mudimesra.com | Ustaz Abdul Somad Lc. MA tiba di Dayah MUDI Mesjid Raya ba'da Zuhur pada Selasa sore (3/7/2018) yang disambut hangat oleh Abiya H. Muhammad Baidhawi dan seluruh santri diiringi pembacaan shalawat dan Hadrah. 

Setelah mengisi Tabligh Akbar di Lapangan Bola Samalanga ba'da Ashar beliau kembali ke Dayah MUDI sambil melihat-lihat langsung aktivitas santri di dalam komplek dayah. Ustaz Abdul Somad bersama rombongan juga sempat berziarah di makam Abon Abdul Aziz yang merupakan pimpinan dayah sebelum Abu MUDI.

Malam harinya, ba'da Shalat Isya beliau menyampaikan Tabligh Akbar dengan tema "Tafaqquh Fiddin Meneguhkan Implementasi al-Ilmu lil Amal Duniawi-Ukhrawi". Bisa bertatap muka langsung dengan Ustaz Abdul Somad merupakan hal yang menggembirakan bagi kami para santri. 

Beliau adalah seorang pemuda yang sederhana yang akhirnya menemukan harapannya dengan memantapkan diri pada dua hal ketika di Mesir yaitu bertahan dan berjuang. Maka lihatlah, Ustaz Abdul Somad kini telah dikenal banyak orang dengan dakwahnya yang selalu berhasil menyihir semua penonton. 

Ada banyak hal yang beliau sampaikan pada kesempatan tersebut. Semuanya kembali pada satu intisari yaitu belajar walau apapun rintangannya. Ini merupakan hal yang sangat berhasil memikat hati para santri karena para pelajar memang sangat butuh pengalaman seseorang untuk menjadi cahaya yang akan membuatnya memilih pilihan yang terbaik di kala belajar. Selain itu, pelajar juga sangat butuh motivasi dan inovasi serta semangat-semangat baru dan Ustaz Abdul Somad sudah sangat berpengalaman dengan tiga hal tersebut.

Hal ini terbukti dari kisah haru dan pilu yang beliau lalui di kala proses belajarnya di luar negeri yang penuh rintangan. Beliau bercerita, bahwa "Belajar itu sulit. Kita bisa mempelajari sesuatu lebih cepat dan lebih hebat seringkali karna keterpaksaan." Ya, beliau berhasil seperti ini karena dipaksa oleh hambatan dan rintangan. Ternyata beban hidup ini bukanlah hanya membekas kesakitan, tapi bila kita mau bertahan dan tetap berjuang pasti kita akan berhasil. Segala rintangan belajar sejatinya adalah batu-batu yang membuat kita sadar bahwa sesuatu yang berharga tidak akan didapatkan dengan mudah agar kita sangat menghargai di kala mendapatkannya.

Hal ini mengajak kita untuk belajar beramal dengan segala pengetahuan yang kita dapatkan sebagai rasa syukur bahwa pengetahuan yang selama ini sangat sulit dicari dengan menanggung banyak penderitaan maka penderitaan itu mengajarkan kita untuk tidak melupakan kerja keras dan jangan melupakan siapa saja sahabat yang bersama kita kala itu.

Di sela-sela beliau menceritakan kisah belajarnya di Mesir dan Maroko, beliau berkata "Orang-orang seringkali melihat hasil yang telah dicapai, tanpa pernah menghargai proses perjuangannya."
Beliau menceritakan bahwa untuk pergi ke Mesir itu, bukanlah pilihannya sendiri, melainkan pilihan itu adalah satu pilihan dari ribuan pengalaman orang-orang. Pilihan yang berat kalau diputuskan bersama-sama, maka pilihan itu tak terlalu menyisakan rasa bersalah kalau salah dipilih, dan akan menanamkan rasa syukur dan ikatan kasih sayang kepada mereka yang pernah memberi bantuannya bila pilihan itu pada akhirnya menjadi yang terbaik.

Tak hanya kisah perjuangan beliau di Mesir dan Maroko yang berhasil menghipnotis para penonton, malah ada kisah yang lebih menyentuh lagi terutuma bagi para santri.

