Profil Dayah MUDI Mesjid Raya Mesra


Sejarah Kelahiran Dayah MUDI


Lembaga Ma’hadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (MUDI Mesra) berlokasi di Desa Mideun Jok Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Dayah MUDI sangat identik dengan Mesjid Raya Samalanga, itu karena pendidikan dayah MUDI Mesjid Raya ini pada awal  mulanya  berpusat di Mesjid. Sejarah mencatat, Peletakan  batu pertama pembangunan Masjid ini dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Mesjid Raya Samalanga merupakan salah satu Mesjid tertua di Aceh selayaknya Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Mesjid Raya Samalanga lah yang menjadi cikal bakal lahirnya dayah MUDI. Mesjid ini bernama Mesjid Raya Po Teumeureuhom Samalanga.


Konon, cerita mutawatir yang turun-temurun dan masyhur di kalangan masyarakat, kegiatan beut-seuemeubeut (belajar-mengajar) telah ada di Mesjid Raya Samalanga sejak masa Sultan Iskandar Muda. Saat itu hanya ada satu Mesjid mulai dari daerah Peudada, Peulimbang, Jeunieb, Meureudu, Pante Raja dan daerah lain sekitarnya, sehingga orang-orang di daerah tersebut mendirikan shalat Jumat di Mesjid Raya Samalanga, mereka berangkat pada hari kamis dan malamnya menginap di seputar Mesjid Raya Samalanga. Pada malam hari Jumat, bersama-sama dengan masyarakat sekitar mereka mengikuti pengajian dengan Imam Besar Mesjid yang ditunjuk Ulee Balang (Raja Samalanga). Ulee Balang atau raja pertama Samalanga adalah Tun Sri Lanang (1613-1659) dan Imam besar pertama Mesjid Raya Samalanga adalah Faqeh Abdul Ghani.


Faqeh Abdul Ghani menjabat sebagai Imam besar dan mengajar  hingga beliau wafat. Konon,  Kuburan Faqeh Abdul Ghani ada di desa Mideun Geudong yang bersebelahan dengan desa Mideun Jok, tempat Mesjid Raya berdiri. Setelah era Faqeh Abdul Ghani berakhir, tidak diketahui siapa saja Ulama yang mengajar dan menjadi Imam Besar di Mesjid Raya Samalanga.


Barulah  pada tahun 1920, Ulee Balang Samalanga saat itu sekaligus yang terakhir, Teuku Muhammad, melantik  Tgk. Syiek Tanjungan Ahmad Syihabuddin Idris sebagai Imam Besar Mesjid, Qadhi wilayah Samalanga dan sekaligus bertugas mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat sekitar. Seluruh kegiatan belajar mengajar saat itu berpusat di Mesjid Raya. Seiring berjalannya waktu, semakin hari para penuntut ilmu yang menghadiri Majelis beliau semakin banyak, sehingga beliau mendirikan bilik-bilik rumbia di sekitar Mesjid dan kemudian lahirlah dayah Mesjid Raya Samalanga. Pada saat Tgk. Ahmad Syihabuddin Idris menjadi pimpinan,  santri masa itu berjumlah 100 orang putra dan 50 orang putri. Mereka diasuh oleh lima orang tenaga pengajar lelaki dan dua orang guru putri. Sesuai dengan kondisi zaman pada masa itu, bangunan asrama hunian para santri merupakan barak-barak darurat yang dibangun dari bambu dan rumbia.


Nama Dayah Mesjid Raya Samalanga terus bertahan sehingga masa kepemimpinan dayah berpindah kepada adik ipar beliau Tgk. Abi H. Hanafiah Bin Abbas. Pada tahun 1956  Tgk. H. Ahmad Nuruddin Hanafi, beliau dipanggil Teungku Meuse (Teungku Mesir) karena lama menuntut ilmu di Mesir dan Arab Saudi  dan merupakan  putra sulungnya Tgk. Abi, beliau kembali ke Aceh setelah dua belas tahun menuntut ilmu di Timur tengah, beliau menamakan dayah ini dengan Ma’hadal Ulum Diniyyah Islamiyah Mesjid Raya Samalanga yang kemudian masyhur dengan MUDI Mesjid Raya Samalanga. Saat itu santri dayah MUDI masih sekitar 50 orang.


Saat itu, dalam sebuah pertemuan dengan beliau, beberapa santri senior  berbincang - bincang mengenai keadaan dayah termasuk nama yang sesuai dengan keberadaan dayah saat itu, mengingat nama yang ada saat itu adalah nama Mesjid yang sekaligus jadi nama dayah. Setelah berpikir sejenak  beliau menamakan dayah ini dengan "Ma'hadal 'Ulum Diniyyah Islamiyyah". Beliau memilih kata "Ma'had" karena konotasi kata ini lebih luas dari kata "Madrasah". Madrasah sering digunakan untuk tingkat dasar dan lanjutan. Sementara kata "Ma'had" mengarah untuk tingkat dasar sampai perguruan tinggi (Ma'had 'Aly atau Al-'Ulya).  Mulai saat itu, dayah ini resmi bernama Ma’hadal Ulum Diniyyah Islamiyyah Mesjid Raya Samalanga. Namun, nama dayah Mesjid Raya tetaplah yang populer saat itu di kalangan masyarakat dan para santrinya.


