Oleh: Tgk. H. Muhammad Iqbal Jalil, S.HI.
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar klaim bid’ah (bid’ah sayyiah) atau syirik yang dilontarkan oleh sebagian kalangan terhadap beberapa amalan yang terjadi turun temurun dalam kalangan masyarakat. Salah satu dari amalan atau tradisi yang dikontroversikan saat ini adalah peusijuek atau tepung tawar. Padahal, Ulama Ahlussunnah sejak dulu tidak ada yang mempermasalahkannya. Tentu saja, ini semua didasari oleh verifikasi yang mendalam dan konprehensif terhadap dalil-lalil hingga mereka mendapatkan satu konklusi bahwa peusijuek memiliki tendensi hukum dan legalitas dalam Islam.
Prosesi peusijuek sebenarnya telah terlebih dahulu dilakukan oleh rasulullah SAW saat menikahkan putrinya Sayyidah Fathimah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Pada saat itu Rasulullah memercikkan air kepada keduanya dengan harapan keluarga
mereka diberikan keteduhan oleh Allah sebagaimana dinginnya air. Ini adalah satu metode berdoa yang diajarkan oleh Rasulullah yaitu do’a yang diekspresikan dalam lisanul hal.
Kalau memang peusijuek dengan memercikkan air memiliki tendensi hukum dan legalitas syara’, lalu bagaimana dengan prosesi peusijuek yang berkembang di tengah masyarakat dengan tambahan berbagai jenis tanaman dan dedaunan? Apa hal seperti ini juga dibolehkan? Bukankah ini termasuk menambah-nambah dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Bukankah hal seperti ini termasuk syirik.
Nah, sebelum terlebih jauh berkesimpulan terhadap suatu hal, tentu saja kita mesti mengerti defenisinya masing-masing. Perlu diketahui, perkara baru (bid’ah) bukanlah hukum, akan tetapi ia adalah objek hukum yang perlu ditelaah secara mendalam apa tergolong dalam perkara haram, sunat, mubah, makruh atau haram. Suatu perkara baru baru dikatakan haram (bid’ah munkarah) seandainya ia tidak pernah ada pada masa Nabi, masa Sahabat baik secara khusus maupun secara umum. Kenduri blang misalnya saat hendak mulai bercocok tanam di sawah tidak ada pada masa Rasulullah SAW, akan tetapi amalan ini mengandung dalil umum berupa anjuran bersedekah untuk menolak bala, maka kenduri seperti ini meskipun perkara baru, ia tidak tergolong bid’ah yang mungkarah, tetapi termasuk bid’ah hasahah atau perkara baru yang dianjurkan.
Dalam hal peusijuek dengan tambahan berbagai jenis tanaman yang bervariasi dan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya memang tidak dilakukan oleh Rasulullah, apalagi sebagian dari tanaman itu hanya ada di Aceh. Namun, tujuan dari penambahan tanaman itu sebenarnya adalah tafaul (mengharap nilai kebagiakan yang ada pada suatu hal) memiliki substansi yang sama dengan peusijuek Rasulullah yang bertafaul pada air.
Daun sedingin dimaksudkan agar Allah memberi keteduhan. Naleung Sumbo dimaksudkan agar Allah memberi kemudahan rezeki dan perkara-perkara lain yang semuanya dimaksudkan sebagai tafaul (mengharapkan kebaikan). Mengekspresikan do’a dengan lisanul hal atau perbuatan dengan cara bertafaul seperti ini mendapat contoh dari Rasulullah SAW.
Coba perhatikan, dalam shalat istisqa’ Rasulullah memalingkan rida’nya dengan maksud agar Allah merubah keadaaan kemarau menjadi musim hujan sebagaimana rida’ yang terbalik. Dalam memasak daging aqiqah, disunatkan untuk tidak memecahkan tulangnya sebagai tafaul untuk keselamatan anggota tubuh anaknya. Begitu juga dengan pemberian nama, disunatkan memberikan nama yang baik untuk anak sebagai tafaul agar ia memiliki sifat yang baik sesuai dengan yang ada pada namanya. Dan banyak contoh lain dimana tafaul atau doa dalam bentuk lisanul hal adalah suatu yang dianjurkan. Dengan demikian, membid’ahkan peusijuek adalah suatu hal yang keliru karena peusijuek adalah ekspresi doa dengan lisanul hal yang mendapat legitimasi dan anjuran Rasulullah SAW.
