak mengganggu jadwal mengajar. Kristalisasi dari sikap inilah yang mendasari beliau untuk selalu berpesan kepada murid-muridnya agar selalu mengutamakan belajar-mengajar (beut-seumubeut), di mana pun dan dalam kondisi bagaimana pun sepulang dari dayah nantinya, walau hanya bermodal sebuah balai kecil di depan rumah dan hanya mampu mengajarkan cara membaca Al-Quran saja.

Pesan tersebut telah menjadi doktrin yang menjiwai pemikiran murid-murid beliau. Kiranya inilah misi utama beliau yang sekarang telah nyata hasilnya. Terbukti dari banyak dayah dan balai pengajian di sebagian besar wilayah Aceh, merupakan lembaga yang dipimpin oleh alumni Dayah MUDI Mesjid Raya. Dari seluruh murid Syeikh Abuya Muda Waly al-Khalidy, Abon Abdul Aziz merupakan ulama yang paling banyak melahirkan penerus. Beliau berhasil mendidik kader ulama melebihi dari murid-murid Abuya yang lain.

Selain pesan untuk selalu beut-seumebeut (belajar mengajar) dalam hal mencari nafakah Abon juga selalu menekankan murid-murid beliau supaya bekerja dan memiliki usaha jangan hanya berpangku tangan mengharap bantuan dan sedekah orang lain yang Abon istilah dengan kata beliau “leubee lam aree”.

Abon berpulang ke hadharat-Nya pada tanggal 9 Jumadil Akhir 1409/17 Januari 1989 dalam usia 58 tahun. Beliau dikebumikan di Samalanga, di komplek putra Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga Kabupaten Bireuen. Semoga Allah memberi pengampunan kepada beliau, menempatkan beliau dalam satu kebun daripada kebun syurga sesuai dengan amal baik yang telah beliau lakukan. Amiin!