mudimesra.com-Setelah usai mengkhatam Syamail Muhammadiyah pada Kamis, (7/11/2019) dua hari yang lalu, Abi Zahrul Mubarrak mengasuh ibdak kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam al-Mawafiri/al-Himyari, pada pagi hari Sabtu (9/11/2019) setelah Shalat Subuh Berjamaah. Kitab ini cukup populer dikalangan pelajar sirah/sejarah Nabi Muhammad. Disusun oleh Abdul Malik bin Hisyam al-Mawafiri atau yang sering dikenal dengan Ibnu Hisyam. Tidak ada sumber yang menyebutkan tahun lahir Ibnu Hisyam. Tetapi bisa dipastikan beliau hidup semasa dengan Imam Syafi’i dan sempat bertemu dengan beliau sebelum kemudian wafat pada tahun 213 H.
Dalam ibdaknya Abi menyampaikan bahwa sirah belum dibukukan pada masa sahabat karena mereka hidup dalam masa Rasulullah SAW. Pada masa sahabat, Sirah Nabawiyah diambil dari riwayat-riwayat yang disampaikan secara turun-temurun tanpa ada yang berusaha menyusunnya dalam satu kitab.
Baru pada periode berikutnya, yaitu periode tabi’in, beberapa tabi’in mencoba menyusun buku Sirah Nabawiyah. Penyusunan sirah baru di mulai sejak generasi tabi’in dalam bentuk waraqat (kertas-kertas). Di antara nama-nama tabi’in yang bisa dicatat dalam hal ini ialah Urwah bin Az-Zubair (w. 93 H), Aban bin Utsman bin Affan (w. 105 H), Wahab bin Munabbih (w.110 H) dan beberapa orang lagi yang jumlahnya sedikit. Dan muncul juga penulis Sirah Nabawiyah lain pada era berikutnya, yaitu Muhammad bin Ishaq (w. 151 H). Namun sangat disayangkan, Sirah Nabawiyah yang pernah mereka tulis itu lenyap, dan tidak ada yang tersisa kecuali beberapa bagian yang sempat diriwayatkan.
Yang sempat diabadikan adalah sirah Muhammad bin Ishaq bernama al-Maghazi sebelum hilang sepenuhnya. Ibnu Hisyamlah yang menyempurnakan kitab tersebut dan meringkasnya. Kitab itulah yang ada sekarang, dan terkenal dengan nama Sirah Ibnu Hisyam.
"Jadi pada hakikatnya Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam adalah bentuk duplikatif dari Al-Maghazi lbnu Ishaq dengan berbagai pengurangan pada beberapa tempat dan penambahan pada tempat lainnya" kata Abi.
Dalam ibdak tadi pagi, Abi juga menyampaikan pentingnya mempelajari sirah Nabi. Abi mengutip kata Syeikh Ramadhan Buthi beliau berkata: "Ahammiyah (urgensi) belajar sirah adalah supaya setiap muslim memahami Islam secara utuh yang tercermin dalam kehidupan Nabi". Abi melanjutkan kata Syekh Buthi "Bila dibatasi dalam persoalan sirah, maka bisa ditemukan lima sasaran yang dimaksudkan saat mempelajarinya: Pertama; agar manusia memahami pribadi kenabian Rasulullah SAW melalui segala celah kehidupan dan kondisi yang pernah beliau hadapi, untuk menegaskan bahwa Rasulullah bukan hanya sosok yang terkenal di masyarakat, terapi nyatanya jauh sebelum itu beliau adalah sosok yang didukung oleh wahyu dan taufik Allah Swt. Kedua; untuk mendapat gambaran menyangkut seluruh aspek kehidupan untuk dijadikan pedoman kehidupan dalam sosial kemanusian. Karena dari berbagai sudut kehidupan itu ada pada sosok nabi. Nabi adaah seorang pemuda al-amin (yang terpercaya). Beliau juga sebagai kepala keluarga dan kepala negara yang mengatur segala urusan dengan cerdas dan bijaksana, sebagai suami teladan dan seorang ayah yang penuh kasih sayang, sebagai panglima perang yang mahir, sebagai negarawan yang cerdas dan jujur. Jadi pada dasarnya nilai-nilai inilah yang harus digali kembali dari Sirah Nabawiyah.
Ketiga, agar manusia mendapatkan perkara yang bisa membantunya memahami Kitabullah (Al-Qur'an). Karena banyak hal dalam al-Qur’an yang tidak terlepas dari konteks sirah, misalnya asbabun nuzul, takhsis dengan perkataan dan perbuatan Nabi, nasakh dengan keduanya dan lain-lain.
Keempat, agar seorang muslim dapat mengumpulkan sekian banyak pengetahuan Islam yang benar. Baik soal akidah, hukum, maupun akhlak. Hal ini karena tidak diragukan lagi bahwa kehidupan Rasul merupakan gambaran yang konkrit dari prinsip hukum Islam.
Kelima, agar setiap pembina dan da’i Islam mempunyai cotoh hidup mengenai pembinaan dari cara berdakwah rasul. Hal inisangat penting agar para da’i tidak mudah patah semangat dalam berdakwah. Tidak mudah menyerah saat kita tidak diterima oleh masyarakat. Dalam sirah kita bisa melihat bahwa sosok Rasul awalnya juga tidak diterima oleh umat, tetapi dengan kesungguhan beliau dalam berdakwah dengan cara-cara yang diajarkan oleh Allah Swt hingga saat ini Islam samapai menyebar bahkan ke seluruh dunia.
Lantas apa alasan mempelajari sirah sesudah Syamail?. Dalam hal ini Abi mengutip kata Habib Ali al-Jufri: “Pelajarilah sirah Nabi Muhammad Saw agar kita sadar bahwa agama ini tidak sampai kepada kita dengan mudah, ianya penuh dengan rintangan dan susah. Dan pelajarilah Syamail sebelum sirah agar terbangun dalam pikiran kita siapa sosok Rasul yang dikisahkan itu". (ABR).
MasyaAllah
ReplyDelete