Lalu apa itu syirik? Syirik adalah anggapan bahwa ada suatu perkara lain yang memiliki kekuatan sama seperti kekuatan Allah. Kalau sandainya ada yang beranggapan bahwa, sesuatu yang dipeusijuek pasti akan selamat walau Allah menakdirkan sebaliknya, ini baru syirik. Tidak hanya peusijuek, makan atau berobat pun juga seperti itu. Bila ada yang beranggapan bahwa dengan makan pasti kenyang dan berobat pasti sembuh walau Allah tidak menakdirkannya, ini juga syirik. Jadi kalau pun ada anggapan seperti ini dari sebagian orang, maka hal itu tidak dapat menjadi barometer untuk mengambil keputusan hukum karena itu menyangkut dengan individual dan subjektif.
Kesimpulannya, peusijuek adalah suatu hal yang dibolehkan dan dianjurkan dalam agama karena pada hakikatnya peusijuek adalah doa yang diekspresikan dengan perbuatan atau lisanul hal. Penambahan jenis tanaman dalam prosesi peusijuek dimaksudkan sebagai tafaul untuk mengharapkan nilai kebaikan yang ada pada suatu benda. Bertafaul atau mengambil sempena adalah sesuatu yang juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Seharusnya, sikap membid’ahkan seperti ini perlu dihindari, apalagi hal itu dilontarkan secara emosional tanpa verikasi yang komprehensif dan analisa yang mendalam terhadap dalil sebelum mengambil sebuah konklusi. Wallahu A’lam!
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar klaim bid’ah (bid’ah sayyiah) atau syirik yang dilontarkan oleh sebagian kalangan terhadap beberapa amalan yang terjadi turun temurun dalam kalangan masyarakat. Salah satu dari amalan atau tradisi yang dikontroversikan saat ini adalah peusijuek atau tepung tawar. Padahal, Ulama Ahlussunnah sejak dulu tidak ada yang mempermasalahkannya. Tentu saja, ini semua didasari oleh verifikasi yang mendalam dan konprehensif terhadap dalil-lalil hingga mereka mendapatkan satu konklusi bahwa peusijuek memiliki tendensi hukum dan legalitas dalam Islam.
Prosesi peusijuek sebenarnya telah terlebih dahulu dilakukan oleh rasulullah SAW saat menikahkan putrinya Sayyidah Fathimah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Pada saat itu Rasulullah memercikkan air kepada keduanya dengan harapan keluarga
mereka diberikan keteduhan oleh Allah sebagaimana dinginnya air. Ini adalah satu metode berdoa yang diajarkan oleh Rasulullah yaitu do’a yang diekspresikan dalam lisanul hal.
Kalau memang peusijuek dengan memercikkan air memiliki tendensi hukum dan legalitas syara’, lalu bagaimana dengan prosesi peusijuek yang berkembang di tengah masyarakat dengan tambahan berbagai jenis tanaman dan dedaunan? Apa hal seperti ini juga dibolehkan? Bukankah ini termasuk menambah-nambah dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Bukankah hal seperti ini termasuk syirik.
Nah, sebelum terlebih jauh berkesimpulan terhadap suatu hal, tentu saja kita mesti mengerti defenisinya masing-masing. Perlu diketahui, perkara baru (bid’ah) bukanlah hukum, akan tetapi ia adalah objek hukum yang perlu ditelaah secara mendalam apa tergolong dalam perkara haram, sunat, mubah, makruh atau haram. Suatu perkara baru baru dikatakan haram (bid’ah munkarah) seandainya ia tidak pernah ada pada masa Nabi, masa Sahabat baik secara khusus maupun secara umum. Kenduri blang misalnya saat hendak mulai bercocok tanam di sawah tidak ada pada masa Rasulullah SAW, akan tetapi amalan ini mengandung dalil umum berupa anjuran bersedekah untuk menolak bala, maka kenduri seperti ini meskipun perkara baru, ia tidak tergolong bid’ah yang mungkarah, tetapi termasuk bid’ah hasahah atau perkara baru yang dianjurkan.
