SAMALANGA - Lebih kurang dua ratus peserta diundang untuk mengikuti Mubahasah dalam rangka Haul ke-26 Abon Abdul Aziz bin Shaleh di Dayah MUDI Mesra Samalanga (29/3/2015). Mereka terdiri dari berbagai kalangan baik dari para Ulama baik alumni atau bukan, alumni Timur Tengah, akademisi dan beberapa santri dari Pesantren Lirboyo dan Sidogiri Jawa Timur. Di samping itu Mubahasah kali juga dihadiri tamu kehormatan, Habib Abdurrahman bin Muhammad Umar Al-Ahdal dari Yaman. Beliau merupakan cucu pengarang kitab nahwu yang terkenal Kawakib Dirriyyah dan Pimpinan Ribath Al-Idrisy Baitul Ahdal di Zabid, Yaman Utara.

Abu MUDI bersama dengan ulama lainnya dalam mubahasah.


Rencananya, ada empat persoalan yang dibahas dalam acara ini. Namun mengingat keterbatasan waktu, maka hanya dua topik yang dapat dibahas yaitu mengenai problematika uang kertas dan hukum alat musik.

Pembahasan uang kertas diawali dengan pemaparan historis penggunaan uang kertas dan perkembangannya oleh pakar Ekonomi Syariah Dr. Sabri. Ia mengatakan bahwa dari tahun 1971 percetakan uang kertas tidak lagi dipengaruhi dengan simpanan emas.

Dari mubahasah yang berkembang tidak dapat dipungkiri memang ada perbedaan pendapat yang sangat menonjol dalam konteks kewajiban zakat uang kertas. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan pandangan dalam memahami alasan kewajiban zakat naqad (emas dan perak) dan kedekatan qiyas uang kertas kepada naqad atau 'urudh (mata benda biasa). Forum mubahasah menyepakati bahwa uang kertas sah dijadikan akan jual beli dan alat pembayaran zakat tijarah.

Adapun mengenai legalitas alat musik, para Ulama mengklasifikasikannya dimana ada alat musik yang dibolehkan dan diharamkan. Alat musik yang diharamkan seperti gitar dan seruling karena dapat mendorong kepada kemaksiatan dan merupakan syiar orang fasik. Alat musik yang dibolehkan adalah rebana dan sejenisnya dengan catatan tidak mengandung unsur keharaman di atas. (iqbal_jalil)