mudimesra.com | Kita tidak pernah bisa menebak bagaimana nasib akhir dari kehidupan seseorang. Ada sebagian yang awalnya baik, tapi akhirnya menjadi jahat. Namun ada juga orang yang awalnya jahat, akhirnya Allah taqdirkan menjadi orang yang baik, sebagaimana yang dialami oleh Bisyar bin Al-Harist Al-Hafi yang lahir sekitar tahun 150 H. Ia dulunya adalah berandalan yang suka berpesta pora dan mabuk-mabukan, hingga akhirnya Allah taqdirkan untuk bertaubat melalui asbab sederhana yang membuat orang-orang yang mengenal Bisyar seakan tidak percaya dengan perubahannya.

Pada suatu hari, Bisyar yang baru saja mabuk-mabukan menemukan secarik kertas bertuliskan bismillah yang jatuh di tanah. Spontan Bisyar mengambilnya karena merasa sedih melihat tulisan mulia ini terdapat di tempat yang rendah. Kertas tersebut kemudian dibersihkannya, diberikan wangian yang secara khusus ia belikan, kemudian disimpan pada tempat yang terhormat di dalam rumahnya.

Setelah kejadian itu, seorang Ulama yang shalih bermimpi. Dalam mimpi itu beliau diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan kepada Bisyar: "Engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku pun telah mengharumkan dirimu. Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku pun telah memuliakan dirimu. Engkau telah mensucikan nama-Ku, maka Aku pun telah mensucikan dirimu. Demi kebesaran-Ku, niscaya Ku-harumkan namamu, baik di dunia maupun di akhirat nanti".

Awalnya orang shalih ini kurang percaya dengan mimpinya. Namun setelah berwudhu' dan tidur kembali dalam keadaan suci tetap bermimpi dengan hal yang sama. Kejadian ini berulang sampai 3 kali. Shalihin ini pun mencari Bisyar dan mendapatkannya sedang mengunjungi pesta minum anggur. Setelah Bisyar diberitahukan isi mimpi orang shalih ini, Ia pun segera bertaubat dan keadaannya berubah 180 derajat. Bisyar Al-Hafi kemudian menjadi seorang waliyullah. Ia dipanggil Al-Hafi karena berjalan kemana-mana dengan kaki telanjang atau tidak bersandal.

Ada dua riwayat tentang kenapa Bisyar tidak pernah memakai sandal. Menurut satu riwayat, Bisyar tidak pernah bersandal karena ia mendapatkan hidayah dalam kondisi sedang tidak bersandal. Maka Bisyar ingin mengabadikan suasana yang dialaminya saat mendapat hidayah sebagai suatu anugerah yang sangat berharga dan momen yang sangat bersejarah dalam kehidupannya.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa tali sandal Bisyar sering terputus. Ia pun membawanya ke tukang jahit. Penjahit sandal itu berkata, "kamu selalu menyibukkan orang dengan sandalmu." Maka saat itu juga Bisyar tidak lagi memakai sandal agar hidupnya tidak merepotkan dan membebani orang lain.

Setelah Bisyar memuliakan nama Allah, ternyata Allah memuliakan Bisyar tidak hanya di hadapan manusia, tapi hewan-hewan pun ikut memuliakannya. Semenjak Bisyar bertaubat dan Ia jalan kemana-mana tidak bersandal, hewan-hewan di daerah yang sering dilewati oleh Bisyar tidak pernah membuang kotoran di jalan. Suatu hari, ketika seorang pemilik keledai melihat keledainya membuang kotoran di jalan, Ia pun berteriak "Bisyar telah meninggal." Ternyata setelah orang mencarinya, mereka menemukan Bisyar telah meninggal dunia. (iqbal_jalil)

(Disampaikan oleh Almukarram Abi Zahrul Fuadi Mubarrak, Wadir I Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dalam Pengajian Al-Hikam)