mudimesra.com | Pada Pengajian Syarah Al-Hikam hari ke-4, Abi melanjutkan pelajaran pada hari sebelumnya mengenai hikmah kedua dalam Kitab Al-Hikam yaitu mengenai tingkatan Mutasabbib dan Mutajarrid dalam pandangan Tasawuf.
Setelah membahas secara detail kelanjutan hikmah kedua, pengajian pada Kamis subuh berlanjut dengan hikmah ke-3 yaitu tentang 'Himmah yang kuat tidak dapat merobek dinding takdir'. Tentu saja hikmah ini yang dimaksudkan adalah untuk Qadha Mubram yang dalam pandangan Ahlussunah memang tidak dapat lagi diubah, berbeda halnya untuk Qadha Mu'allaq yang masih dapat diubah.
[post_ad]
Hikmah selanjutnya adalah tentang tidak perlunya kita menyibukkan diri untuk mengatur segala aspek dalam kehidupan kita, kita diajarkan untuk menyerahkan segalanya kepada Allah, janganlah kita sibuk memprogam hal duniawi (التدبير) karena setiap urusan duniawi itu sudah ada jaminan dari Allah, akan
tetapi tidak semua nya tadbir itu tercela karena ada juga tadbir yang tidak dilarang seperti merencanakan hal-hal yang bersifat
ibadah di mana ia senada dengan hadis نية المؤمن خير من عمله,
yang menurut penafsiran Ibnu Hajar Asqalani dalam Fathul Bari berarti memandang
niat terlebih bagus daripada amal dikarenakan niat tersebut lebih berat
ketimbang amal.
Ada juga tadbir ibahah seperti merencanakan hal-hal yang bersifat duniawi tapi dibarengi dengan tafwid. Pernyataan ini senada dengan المعيشة نصف التدبير, artinya perencanaan itu setengah daripada kehidupan. Dalam hal ini kita tidak boleh langsung kita sandarkan kepada Allah jika memang sesuatu itu belum terjadi, karena kita sebagai hamba diberi suatu sifat yang dinamakan dengan sifat ikhtiary, namun terhadap apa yang akan kita lakukan tidak luput dengan apa yang telah ada dalam ’ilmu Allah.
Ada juga tadbir ibahah seperti merencanakan hal-hal yang bersifat duniawi tapi dibarengi dengan tafwid. Pernyataan ini senada dengan المعيشة نصف التدبير, artinya perencanaan itu setengah daripada kehidupan. Dalam hal ini kita tidak boleh langsung kita sandarkan kepada Allah jika memang sesuatu itu belum terjadi, karena kita sebagai hamba diberi suatu sifat yang dinamakan dengan sifat ikhtiary, namun terhadap apa yang akan kita lakukan tidak luput dengan apa yang telah ada dalam ’ilmu Allah.
Kita ketahui bahwa Allah tidak mentakdirkan sesuatu kepada hambanya melainkan hal yang berdampak positif, tetapi bilamana ada juga hamba-hamba yang kita lihat melakuka hal-hal yang berbaur negatif, apakah itu takdir Allah yang buruk terhadap hambanya? Tidak, melainkan hambanya sendiri yang telah lalai dalam mempergunakan ikhtiarinya, yang namun walaupun itu dampak buruk, tapi begitulah yang sudah tertera dalam ’ilmu Allah, bukan Allah yang mentakdirkannya seperti itu.
Wallahu a’lam bish-shawabi.
Ikuti kembali pengajian Syarah Al-Hikam Hari ke-4 Ramadhan 1437 H.
Jangan lupa untuk terus mengikuti Pengajian Syarah Al-Hikam bersama Abi MUDI selama bulan Ramadhan, setiap harinya pada pukul 06:00 WIB secara langsung di Livestream pada link berikut:
Download file PDF kitab nya juga supaya bisa ikutan nyimak.
No comments:
Post a Comment