Manuskrip Abon Abdul Aziz. |
Dari manuskrip ini terlihat bahwa dayah Darussalam Labuhan Haji saat itu memiliki satu majelis fatwa yang bernama Majelis Safinatus Salamah Wannajah yang disingkat dengan Sasawan. Beberapa ulama yang aktif berkoresponden dengan majelis Sasawan tersebut antara lain Syeikh H. Hanafiah (Tgk. Abi), Syeikh Shufi Muhammad Ali Ie Rhob, Syeikh Muhammad Shaleh Jeunieb, Syeikh Ahmad Thayib Samalanga, Syeikh Jalaluddin bin Hanafiyah. Sedangkan beberapa nama yang berada di balik Sasawan saat itu adalah Tgk. Yusuf Alami, Ahmad Dimyathy Anwar, Tgk. Abdul Aziz Samalanga. Dari situ lah Abon Abdul Aziz bisa mengumpulkan surat-surat tersebut untuk disimpan sebagai catatan pribadi.
Surat menyurat yang berlangsung selama tahun 1950-an tersebut dilakukan dalam Bahasa Arab dan juga Bahasa Jawi. Surat dari pihak Labuhan Haji, ada yang ditulis oleh Abuya sendiri dan ada yang yang ditulis oleh murid beliau untuk kemudian mendapat pengesahan dari Abuya Muda Wali.
Selain berisi surat menyurat Abuya dan Majlis Sasawan dengan para ulama lain, manuskrip tersebut juga memuat beberapa risalah-risalah kecil dengan tema khusus seperti masalah kenduri di hari kematian, zikir berjamaah di dalam masjid, perayaan maulid, pengucapan lafadh 'ushalli' dalam shalat, taqlid dan bermazhab, ziarah kubur dan beberapa masalah lain yang saat itu mendapat serangan dan vonis sebagai amalan sesat dan bid`ah oleh Wahabi. Risalah tersebut ada yang merupakan tulisan Abuya dan juga tulisan Abon Abdul Aziz sendiri.
Anggota LBM mengetik kembali manuskrip Abon. |
Tim LBM berencana untuk bisa menyelesaikan Tahqiq manuskrip ini sebelum acara Haul Abon ke-25 beberapa bulan ke depan. Rencananya hasil tahqiq ini akan dicetak dalam bentuk kitab agar dapat dibaca oleh kalangan santri dan juga masyarakat umum lainnya.
Ass. Wr. Wb.
ReplyDeleteAdanya perbedaan dalam Islam, sebenarnya tidak perlu dipertajam. Sebab dengan memperuncing perbedaan itu tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi ketidak samaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ? Hanya semoga saja jika pengomporan dari dalam, hal itu bukan kesengajaan. Kalau tidak, akhirnya perpecahan yang terjadi.
Apabila perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar. Sungguh berat memang.
Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %.
Terhadap angka itu Anda ikut berperan, dan harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Astaghfirullah.
Wass. Wr. Wb.
hmjn wan@gmail.com