Umat Islam yang senantiasa berpegang teguh pada akidah Ahlussunnah Waljamaah khususnya kalangan pendidik (guru) dituntut untuk lebih teliti dalam mengajarkan persoalan akidah kepada anak didik mereka. Hal ini mengingat banyaknya buku-buku yang beredar telah terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran destruktif yang dapat menggerogoti paradigma siswa.

Baru-baru ini, kita kembali dihebohkan dengan disusupinya akidah wahabi dalam buku Akidah Akhlak untuk Madrasah Aliyah kelas X terbitan Bumi Aksara. Hal ini dapat ditandai dengan adanya pembagian tauhid kepada tiga macam yang sangat jelas bertentangan dengan manhaj Ahlussunnah Waljamaah dan mayoritas umat Islam.

Di kalangan kaum Wahabi ada paham bahwa tauhid terbagi menjadi tiga. Pertama, Tauhid Rububiyah, yaitu iman kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta (al-Khaliq), penguasa (al-Malik), dan pengatur seluruh makhluk (al-Mudabbir). Kedua, Tauhid Uluhiyah, yaitu meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Dan ketiga, Tauhid al-Asma wa al-Shifat, yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadits, tanpa melakukan ta’thil (penolakan), tahrif (perubahan dan penyimpangan lafadz dan makna), tamtsil (penyerupaan) dan takyif (menanya terlalu jauh tentang sifat Allah).

Pembagian tauhid semacam ini tidak pernah ada pada masa Rasulullah, para Sahabat, Ulama Salafus Salih hingga Ulama khalaf sebelum Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah membagi tauhid seperti ini dengan tujuan untuk menjustifikasi pendapatnya yang membid’ahkan tawassul, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain yang telah menjadi tradisi dan dianjurkan sejak zaman Rasulullah SAW.

Dalam pengajian Tastafi di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada malam Sabtu awal bulan, Al-Fadhil Abu MUDI telah sering memberi penjelasan tentang klasifikasi tauhid yang menyesatkan umat semacam ini. Pembagian tauhid ini tidak lain tujuannya kecuali hanya untuk mengkafirkan umat Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Mereka menganggap umat Islam yang ber-tawassul, tabarruk dan ziarah kubur hanya bertauhid rububiyyah yang sama-sama dimiliki oleh orang kafir, namun belum bertauhid dengan tauhid uluhiyyah.

Dalam pemahaman Ahlussunnah Waljamaah, tauhid uluhiyyah tidak ada bedanya dengan tauhid rububiyyah. Hal seperti ini telah pernah dipaparkan oleh Dr. Syekh Salim Alwan Al-Hasani, Mufti Australia dalam Seminar Internasional di Banda Aceh saat Musda Himpunan Ulama Dayah Aceh beberapa waktu yang lalu.

Syekh Salim Alwan Al-Hasani mengatakan: “Umat Islam dalam mengucapkan kalimah syahadah cukup mengucapkan LA IHA ILLALLAH sebagai pengakuan ia telah mengesakan Allah. Seandainya tauhid uluhiyyah dan rububiyyah berbeda sungguh kita akan diwajibkan untuk mengucapkan LA RABBA ILLALLAH setelah mengucapkan lailahaillallah. Begitu juga dalam kubur, kita hanya ditanyakan MAN RABBUKA, andai saja ada perbedaan antara lafaz Rabb dengan Ilah tentu Malaikat akan kembali bertanya WA MAN ILAHAKA. Namun dalam kenyataannya, pertanyaan semacam ini tidak ada. Ini membuktikan bahwa seseorang yang bertauhid rububiyyah, ia juga bertauhid uluhiyyah yakni mengakui tiada yang berhak disembah kecuali Allah,” papar Ulama lulusan Lebanon ini.

Kesimpulannya, kita harus berhati-hati dengan ulah kalangan wahabi yang mencoba mendistorsi pemikiran umat Islam Ahlussunnah Waljamaah. Pembagian tauhid semacam ini akan menyuburkan gerakan radikal yang dengan sangat mudah mengkafirkan kalangan Muslim lainnya yang tidak sepaham dengan mereka. Lalu mereka membunuh umat Islam dengan mengatasnamakan jihad.

Untuk kejelasan dimana letak kesalahan pembagian Tauhid semacam ini, silahkan baca artikel Kesesatan Tauhid Wahabi(IqbalJalil)