mudimesra.com | Dalam menghadapi musibah dan ujian dari Allah, seharusnya kita melihat kepada orang lain yang musibahnya lebih besar dari kita. Saat kehilangan salah seorang dari dua orang tua, bayangkan ada orang yang lain yang kehilangan keduanya. Di saat kedua orang tua meninggal dunia, ingatlah bahwa ada orang lain yang ditakdirkan lahir dalam keadaan yatim piatu sehingga sama sekali tidak pernah merasakan betapa lembutnya belaian orang tua. Demikian pula dengan musibah yang lain, lihatlah ke bawah, membayangkan musibah yang lebih besar yang Allah timpakan kepada orang lain, sehingga membuat kita tabah dan sabar dalam menghadapinya.

Syaikh Ishak bin Ibrahim At-Tajibi Al-Qurthubi Al-Maliki menceritakan dalam kitab Nashaih bahwa Urwah bin Zubair radhiallahu 'anhu ditimpakan luka pada betisnya yang membuat tulang betisnya nampak dan terbuka. Luka itu mengakibatkan infeksi yang mengharuskan kakinya diamputasi. Saat hendak diamputasi, dokter meminta kesediaannya untuk dibius. Namun Urwah menolaknya seraya memerintahkan dokter untuk meneruskan pekerjaannya. Ternyata, meski dengan rasa sakit luar biasa, kakinya tidak sedikitpun bergerak dan ia sama sekali tidak melawan. Bibirnya selalu berdzikir mengucapkan hasbiyallah, cukuplah Allah bagiku.

Dalam kondisi yang menyulitkan itu, ia kembali mendapat kabar bahwa anak laki-laki kesayangannya meninggal dunia. Namun ternyata hal itu tidak membuat Urwah mengeluh. Setelah kakinya selesai diamputasi, ia berkata: "Bukankah Allah tau bahwa Aku tidak menggunakan kaki ini untuk berjalan ke tempat maksiat." Kemudian ia memerintahkan agar kakinya dimandikan, dikafankan dan dikuburkan di perkuburan kaum Muslimin. Kemudian Urwah berkata, "Meski saat ini kaki ini telah diambil, Allah telah terlebih dahulu mengekalkannya. Walau saat ini dicoba, namun betapa lama aku telah merasakan nikmat dan pemberianNya."
[post_ad]
Musibah yang dirasakan Urwah memang berat. Setelah kakinya diamputasi, ia mendapat kabar kehilangan putra kesayangannya. Namun ternyata ada orang lain yang ditimpakan musibah yang lebih besar dari itu.

Dikisahkan, seorang laki-laki buta yang remuk dan hancur mukanya dari kalangan 'Abbasy mendatangi Sultan Al-Walid. Al-Walid bertanya kepada laki-laki tersebut apa penyebab buta matanya dan hancur mukanya. Ia akhirnya bercerita bahwa dulunya ia adalah orang terkaya di kalangan Abbasiyah. "Pada satu malam aku tidur di pertengahan lembah. Aku menyadari bahwa saat itu tidak orang yang memiliki lebih banyak harta dariku. Namun tiba-tiba terjadi banjir bandang yang melenyapkan semua harta dan keluargaku, kecuali yang tinggal hanya seorang bayi yang masih menyusui dan unta liar. Dalam kondisi itu, aku meletakkan bayi di suatu tempat untuk mengejar unta. Saat aku beranjak, tiba-tiba aku melihat kepala sang bayi sudah dimakan serigala. Aku biarkan sang bayi dan aku mengejar unta. Malangnya, tiba-tiba unta itu berbalik arah dan menabrakku hingga menyebabkan muka ini hancur dan mata ini menjadi buta." Mendengar kisah ini Sultan Al-Walid memerintahkan agar laki-laki ini dibawa ke tempat Urwah bin Zubair agar ia tau bahwa ternyata ada orang lain yang merasakan musibah lebih besar dari apa yang dirasakannya.

Kisah di atas menjadi pelajaran bagi kita bahwa di atas musibah ada musibah. Maka karena itu saat ditimpakan musibah, lihatlah pada orang lain yang musibahnya lebih besar dari kita, agar kita tabah dan sabar dalam menghadapinya. (iqbal_jalil)

(Catatan dari Pengajian Hikam Special Ramadhan bersama Abi Zahrul Fuadi Mubarak di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Bireuen, Aceh)