Kemendikbud RI Laksanakan Acara Penguatan Nilai Kebangsaan di Pesantren

mudimesra.com-Abi MUDI pada Senin, 28 Okteber 2019 memberi sambutan dalam acara Penguatan Nilai Kebangsaan di Pesantren yang diselengarakan oleh Direktorat Sejarah Kemendikbud RI bekerja sama dengan Ma’hadal Ulum Diniyya Islamiyah, dan PW Nahdatul Ulama Aceh pada pukul 09.00 WIB di Aula IAIA Al-Aziziyah. Acara dibuka langsung oleh Bapak Agus Widiatmoko dari Kemendikbud RI. Ada tiga agenda yang akan diselengarakan yaitu Seminar Kebangsaan, Perlombaan Essay dalam Bahasa Arab dan Pameran Kesejarahan. 

Abi dalam sambutannya mengucapkan selamat datang kepada Bapak Agus Widiatmoko dan rombongan dari Jakarta ke Pesantren kami di ujung barat Indonesia ini. Terima kasih telah memilih Pesantren MUDI sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan dari 5 Pesantren yang dipilih di seluruh Indonesia.

Abi mengatakan pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan telah lama berjuang melawan penjajah bahkan sebelum TNI dan Polri. Walaupun pada hari ini pendidikan yang diterapkan di tanah air adalah kue-kue dari mereka. Nikmat hidup dalam negara yang aman seperti sekarang ini tentu saja tidak lepas dari jasa dan pengorbanan para ulama, santri selain elemen bangsa lainnya.

Setelah pembukaan, pukul 14.00 WIB diselenggarakan Seminar Penguatan Nilai Kebangsaan di Pesantren dengan tema “Pesantren dan Nilai Kebangsaan: Merawat Ingatan Sejarah Untuk Memperkokoh Keindonesian”.  Acara berlangsung di Mesjid Poeteumeureuhom dan diikuti oleh santri Dayah Mudi dan dayah-dayah sekitar. 

Tema Kebangsaan yang diangkat menghadirkan dua pembicara. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, Ph.D, dan kedua Ayah Sop serta dipandu oleh Dr Muntasir, MA atau yang lebih akrab disapa Ayah Mun.

Sebagai pembicarta pertama pengarang buku Acehnologi itu mengatakan “Bahwa adanya keprihatinan kepada penerus bangsa, kebanyakan dari mereka tidak mengenal diri mereka sendiri, sebab melupakan nilai nilai yang berlaku d imasa dahulu, beliau juga menyebutkan bahwasanya  sistem pendidikan dayah mulai dilirik oleh pemerintah, artinya ada upaya pesantrenisasi pendidikan yang mulai dilakukan. Pesantren memiliki jam belajar full time 24 jam serta lingkungan yang sangat kondusif melahirkan santri yang unggul dan memiliki kesiapan terjun kemasyarakat “

Selanjutnya Ayah Sop mangawali pembicaraan dengan mencerikan sejarah Aceh, “Bahwa ulama pada masa kesultanan adalah representatif dari pada pendidikan dayah, mereka membangun sebuah peradaban yang sempurna. Nilai-nilai agama ditranformasikan kepada berbagai aspek mulai dari politik, ekonomi dan budaya sehingga pesan pesan agama mewarnai segala lini kehidupan.

Konsep Uzlah dan Mukhalatah yang dibangun Imam Ghazali menjadikan para ulama khususnya Aceh kadang menjadi oposisi dan kualisi bagi pemerintah. Jika ulama melihat adanya kemaslahatan umat dan tidak kontradiktif dengan nilai agama maka ulama tanpa diperintahkan akan menjadi kualisi bagi pemerintah. Namun sebaliknya jika tidak ada kebaikan umat dan bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam maka ulama akan bersikap tegas menjadi oposisi. Bukan inklusif, tidak setia atau tidak mau bersaudara, namun hanya menjaga jati diri” kata Ayah sambil tersenyum.(riz.ar)