mudimesra.com | Dalam kalam hikmahnya, Syaikh Ibnu Athaillah As-Sakandari mengatakan bahwa dosa yang melahirkan rasa penyesalan lebih baik ketimbang taat yang melahirkan kebanggaan dan kesombongan.

Ketika seorang manusia merasa dirinya hina, maka Allah akan memuliakannya. Namun dikala seorang manusia meninggikan dirinya, maka Allah akan merendahkannya. Orang yang beribadah namun tidak melahirkan rasa kehinaan, ibadahnya tidak memiliki makna dikarenakan ruh dari ibadah adalah sifat penghambaan diri di hadapan kebesaran Allah SWT. Maka karena itu bila seandainya dosa membuat seseorang sadar hingga bertaubat dan merasa dirinya terhina, dosa itu lebih baik daripada taat yang melahirkan kesombongan.

Diriwayatkan dari Aban bin Ayyasy, Beliau bercerita,

Pada satu hari aku beranjak keluar dari tempatnya Anas bin Malik di Basrah. Tiba-tiba aku melihat ada sebuah jenazah yang dibawa oleh 4 orang berkulit hitam dan tidak ada seorang pun selain mereka. Aku berkata dalam hati, Subhanallah, Apa yang terjadi di Kota Basrah, seorang jenazah Muslim tidak ada yang mengikuti proses pemakamannya. Sungguh Aku adalah orang yang kelima diantara mereka.

Aku terus mengikuti hingga jenazah itu diletakkan di tempat shalat, mereka mempersilakan agar Aku menjadi Imam. Lalu aku menganjurkan agar mereka saja yang mengimami. Mereka juga menolak seraya berkata, "Kami berempat sama, tidak bisa apa-apa." Maka akhirnya Aku pun mengimami shalat untuk jenazah yang malang ini.

Setelah selesai shalat Aku bertanya kepada mereka apa yang terjadi sebenarnya? Mereka berkata: "Kami ini orang bayaran. Kami disewa oleh seorang wanita untuk mengurus proses pemakaman jenazah ini." Singkat cerita akhirnya jenazah ini tiba di tempat pemakaman dan selesai dikuburkan.
[post_ad]
Satu jam kemudian, akhirnya seorang wanita dimaksud tiba di depan kami sambil tersenyum-senyum. Tentu saja hal ini membuat rasa penasaranku semakin menjadi-jadi. Aku mendesak agar wanita ini menceritakan bagaimana kejadian yang sebenarnya. Bagaimana mungkin dalam kondisi musibah, belum lagi malangnya jenazah ini yang tidak ada pengantarnya wanita ini malah terlihat begitu gembira.

Wanita itu bercerita: Jenazah ini adalah anakku. Selama hidupnya, hampir tidak ada jenis maksiat kecuali pernah dilakukannya. Tiga hari yang lalu menjelang kematiannya, ia jatuh sakit. Dalam kondisi sakit itu ia berkata, "Wahai Ibuku! Bila Aku meninggal nanti Ibu tak usah memberitahukan berita kematianku kepada tetangga dan orang-orang di sekeliling kita karena mereka pasti tidak akan menghadirinya. Malah mereka akan mencela kematianku. Tolong Ibu tuliskan di atas cincinku ini kalimat Lailahaillallah Muhammad Rasulullah, lalu masukkan dalam kafanku, mudah-mudahan itu menjadi sebab Allah menyayangiku. Saat Aku meninggal nanti tolong letakkan kaki Ibu di atas pipiku dan katakanlah, Inilah balasan yang pantas untuk orang yang bermaksiat kepada Allah. Dan setelah Aku dikuburkan, angkatlah tangan Ibu ke langit sambil berkata, Aku telah meridhainya Ya Allah, maka berikanlah keridhaanMu untuk nya."

Wanita itu melanjutkan ceritanya, setelah ia meninggal dunia, aku penuhi dan kerjakan semua wasiatnya. Saat Aku menengadahkan tangan ke langit, tiba-tiba Aku mendengar suara entah mana arahnya yang berkata kepadaku dengan lisan yang fashih, "Pulanglah Wahai Ibu! Sungguh Aku telah pergi menuju Tuhan yang Maha Mulia lagi amat mengasihani yang tidak sedikitpun marah kepadaku." Hal Ini lah yang membuat aku tersenyum dan tertawa.

SELESAI

Dari kisah di atas kita melihat bagaimana Allah memuliakan seseorang yang bertaubat dan kembali kepada-Nya, bagaimana Allah memuliakan seseorang yang merasa dirinya hina dan tidak berharga.

Kembalilah kepada Allah, seberapa pun besar dosa kita, karena rahmat Allah sangatlah luas walau besar sekali dosa kita. Jangan tunda taubat, karena kematian bisa datang kapan saja. Mari azamkan dalam hati untuk bertaubat sekarang juga, karena pintu Allah selalu terbuka untuk menerima taubat kita. (iqbal_jalil)

(Kisah ini termaktub dalam Syarah Hikam karya Ibnu 'Ibad Ar-Randy dalam Pengajian Special Ramadhan bersama Abi Zahrul Fuadi Mubarrak, Wadir I Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Wakil Ketua Majelis Muwashalah baina Ulama al-Muslimin wilayah Aceh di Dayah MUDI Mesra, Samalanga, Bireuen, Aceh)