Setelah Tgk. Idris wafat pada tahun 1927, Tgk. Ahmad Syihabuddin Idris pulang ke Tanjongan untuk memimpin dayah Darul Ulum yang sebelumnya dipimpin oleh ayah beliau Tgk. Idris dan kepemimpinan dayah MUDI beliau serahkan kepada al-Mukarram Tgk. Abi H. Hanafiah bin Ibnu Abbas atau lebih dikenal dengan gelar Tgk. Abi. Jumlah pelajar pada masa kepemimpinan  beliau sedikit meningkat menjadi sekitar 150 orang putra dan 50 orang putri. Kondisi   fisik bangunan  asrama  dan  balai  pengajian  tidak berbeda dengan yang ada pada masa kepemimpinan Almarhum Tgk. H. Ahmad Syihabuddin bin Idris, masih berbentuk barak-barak darurat. Dalam masa kepemimpinan beliau, tugas memimpin dayah sempat  diperbantukan  kepada Tgk. Muhammad Shaleh selama dua tahun,  yaitu ketika beliau berangkat  ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji dan menimba ilmu pengetahuan. Tgk. Muhammad Shaleh adalah Ayahanda dari Abon Abdul Aziz dan besan dari Abi Hanafiah sendiri.


Setelah   Almarhum   Tgk. H. Hanafiah wafat  pada tahun 1958  M, dayah MUDI dipimpin  oleh  salah  seorang  menantu beliau, yaitu Abon H. Abdul Aziz bin M. Shaleh. Beliau adalah murid dari Abuya Muda Wali, pimpinan Dayah Bustanul Muhaqqiqien Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan. Semenjak  kepemimpinan   beliau,  pesantren   tersebut terus bertambah muridnya terutama dari Aceh dan Sumatera. Dari segi sarana dan prasarana pun sudah mengalami perkembangan. Pembangunan tempat penginapan mulai diadakan perubahan  dari barak-barak darurat kepada asrama semi permanen berlantai dua dan asrama permanen berlantai tiga. Untuk pelajar putri dibangun asrama berlantai dua yang dapat menampung 150 orang santri di lantai dua, sedangkan lantai dasar digunakan untuk mushalla. Setelah Tgk. H. Abdul ’Aziz bin M. Shaleh wafat pada tahun 1989, pergantian kepemimpinan dayah ini ditetapkan melalui kesepakatan para alumni dan masyarakat. Setelah bermusyawarah, para alumni dan masyarakat mempercayakan kepemimpinan dayah kepada  salah seorang  menantu  Abon, yaitu Abu Syekh H. Hasanoel Bashry bin H. Gadeng atau yang lebih masyhur dengan Abu MUDI. Beliau  adalah murid senior lulusan dayah ini sendiri yang sudah berpengalaman mengelola kepemimpinan dayah semenjak kesehatan Abon Abdul Aziz mulai menurun. Di masa kepemimpinan Abu MUDI, dayah tersebut mengalami kemajuan yang pesat. Jumlah pelajar yang menuntut ilmu pada dayah tersebut  semakin bertambah. Para pelajar ini datang dari berbagai daerah baik dari dalam maupun dari luar Provinsi Aceh. Saat ini santriwan dan santriwati dayah MUDI tercatat sebanyak 6000-an, sedangkan dewan guru tercatat sebanyak 1000-an.


Pimpinan Dayah MUDI Mesjid Raya dari masa ke masa


1. Tgk. Syiek Tanjongan H. Ahmad Syihabuddin bin Idris (1920-1927)

2. Tgk. Abi H. Hanafiah bin Abbas (1927-1958)

3. Abon  Samalanga H. Abdul `Aziz bin M. Shaleh (1958 -1989)

4. Abu Syekh H. Hasanoel Bashry bin H. Gadeng (1989-sekarang)


Kondisi Lingkungan Sosial Dayah


Dayah MUDI  Mesjid  Raya  Samalanga  terletak  di kawasan  yang  cukup strategis.  Keberadaannya  tidak  terlalu  dekat dengan keramaian kota, sehingga suasana belajar di pondok pesantren tidak terganggu dengan kesibukan aktivitas kota. Persisnya MUDI Mesjid Raya terletak di jalan Iskandar Muda, Gampong Mideun Jok KM. 1,5 dan berjarak dua kilometer dari pusat kota Samalanga. Di Samalanga sendiri juga terdapat banyak dayah lain, karena demikian Samalanga dinamakan kota santri.

Adanya mesjid di tengah-tengah dayah sangat membantu proses ibadah dan kegiatan belajar santri sehari-hari. Di samping untuk sarana belajar dan ibadah mesjid juga dipergunakan untuk acara perayaan hari-hari besar Islam seperti Zikir Maulid, Isra’ Mi’raj, Daurah Keilmuan dan berbagai acara keislaman lainnya.


