mudimesra.com | Abu Hasan As-Syazili menceritakan kisah hidupnya yang dulu sempat berusaha untuk meraih pangkat kewalian. Beliau bercerita:

Aku punya teman di sebuah wilayah pedalaman. Kami sepakat untuk mengasingkan diri dalam gua dengan harapan dapat menjadi wali dan dibukakan oleh Allah rahasia yang telah dibukakan kepada mereka.

Kami bertapa di gua dalam beberapa masa. Dalam setiap saat kami menunggu pangkat kewalian itu tiba. Kami berkata, moga saja Jumat ini, moga saja bulan ini, Semoga harapan itu segera tercapai hingga seterusnya. Namun ternyata Allah belum juga memberikan futuh kepada kami dan apa yang kami harapkan tidak terkabulkan.

Tiba-tiba, ada seorang orang tua berdiri di pintu gua dan meminta izin masuk, kami izinkan dan akhirnya beliau masuk. Kami bertanya, "Engkau siapa?" Maka beliau berkata, "Aku hamba Al-Malik (Allah)." Dengan jawaban itu akhirnya kami yakin itu bukan talbis syaithan, tapi itu adalah seorang Wali.
[post_ad]
Lalu kami bertanya, "Bagaimana keadaan Mu?" Wali itu balik bertanya kepada kami berulang-ulang, "Bagaimana hal Kalian? Apa yang Kalian dapatkan Jumat ini? Bulan ini?" Pertanyaan Wali itu menyindir sikap konyol kami yang berusaha untuk menjadi Wali. Beliau melanjutkan ucapannya, "Tidakkah Engkau beribadah kepada Allah sebagaimana yang diperintahkan dengan penuh ikhlas kepadaNya?" Tegur wali itu seraya membaca firman Allah:

وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
"Tidak Aku ciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku."

Tidak lama kemudian sang wali pergi tanpa jejak. Barulah kemudian kami tersadar bahwa jalan kami salah, dan kami terbangun hingga heran dari mana timbul ide konyol ini. Kami akhirnya bersyukur karena Allah masih menyayangi kami hingga tidak larut dalam kesalahan. Saat itu kami kembali dari usaha mencari Wali dan menjalani aktivitas ibadah sebagaimana biasanya. Kami mencela nafsu yang memperdayai kami dan senantiasa beristighfar memohon ampun kepada Allah SWT.

Demikianlah kisah Sayyidi Abu Hasan As-Syazili yang pernah berusaha menjadi Wali ternyata tidak terkabulkan. Akan tetapi setelah beliau fokus beribadah ikhlas karena Allah dan tidak lagi terbayang untuk mengejar pangkat kewalian, Allah memberikan anugerah dan karunia berupa futuh kepadanya. (iqbal_jalil)

(Dikutip dari Pengajian Hikam Special Ramadhan bersama Abi Zahrul Fuadi Mubarrak di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Kab. Bireuen, Aceh)