Dalam hal peusijuek dengan tambahan berbagai jenis tanaman yang bervariasi dan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya memang tidak dilakukan oleh Rasulullah, apalagi sebagian dari tanaman itu hanya ada di Aceh. Namun, tujuan dari penambahan tanaman itu sebenarnya adalah tafaul (mengharap nilai kebagiakan yang ada pada suatu hal) memiliki substansi yang sama dengan peusijuek Rasulullah yang bertafaul pada air.
Daun sedingin dimaksudkan agar Allah memberi keteduhan. Naleung Sumbo dimaksudkan agar Allah memberi kemudahan rezeki dan perkara-perkara lain yang semuanya dimaksudkan sebagai tafaul (mengharapkan kebaikan). Mengekspresikan do’a dengan lisanul hal atau perbuatan dengan cara bertafaul seperti ini mendapat contoh dari Rasulullah SAW.
Coba perhatikan, dalam shalat istisqa’ Rasulullah memalingkan rida’nya dengan maksud agar Allah merubah keadaaan kemarau menjadi musim hujan sebagaimana rida’ yang terbalik. Dalam memasak daging aqiqah, disunatkan untuk tidak memecahkan tulangnya sebagai tafaul untuk keselamatan anggota tubuh anaknya. Begitu juga dengan pemberian nama, disunatkan memberikan nama yang baik untuk anak sebagai tafaul agar ia memiliki sifat yang baik sesuai dengan yang ada pada namanya. Dan banyak contoh lain dimana tafaul atau doa dalam bentuk lisanul hal adalah suatu yang dianjurkan. Dengan demikian, membid’ahkan peusijuek adalah suatu hal yang keliru karena peusijuek adalah ekspresi doa dengan lisanul hal yang mendapat legitimasi dan anjuran Rasulullah SAW.
Lalu apa itu syirik? Syirik adalah anggapan bahwa ada suatu perkara lain yang memiliki kekuatan sama seperti kekuatan Allah. Kalau sandainya ada yang beranggapan bahwa, sesuatu yang dipeusijuek pasti akan selamat walau Allah menakdirkan sebaliknya, ini baru syirik. Tidak hanya peusijuek, makan atau berobat pun juga seperti itu. Bila ada yang beranggapan bahwa dengan makan pasti kenyang dan berobat pasti sembuh walau Allah tidak menakdirkannya, ini juga syirik. Jadi kalau pun ada anggapan seperti ini dari sebagian orang, maka hal itu tidak dapat menjadi barometer untuk mengambil keputusan hukum karena itu menyangkut dengan individual dan subjektif.
Kesimpulannya, peusijuek adalah suatu hal yang dibolehkan dan dianjurkan dalam agama karena pada hakikatnya peusijuek adalah doa yang diekspresikan dengan perbuatan atau lisanul hal. Penambahan jenis tanaman dalam prosesi peusijuek dimaksudkan sebagai tafaul untuk mengharapkan nilai kebaikan yang ada pada suatu benda. Bertafaul atau mengambil sempena adalah sesuatu yang juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Seharusnya, sikap membid’ahkan seperti ini perlu dihindari, apalagi hal itu dilontarkan secara emosional tanpa verikasi yang komprehensif dan analisa yang mendalam terhadap dalil sebelum mengambil sebuah konklusi. Wallahu A’lam!
Alhamdulillah sangat bermanfaat atas artikelnya,,
ReplyDeleteBelum lengkap tanpa disertai dengan doa-doa yang dibaca saat pelaksanaan pesijuek ........
ReplyDelete