Visi, Misi dan Tujuan


Visi


Melahirkan ulama dan intelektual berlandaskan panca jiwa yang menjadi ruhul ma‘had, yaitu keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhwah islamiyah dan kebebasan.


Misi


1. Menyelenggarakan pendidikan yang berlandaskan akidah ahlussunnah wal jamaah dan ibadah berdasarkan Fikih Syafi‘iyah

2. Mendidik dan membina keshalihan santri dan ummat melalui iman, ilmu, amal dan dakwah bil hikmah wa al-maw‘idhat al-hasanah.

3. Menguatkan, memelihara, dan menjaga nilai-nilai Islam sesuai dengan pemahaman para ulama salaf al-shalih.

4. Mencetak generasi umat yang mandiri dan mampu berkarya dalam bingkai Islam, iman dan ihsan.


Tujuan


Pendidikan dan pengajaran di LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga ditujukan ke arah pembentukan sumber daya manusia yang berakhlak mulia, berpengetahuan luas dalam bidang agama khususnya dan pengetahuan lain pada umumnya, ikhlas dalam mengabdi kepada masyarakat, punya solidaritas tinggi dan karakter yang kuat, moderat, menghargai perbedaan dan cinta tanah air. Peserta didik diharapkan tumbuh menjadi manusia berwawasan keagamaan yang universal dan merata, agar berkemampuan tinggi dalam menghadapi kehidupan masyarakat modern dan terbentengi dari akidah yang menyimpang, pengaruh westernisasi dan sekulerisme budaya asing. Demikian juga pendidikan dan pengajarannya senantiasa diarahkan untuk berperan aktif membina keteguhan, kerukunan, sosial, keimanan dan berjihad di jalan Allah dengan berlandaskan pada al-Quran dan Sunnah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.


Pendidikan Yang Diselenggarakan


Ada beberapa jenis pendidikan yang diselenggarakan oleh Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, yaitu:


1. Pendidikan dayah salafi, Pada Jenjang ini para santri  fokus kepada Tafaqquhfiddin, tahapan  ini dimulai semenjak kelas isti'dadi hingga kelas tujuh.


2. Mu’adalah Wustha, jenjang ini dikhususkan kepada santri MUDI yang masuk ke dayah dengan ijazah SD/MIN/sederajat. Lama waktu yang ditempuh adalah 3 tahun dan kurikulum yang dipelajari adalah kurikulum dayah yang dikombinasikan dengan kurikulum wajib dari Direktorat Jenderal Pendidikan agar mendapat legalitas dari pemerintah.


3. Mu’adalah Ulya, Jenjang ini dikhususkan bagi santri yang masuk ke dayah MUDI dengan ijazah SMP/MTS/Sederajat. Kurikulum yang dipelajari adalah kurikulum dayah dan kurikulum wajib dari Direktorat Jenderal Pendidikan sama seperti Mu’adalah Wustha, agar mendapat legalitas dari pemerintah dan bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya sesuai minat para santri.


4. Ma’had Aly Marhalah Ula (M1). Jenjang ini dikhususkan kepada para santri lulusan Mu’adalah Ulya dayah MUDI. Ma’had Aly adalah lembaga perguruan tinggi khas pesantren yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat spesifik (takhasus) di dalam mengkaji keilmuan Islam. Diharapkan para lulusan Ma'had Aly menjadi kader-kader yang mumpuni dalam keagamaan Islam. Takhasus di Ma’had Aly MUDI adalah Fiqh wa Ushuluh.


5. Ma’had Aly Marhalah Tsaniyyah (M2). Jenjang ini ditujukan kepada lulusan M1 Mahad Aly dan S1 Lulusan PTKI yang fokus di bidang tafaqquhfiddin. Pemilihan rumpun ilmu fiqh wa ushuluh dengan distingsi fiqh al-nazhair wa tathbiquh merupakan program lanjutan dan pengembangan dari Ma`had Aly Marhalah Ula (M1).


6. TPA Muhazzabul Akhlak Al-Aziziyah. TPA ini menyelenggarakan pendidikan agama bagi anak-anak pada waktu sore hari. TPA ini dikhususkan kepada beberapa desa yang ada di seputar dayah. Tenaga pengajarnya adalah dewan guru terpilih setelah dilakukan seleksi.


7. Institut Agama Islam Al-Aziziyah (IAIA), salah satu jenjang pendidikan yang juga  berada di bawah al-Aziziyah. Di IAIA menerima mahasiswa yang juga santri MUDI atau santri dayah lain di sekitar kampus berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku. Untuk santri MUDI khususnya baru bisa masuk ke IAIA setelah menempuh pendidikan di dayah selama 3 tahun (memasuki kelas 4), dan dibenarkan mendaftar dengan ijazah mu'adalah atau ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA)/ setingkat.