Aba BUDI Lamno, demikianlah sapaan akrab Aba H. Asnawi, pimpinan Lembaga Pendidikan Islam Bahrul ‘Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Janguet (BUDI MESJA), Desa Janguet, Kec. Indra Jaya, Lamno, Aceh Jaya setelah wafatnya Abu H. Ibrahim Ishaq (Abu BUDI Lamno).
Setelah menempuh pendidikan agama di Dayah Bustanul-‘Aidarusiyyah (BUSAIDA) Lamno, pada tahun 1965 beliau melanjutkannya ke LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga. Beliau sekelas dengan Waled Marzuki (Pimpinan LPI MUDI Mekar Al-Aziziyyah, Jati Mekar, Jakarta). Akhir tahun 1968, Aba BUDI kembali ke Lamno dan berguru kepada Abu H. Ibrahim Ishaq (Abu BUDI Lamno).
Setelah menikah, Aba memilih untuk berdagang sebagai penopang kehidupan ekonominya sambil tetap belajar kepada Abu BUDI dan mengajar para santri yang menetap di salah satu dayah terbesar di Pantai Barat-Selatan Aceh tersebut. Barulah setelah Abu BUDI wafat dan Aba dipercayakan oleh para alumni untuk memimpin Dayah BUDI Lamno, beliau meninggalkan usaha perdagangan yang telah dijalaninya selama 14 tahun dan kembali fokus memberikan kehidupan beliau sepenuhnya untuk perkembangan BUDI Mesjid Janguet Lamno.
Aba BUDI menuturkan bahwa gurunya, Abon H. ‘Abdul-‘Aziz MUDI Mesjid Raya Samalanga adalah sosok yang sangat disiplin dalam berbagai hal tidak terkecuali dalam sikapnya terhadap peraturan. Bahkan menurut Aba, sepertinya pada masa itu, Abon bisa dikatakan sebagai orang pertama yang menerapkan peraturan disiplin dayah di Aceh Darussalam.
Sebagai buktinya, pada tahun 1968, Abon pernah menghentikan seluruh kegiatan dan aktifitas belajar di MUDI Mesjid Raya Samalanga hanya karena indisipliner-nya para santri. Barulah setelah Abu H. ‘Abdul-Wahhab Seulimuem (Ayahanda dari Abon Luthfi A. Wahhab, Pimpinan Dayah Ruhul-Fata, Seulimuem, Aceh Besar) melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Abon, pengajian dimulai kembali. Abu Seulimuem sendiri merupakan alumni MUDI Mesjid Raya Samalanga ketika dipimpin oleh Abi. H. Hanafiah ‘Abbas (Ayahanda mertua Abon).
Selama di MUDI Mesjid Raya Samalanga, Aba belajar langsung kepada Abon pada tingkat Tsanawiyyah. Ketika ‘Aliyyah, Aba diajar oleh Aba H. ‘Abdullah Lamno dan Abu H. Daud Ahmadi Lueng Angen.
Aba juga mengungkapkan bahwa ketika beliau kembali ke Lamno dan menetap di LPI BUDI Mesjid Janguet Lamno, ada beberapa guru senior LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga yang telah terlebih dahulu menetap sementara di BUDI seperti Abu H. ‘Abdul-Manaf Alue Lhok, Peureulak dan Abon H. Mukhtar A. Wahhab Teupin Raya. Bahkan Abu Lueng Angen sendiri juga pernah di BUDI selama 6 bulan. Kesan lain beliau terhadap Abon MUDI Mesjid Raya Samalanga adalah kedekatan dan eratnya hubungan Abon dengan para santrinya. Abon juga kerap berpesan di kesempatan lain untuk tetap melakukan aktifitas belajar dan mengajar ilmu pendidikan agama (beut-seumeubeut) serta mendirikan balai pengajian di tanah milik pribadi sendiri, bukan kepemilikan umum.
Aba BUDI Lamno juga menceritakan bahwa Abon sangat pro-aktif dalam menjaga dan mengawal Ahlussunnah wa al-Jama’ah di Aceh Darussalam melalui bidang pendidikan yang digelutinya. Pada masa itu, organisasi Muhammadiyyah di Aceh Darussalam merupakan corong suara sekte sempalan al-Wahhabiyyah. Ketika menjelaskan bathilnya dalil-dalil kaum Wahhabi, Abon menanyakan kepada para santrinya, “na bangai Muhammadiyyah? (Jahilkah Muhammadiyyah?, terj.)”. Para santri serentak menjawab, “bangai (jahil, terj.)”. Lantas, Abon pun memerintahkan agar para santrinya bersorak seraya mengucapkan. “Muhammadiyyah bangai, Muhammadiyyah bangai, Muhammadiyyah bangai,,, (Muhammadiyyah jahil, Muhammadiyyah jahil, Muhammadiyyah jahil, terj.)”.
