mudimesra.com | Sebagaimana seseorang perlu kiat khusus dalam menghadapi kesulitan dan kesusahan, seorang hamba Allah juga perlu memahami bagaimana sikap yang baik tatkala mendapatkan kesenangan dan kelapangan. Menjaga etika dan adab kepada Allah dalam kondisi senang menjadi suatu keharusan agar hal itu tidak berujung kepada malapetaka dengan sebab terbuai nafsu dan lupa daratan.
Kesenangan yang dirasakan oleh seorang insan adakalanya diketahui sebabnya dan ada juga yang tidak diketahui sebabnya. Imam Syazili mengembalikan asbab datangnya kesenangan kepada tiga hal;
1. Bertambah taat dan mendapatkan pemberian Allah dalam bentuk ilmu dan ma'rifah.
2. Bertambah sesuatu dalam hal dunia dalam bentuk keuntungan dari hasil usaha, kemuliaan, pemberian atau bertambah luasnya pergaulan dan jaringan.
3. Dengan mendapat sanjungan dari manusia, menjadi sosok yang diterima bahkan orang-orang meminta untuk didoakan, atau adakalanya dimuliakan dengan dicium tangan.
Ketiga sebab yang mendatangkan kesenangan ini memiliki etika tersendiri dalam menyikapinya.
Bila kita merasakan adanya kesenangan karena sebab di atas, maka sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah menjadi suatu keharusan bagi kita untuk menyadari bahwa itu adalah nikmat dan anugerah yang datangnya dari Allah SWT. Hati-hati jangan sampai ada anggapan bahwa itu karena kelebihan diri kita. Dan perlu adanya rasa khawatir dalam jiwa agar nikmat ini tidak hilang sehingga kita menjadi orang yang jauh dari Allah. Hal ini dimaksudkan pada nikmat yang berbentuk ketaatan kepada Allah.
Adapun bila mendapat kesenangan dengan bertambahnya sesuatu yang bersifat duniawi, maka takutlah akan malapetaka yang tersembunyi di balik nikmat itu. Jangan terlena dengan nikmat, karena bisa jadi itu adalah istidraj ketika kondisi senang dan lapang tidak membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT.
[post_ad]
Terakhir, kesenangan yang didapatkan karena adanya sanjungan. Dalam hal ini kita perlu bersyukur bahwa adanya sanjungan tersebut bukan karena kelebihan kita, tetapi karena Allah masih menutup aib kita. Kita dipuji bukan karena kita baik dan layak dipuji, tetapi Allah yang memuliakan kita dengan menutupi segala keaiban. Andai Allah membuka aib kita, mungkin banyak orang akan jijik kepada kita, bahkan kawan dekat pun yang selama ini mau berteman dengan kita akan ikut menjauhi kita. Maka bersyukur kepada Allah yang menutupi aib hambaNya.
Salah satu adab kala mendapatkan pujian adalah membaca doa yang sering dibaca oleh Sayyida Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu 'anhu:
اللهم انت اعلم منى بنفسى وانا اعلم منهم، اللهم اغفرلى ما لايعلمون ولا تأخذنى مما يقولون واجعل لى خيرا مما يظنون
Artinya : "Ya Allah Engkau yang Maha Tau keadaan diriku,dan aku lebih tau keadaan diriku daripada mereka. Ya Allah ampunilah aku tentang sesuatu yg mereka tidak tau, jangan Engkau azab aku dari apa yg mereka katakan,dan jadilah bagiku lebih baik dari apa yg mereka sangka"
Apa yang diuraikan di atas adalah adab dalam menyikapi kesenangan saat mengetahui sebab datangnya kesenangan. Sedangkan bila kesenangan itu tidak diketahui sebabnya, maka adab dan etikanya adalah dengan tidak banyak permintaan, tidak dijadikan pembenaran untuk menganggap diri sebagai sosok yang baik dan memiliki kelebihan, serta kondisi kelapangan jangan malah membuat seseorang menjadi jumawa hingga menyerang dan merendahkan orang lain. Dengan mendapatkan kesenangan dan nikmat seharusnya justeru menjadikan kita semakin takut akan besarnya pertanggungjawaban di sisi Allah tatkala terhadap nikmatNya kita tidak mampu untuk bersyukur. (iqbal_jalil)
No comments:
Post a Comment