Oleh: Tgk. M. Iqbal Jalil

Ribuan warga Banda Aceh memenuhi Mesjid Raya Baiturrahman untuk mengikuti pengajian Tasawuf, Tauhid dan Fiqih (Tastafi) setiap malam Sabtu awal bulan. Pengajian yang diasuh oleh salah seorang Ulama Kharismatik Aceh, Al-Fadhil Syekh Abu MUDI ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat kota Banda Aceh. Sebelumnya, pengajian ini diadakan di Meunasah Al-latief Kampong Baro, tepat di belakang Mesjid Raya Baiturrahman. Namun mengingat jumlah jamaah pengajian yang semakin meningkat, tempat ini tidak muat lagi menampung jamaah dan terpaksa harus dipindahkan ke Mesjid Raya Baiturrahman. Pemindahan lokasi ini membuat pengajian Tastafi semakin mudah terjangkau dan semakin ramai jamaahnya.

Namun demikian, tentunya kita tidak boleh melupakan sosok yang merintis adanya pengajian Tastafi di Kota Banda Aceh ini. Berkat kegigihan, semangat, dan keikhlasannya, warga Banda Aceh mendapatkan satu wadah untuk menambah khazanah keilmuan dan tempat mencari solusi dari berbagai problematika yang muncul di tengah-tengah umat Islam. Setelah sekian lama masyarakat menunggu adanya pengajian secara reguler dari Ulama dayah Aceh di Mesjid Raya Baiturrahman, baru kali ini pengajian ini terwujud.

Tgk. Marwan Yusuf (kedua dari kanan), bersama jamaah Pengajian Tastafi.
Barangkali banyak di antara kita yang menyangka bahwa pengajian Tastafi di Banda Aceh dirintis oleh seorang pengusaha yang memiliki kemapanan finansial atau seorang alumni dayah yang telah memiliki pengaruh di kalangan pemerintahan. Anggapan seperti itu wajar-wajar saja, mengingat usaha ini bukan perkara yang mudah karena harus menghadapi berbagai kendala dan kesiapan dari berbagai segi. Akan tetapi anggapan ini ternyata salah, pengajian Tastafi dirintis oleh seorang pemuda yang sederhana yang pekerjaan sehari-harinya sebagai seorang penjahit di kawasan kampong baru Banda Aceh. Beliau adalah Tgk Marwan Yusuf, pria kelahiran Luengputu 1979 yang telah menetap di Banda Aceh semenjak tahun 1996.

Pada tahun 2011, Tgk Marwan ditunjuk sebagai pengurus meunasah kota oleh para pedagang di kawasan kampong baru. Pada saat itu ia langsung melakukan berbagai terobosan dengan mengaktifkan majelis ta’lim, pengajian Alquran, TPA dan program keagamaan lainnya. Kemudian pada tahun 2013, ia mengajak beberapa orang pemuda dan pedagang di kawasan Kampung Baru untuk mengundang Abu MUDI ke Banda Aceh dalam rangka pengajian Tastafi.

Saat itu, ide Tgk Marwan secara spontanitas disambut gembira oleh berbagai kalangan di Banda Aceh karena sebenarnya juga merindukan adanya pengajian ini, namun tidak ada pihak yang memprakarsainya. Tgk Marwan bersama beberapa pemuda lainnya mulai mencari donasi dari para pedagang dan berbagai kalangan sekaligus mempublikasi pengajian ini lewat jejaring sosial, surat kabar, dan spanduk. Akhirnya pengajian perdana di Meunasah Al-latief berjalan lancar.

Setelah berjalan beberapa bulan, pengajian ini semakin diminati dan Meunasah Al-latief tidak memungkinkan lagi untuk menampung animo warga Banda Aceh yang ingin mengikuti pengajian secara langsung kepada Abu MUDI yang juga Ketua HUDA saat ini. Oleh karena itu, pihak panitia mencari tempat alternatif lain yaitu Mesjid Raya Baiturrahman. Tentu saja, hal ini disambut gembira oleh berbagai kalangan termasuk Pemerintah Aceh. “Ini adalah momentum untuk memperbaiki moralitas bangsa”. kata Wagub Aceh saat pengajian Tastafi perdana di Mesjid Raya.

Demikianlah awal mula adanya pengajian Tastafi di Mesjid Raya yang diprakarsai oleh sosok sederhana. Semoga saja hal ini dapat menginspirasi generasi muda untuk memiliki semangat dan keyakinan yang tinggi dalam berkarya. Pekerjaan besar tidak mesti dikerjakan oleh tokoh-tokoh besar, tetapi hal itu dapat saja muncul dari sosok sederhana tapi memiliki visi yang besar dan keyakinan yang tinggi. Perlu disadari, dakwah tidak mesti dengan berceramah, memfasilitasi atau memberikan donasi untuk kelancaran kegiatan dakwah juga bagian dari dakwah itu sendiri. Semoga saja kita menjadi bagian dari pelaku kebaikan sesuai kapasitas masing-masing.