mudimesra.com | Sejak tiba di Kepulauan Mentawai pada awal bulan ini, kami dari tim da'i Hamas MUDI Mesjid Raya Samalanga bersama dengan para penda'i dari organisasi lainnya di Indonesia telah berpindah-pindah dari satu titik dakwah ke titik lainnya.

Lokasi pertama adalah Dusun Taileleu di mana Tgk. Zarkasyi ditugaskan berdakwah. Keberhasilan beliau patut diacungi cempol karena selain bisa menarik tokoh masyarakat untuk mengkuti manhaj yang benar, Tgk. Zarkasyi juga telah meyakinkan beberapa orangtua untuk memondokkan anaknya ke Dayah MUDI.

Kendala yang dihadapi di dusun ini adalah pengurus masjid yang sepertinya berpaham Salafi (Wahabi) dilihat dari kitab-kitab murajaahnya serta watak keras mereka yang tidak mau kompromi mengenai cara ibadah yang mereka praktekkan di mana shalat sunat dilaksanakan empat rakaat dengan sekali salam yang sudah berlangsung sangat lama. 

Walaupun hampir semua masyarakat sudah tahu tentang penjelasan itu, lebih-lebih setelah Tgk. Zarkasyi menjelaskan dan memaparkan dalil sehingga sempat terdengar suara suara sumbang yang kurang baik dari masyarakat untuk imam masjid di sana, termasuk Pak Rustam salah satu warga Padang yang mengaji di Labuhan Haji yang tak pernah ke masjid selama masih berlaku kesalahan di masjid.

“Kalau mau olahraga mending saya di rumah saja shalat sama istri dan anak-anak saya," ketus Pak Rustam.
[post_ad]
Berlajut ke Dusun Peipei, saya merasa sangat bahagia dipertemukan dengan Ustad Rafik Hidayat dari Merauke, dua dai dari ujung Indonesia dipertemukan di Mentawai, dua dai dari Muhammadiah dan NU bekerjasama menghidupkan masjid di Dusun Peipei. Namun sangat disayangkan jumlah muallaf dan Muslim yang hanya berkisar 25 KK membuat masjid sepi di siang harinya sehingga kami hanya bisa berinteraksi dengan Muslim di sana saat shalat Tarawih saja. Kebanyakan warga Muslim adalah pendatang dari Padang dan Sumatra Utara.

Setelah dari Peipei, kami sendiri sempat berkunjung ke Gotab di mana Tgk. Jalaluddin ditugaskan. Beliau di sana ditemani dai dari Ar Rayyah dan Abu Faiz YMPM. Keakraban Tgk. Jalaluddin dengan masyarakat dapat dilihat dari manjanya anak-anak dengannya, juga saina saina [bahasa Mentawai untuk perempuan] yang tak mau ditinggal Tgk. Jalaluddin di saat kami meminta beliau untuk menemani kami menuju tempat dakwah selanjutnya.

Beranjak ke Saliguma kami dibuat terharu oleh sepak terjang dai di sana, Ustad Dikki dari Sukabumi Ar Rayyah yang berpaham Assyafii dan Mathuridy membuat non Muslim betah berlama-lama di masjid, bahkan seringkali non muslim memberikan bekal bukaan seperti ikan, udang, kelapa, sayur mayur untuk dimasak oleh para dai di sana.

Satu hal yang cukup disayangkan adalah Mentawai telah menjadi santapan empuk aliran sesat Baha’i, misionaris Kristen, dan aliran sesat lainnya. Hal ini dikarenakan dai yang datang dari seluruh Indonesia setiap tahunnya berbeda beda mazhab dan manhaj.

Ada seorang anak Mentawai yang setelah saya putarkan video profil Dayah MUDI ke orangtuanya merasa tertarik untuk mengaji ke Aceh, namun ayahnya tak bisa berharap banyak dikarenakan kesulitan ekonomi.

Kami merasa sangat miris melihat kondisi masyarakat Islam di Bumi Sikerei, pendidikan yang kami ajarkan benar-benar merupakan Islam yang mendasar, hal ini menunjukkan bahwa sangat banyak orang tua terlebih anak-anak yang tidak memahami Islam. Walaupun orang Mentawai terkenal sangat menjaga adat, dengan tipisnya pengetahuan agama dikhawatirkan mereka bisa murtad kapan saja mereka mau, lalu masuk Islam kapan saja mereka suka. (abi_yoes)