Saat ini, Aba juga masih aktif mengajar majelis ta’lim khusus untuk seluruh dewan guru seluruh Dayah Lamno yang berlangsung pada Rabu pagi dan untuk seluruh alumni dan pimpinan dayah di Lamno pada Kamis pagi. Bertempat di Mesjid Sabang, kompleks Dayah Bustanul-‘Aidarusiyyah (BUSAIDA), Lamno yang turut dihadiri oleh para ‘Ulama-‘Ulama kharismatik Lamno lainnya, seperti Abu Nyak Mi dan Abu Salim Mahmud. (Khairul Azfar)
Setelah menempuh pendidikan agama di Dayah Bustanul-‘Aidarusiyyah (BUSAIDA) Lamno, pada tahun 1965 beliau melanjutkannya ke LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga. Beliau sekelas dengan Waled Marzuki (Pimpinan LPI MUDI Mekar Al-Aziziyyah, Jati Mekar, Jakarta). Akhir tahun 1968, Aba BUDI kembali ke Lamno dan berguru kepada Abu H. Ibrahim Ishaq (Abu BUDI Lamno).
Setelah menikah, Aba memilih untuk berdagang sebagai penopang kehidupan ekonominya sambil tetap belajar kepada Abu BUDI dan mengajar para santri yang menetap di salah satu dayah terbesar di Pantai Barat-Selatan Aceh tersebut. Barulah setelah Abu BUDI wafat dan Aba dipercayakan oleh para alumni untuk memimpin Dayah BUDI Lamno, beliau meninggalkan usaha perdagangan yang telah dijalaninya selama 14 tahun dan kembali fokus memberikan kehidupan beliau sepenuhnya untuk perkembangan BUDI Mesjid Janguet Lamno.
Aba BUDI menuturkan bahwa gurunya, Abon H. ‘Abdul-‘Aziz MUDI Mesjid Raya Samalanga adalah sosok yang sangat disiplin dalam berbagai hal tidak terkecuali dalam sikapnya terhadap peraturan. Bahkan menurut Aba, sepertinya pada masa itu, Abon bisa dikatakan sebagai orang pertama yang menerapkan peraturan disiplin dayah di Aceh Darussalam.
Sebagai buktinya, pada tahun 1968, Abon pernah menghentikan seluruh kegiatan dan aktifitas belajar di MUDI Mesjid Raya Samalanga hanya karena indisipliner-nya para santri. Barulah setelah Abu H. ‘Abdul-Wahhab Seulimuem (Ayahanda dari Abon Luthfi A. Wahhab, Pimpinan Dayah Ruhul-Fata, Seulimuem, Aceh Besar) melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Abon, pengajian dimulai kembali. Abu Seulimuem sendiri merupakan alumni MUDI Mesjid Raya Samalanga ketika dipimpin oleh Abi. H. Hanafiah ‘Abbas (Ayahanda mertua Abon).
Selama di MUDI Mesjid Raya Samalanga, Aba belajar langsung kepada Abon pada tingkat Tsanawiyyah. Ketika ‘Aliyyah, Aba diajar oleh Aba H. ‘Abdullah Lamno dan Abu H. Daud Ahmadi Lueng Angen.
Aba juga mengungkapkan bahwa ketika beliau kembali ke Lamno dan menetap di LPI BUDI Mesjid Janguet Lamno, ada beberapa guru senior LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga yang telah terlebih dahulu menetap sementara di BUDI seperti Abu H. ‘Abdul-Manaf Alue Lhok, Peureulak dan Abon H. Mukhtar A. Wahhab Teupin Raya. Bahkan Abu Lueng Angen sendiri juga pernah di BUDI selama 6 bulan. Kesan lain beliau terhadap Abon MUDI Mesjid Raya Samalanga adalah kedekatan dan eratnya hubungan Abon dengan para santrinya. Abon juga kerap berpesan di kesempatan lain untuk tetap melakukan aktifitas belajar dan mengajar ilmu pendidikan agama (beut-seumeubeut) serta mendirikan balai pengajian di tanah milik pribadi sendiri, bukan kepemilikan umum.
Aba BUDI Lamno juga menceritakan bahwa Abon sangat pro-aktif dalam menjaga dan mengawal Ahlussunnah wa al-Jama’ah di Aceh Darussalam melalui bidang pendidikan yang digelutinya. Pada masa itu, organisasi Muhammadiyyah di Aceh Darussalam merupakan corong suara sekte sempalan al-Wahhabiyyah. Ketika menjelaskan bathilnya dalil-dalil kaum Wahhabi, Abon menanyakan kepada para santrinya, “na bangai Muhammadiyyah? (Jahilkah Muhammadiyyah?, terj.)”. Para santri serentak menjawab, “bangai (jahil, terj.)”. Lantas, Abon pun memerintahkan agar para santrinya bersorak seraya mengucapkan. “Muhammadiyyah bangai, Muhammadiyyah bangai, Muhammadiyyah bangai,,, (Muhammadiyyah jahil, Muhammadiyyah jahil, Muhammadiyyah jahil, terj.)”.
Saat ini, Aba juga masih aktif mengajar majelis ta’lim khusus untuk seluruh dewan guru seluruh Dayah Lamno yang berlangsung pada Rabu pagi dan untuk seluruh alumni dan pimpinan dayah di Lamno pada Kamis pagi. Bertempat di Mesjid Sabang, kompleks Dayah Bustanul-‘Aidarusiyyah (BUSAIDA), Lamno yang turut dihadiri oleh para ‘Ulama-‘Ulama kharismatik Lamno lainnya, seperti Abu Nyak Mi dan Abu Salim Mahmud. (Khairul Azfar)
No comments:
Post a Comment