Belajar di Pesantren
Dimulai dari air yang sangat dingin di kala pagi hari yang akhirnya beliau teringat satu tempat di mana dulu pernah terukir banyak  cerita di dalamnya. Cerita dan pengalaman yang berhasil membuatnya menangis hingga mata memerah.

Tak banyak yang bisa kami ceritakan kembali, tapi inti dari cerita yang beliau sampaikan itu, yang berhasil menyihir dan menyentuh hati-hati para santri, sedikitnya seperti ini.

"Ada banyak kenangan bahkan saat telah lama berlalunya waktu dan harus kembali lagi ke tempat yang dulunya pernah kita tempati, disitu kita akan menangis. Tentu karna telah ada banyak hal yang kita lewati, di mana momen indah dan penuh hikmah pernah terjadi di sana bersama sahabat-sahabat hebat."

Beliau juga mengatakan saat awal tiba di Mesir, "Yang bisa bertahan hidup adalah yang bisa menyesuaikan diri dengan keadaan." Beliau tidak terbiasa dengan makanan Mesir. Tapi, bukan berarti ketidakbiasaan itu adalah masalah yang berarti. Yang penting kita berani menyesuaikan diri dengan keadaan apapun. Tak usah mengeluh dengan apa yang diberikan dan yang diterima, kita hanya perlu mengolahnya menjadi sesuatu yang bisa diterima oleh diri kita sendiri. 

Pertama kali memasuki kelas, saat dosen menyampaikan pelajaran, hanya lafad Assalamualaikum yang beliau pahami. Beliau takut saat itu, sangat takut. Bukankah begitu sulit jika harus belajar tanpa mengerti bahasa yang disampaikan seorang pengajar. Tapi beliau tidak menyerah, malah menjadikan rasa takut itu sebagai alat penunjang belajar. Sebagai semangat yang membangkitkan gairah belajar. Beliau berkata "Kalau masih ada rasa takut di hatimu, jaga dan pegang, karna itu akan membuatmu berhasil."

Kajian Subuh
Kegiatan pokok Ustaz Abdul Somad selanjutnya di Dayah MUDI MESRA adalah "Kajian Subuh" pada pagi hari Rabu (4/7/2018) usai shalat subuh berjamaah yang diikuti oleh seluruh dewan guru dari Dayah MUDI, Dayah Jami'ah, dan Dayah Najmul Hidayah serta seluruh santri dengan tema "Tantangan Dakwah di Era Multimedia".

Pada "Kajian Subuh" ini, Ustadz Abdul Somad memperkenalkan cara membekali diri untuk berdakwah secara lebih mudah menggunakan aplikasi Maktabah Syamilah. Pada aplikasi ini terdapat ribuan kitab apa saja yang dibutuhkan semua orang. Namun, bagi kita mazhab Syafi'i cukup hanya mencari kitab-kitab muktabar yang bermazhab Syafi'i di bidang Fiqih dan seperti Imam al-Junaid dan Imam al-Ghazali dalam bidang Tasawuf, dan Imam al-Maturidi dan Imam al-Asyari dalam bidang Tauhid. Menariknya, pada apilikasi ini dapat memudahkan kita untuk mencari ayat, Hadis, atau matan kitab dengan tanpa mengetahui di kitab mana keberadaannya. Karena pencarian kesemua hal tersebut pada aplikasi ini bisa menggunakan pilihan "Jami'ul kitab" atau "sebagian kitab" yang bisa kita pilih dengan tanda centang.

Hal ini merupakan sesuatu yang hebat dan mungkin tidak semua pribadi santri mengenalnya. Menarik sekali kalau kita berhasil belajar di era multimedia ini dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ditawarkan. Ini merupakan sebuah langkah yang harus ditempuh oleh kalangan pesantren. Jika kita tidak mengambil bagian dakwah dan memperkenalkan keindahan agama Islam pada orang-orang di era multimedia ini dengan memanfaatkan segala alat yang modern, maka sungguh kita telah tertinggal jauh. Dakwah yang kita sampaikan tanpa memanfaatkan kesempatan zaman ini akan berpengaruh pada tidak sampainya dakwah secara menyeluruh dan hampir tidak menyentuh mayoritas masyarakat sama sekali. (fajar_isnaini)

* Penulis adalah santri kelas V Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga