SAMALANGA - Pengajian Tashtafi setiap malam Sabtu awal bulan di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh yang diasuh oleh al-Syaikh al-Masyayikhina al-Fadhil al-‘Allamah Abu MUDI Samalanga bukan hanya didatangi oleh kaum Muslimin di seputaran Banda Aceh dan sekitarnya. Namun diikuti pula oleh para masyarakat dari berbagai kalangan dan profesi yang bermukim di luar daerah tersebut melalui streaming RRI Pro-1 Banda Aceh.

Salah seorang yang selalu setia mengikuti pengajian Tashtafi ini melalui media streaming yang dimiliki oleh anggota keluarganya adalah Abu H. Muhammad Darimi Nyak Badai, Pimpinan Dayah Bustanul-‘Aidarussiyyah (BUSAIDA), Desa Leupe, Kec. Jaya, Lamno, Aceh Jaya. “Hana lon teupeu ka mulai Malam Ahad baroe. Tapi na meurumpok deungoe chiet meu bacut, watee geu peu jeulah teuntang pajak dan peusijuek (sSaya tidak mengetahui pengajian sudah mulai malam Minggu kemarin. Namun masih sempat mendengarnya walaupun cuma sebentar, yaitu ketika menjelaskan tentang pajak dan tepung tawari-terj.),” demikian kata beliau kepada mudimesra.com dalam kunjungan pertengahan bulan Agustus lalu.

Sekedar diketahui, Dayah ini termasuk salah satu lembaga pendidikan Islam yang sudah eksis di Aceh Darussalam sebelum berdirinya Dayah Darussalam Labuhan Haji. Dipimpin pertama sekali oleh al-Syaikh H. ‘Aidarus Sulaiman (lahir tahun 1290 H/1871 M, wafat tanggal 2 Ramadhan 1372 H/18 Mei 1953) dan merupakan tempat pendidikan awal hampir seluruh ‘Ulama Lamno sebelum beranjak menuntut ilmu ke berbagai daerah lainnya.

Al-Syaikh H. ‘Aidarus belajar kepada al-Syaikh Ahmad di Tanoh Mirah, Blang Bintang, Aceh Besar. Saat itu, peperangan dengan Belanda masih berkecamuk dan ketika pertama berangkat, beliau menempuh perjalanan kaki menuju Tanoh Mirah, Aceh Besar. Syaikh Ahmad ini sendiri merupakan kakek buyut ke-4 dari salah seorang ‘Ulama kharismatik Aceh, yaitu Abu Ahmad Daud PERTI, Lam Ateuk, Aceh Besar. Selain itu, al-Syaikh H. ‘Aidarus juga pernah berguru kepada Abu di Lambhuk dan Abu di Krueng Kalee. 

Setelah pimpinan pertama wafat, melalui musyawarah para alumninya, Dayah BUSAIDA ini dipercayakan kepada salah seorang anak dari keponakan Abu H. ‘Aidarus, yaitu Abu H. Muhammad Darimi Nyak Badai. Beliau merupakan alumni Dayah BUSAIDA sendiri.
[post_ad]
Abu Nyak Mi, demikian biasa para masyarakat memanggil beliau, dilahirkan pada 21 Januari 1937. Beliau sudah memimpin Dayah BUSAIDA ketika masih berusia 20-an tahun bahkan belum menikah. Barulah ketika usianya memasuki 25 tahun, beliau melangsungkan pernikahan.

Beliau juga pernah ke Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan, yang saat itu masih dipimpin oleh al-Imam al-Mujaddid al-‘Allamah Abuya Muhammad Waly al-Khalidy. Waktu 7 hari yang beliau pergunakan di Darussalam tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk mengambil dan mengharapkan keberkahan dari Abuya Muda Waly. Pada masa itu, beliau juga sempat bertemu dengan al-Fadhil al-Syaikh al-‘Allamah Abon ‘Abdul-‘Aziz MUDI Mesjid Raya Samalanga.

Hubungan beliau dengan al-Syaikh Abon MUDI Mesjid Raya Samalanga juga masih terjalin ketika Abon sudah memimpin LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga. Tepatnya pada tahun 1962, Abu Nyak Mi menetap selama seminggu penuh di LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga dan di pagi harinya, beliau memulai pengajian (peu phoen kitab) Khutbah Kitab al-Mahally dengan Abon Mesjid Raya Samalanga.
Komplek Dayah Bustanul-‘Aidarussiyya, Lamno.

Kesan yang beliau dapati adalah kemampuan Abon dalam menjelaskan kekeliruan pemahaman al-Wahhabiyyah yang selalu membid’ahkan amalan yang telah berkembang di masyarakat, seperti membayar fidyah dan lainnya. Abon terlebih dahulu mengemukakan dalil-dalilnya sekte Wahhabi. Kemudian, Abon menolaknya dengan berbagai hujjah-hujjah yang sangat kuat. Pesan lainnya yang selalu diulang-ulang oleh Abon kepada Abu Nyak Mi adalah agar Abu selalu dalam keadaan beut-seumeubeut (belajar dan mengajar ilmu agama, terj.).
 
Di akhir pertemuan, beliau yang telah dilanda sakit stroke selama sepuluh tahun ini  mengamanahkan kepada para penuntut ilmu pengetahuan agama untuk selalu bersabar dalam menghadapi berbagai tantangan dalam masa belajar. Beliau sendiri masih menyempatkan hadir di majelis ta’lim yang diasuh oleh Aba BUDI setiap Kamis Pagi di Mesjid Sabang, Lamno. Padahal Aba BUDI sendiri adalah murid beliau ketika masih belajar di Dayah BUSAIDA Lamno. Suatu contoh sikap tawadhu’ yang patut diteladani. (Muhammad Fahmi Adhami)
SIGLI - Ribuan warga Pidie khususnya kecamatan Mutiara tumpah ruah mengikuti pengajian Tasawuf, Tauhid dan Fikih (Tastafi) tadi malam (28/8/2014) yang diasuh oleh Syekh Hasanoel Basri HG atau yang akrab disapa Abu MUDI. Pengajian ini dipusatkan di Mesjid Baitul A’la Lil Mujahidin (Mesjid Abu Beureueh). Tingginya antusiasme masyarakat dalam mengikuti pengajian ini membuat Jamaah membludak hingga di luar Mesjid, meskipun dalam Mesjid sendiri jamaah sudah duduk berdesakan.

Tgk. Muhammad Iqbal Jalil menyampaikan, panitia telah berusaha semaksimal mungkin untuk mensosialisasikan kegiatan ini. Bahkan untuk ke depan, sosialisasi pengajian ini juga akan menggunakan aplikasi sms gateway dan sms massal agar akses informasi mengenai jadwal kegiatan pengajian dan zikir akbar semakin meluas. Pihak panitia juga telah berkoordinasi dengan geusyik untuk memberikan himbauan kepada masyarakat

Sebelumnya, pengajian Tastafi telah pernah beberapa kali diadakan di Mesjid Abu Beureueh ini, namun jadwalnya belum ditetapkan secara reguler. Rencananya, ke depan Abu MUDI dijadwalkan akan mengisi pengajian Tastafi pada malam jumat terakhir di setiap bulannya, sedangkan pada malam jumat yamh lain diadakan zikir secara rutin yang dipimpin oleh Waled Abubakar, salah seorang munaffis Thariqat Naqsyabandiyyah.

Warga Mutiara juga sangat mengapresiasi kinerja pengurus Mesjid, di mana saat ini suasana Mesjid yang bernilai sejarah ini semakin hidup dengan kegiatan-kegiatan zikir dan dakwah. Kegiatan itu sendiri semakin memotivasi masyarakat untuk memakmurkan Mesjid. Selain pengajian bulanan dan mingguan, di Mesjid Baitul A’la Lil Mujahidin ini juga diadakan pengajian harian setelah subuh. Kegiatan ini semuanya adalah salah satu upaya untuk mendukung pelaksanaan syariat Islam secara kaffah di bumi Serambi Mekah.
Mesjid Abu Beureueh, Beureunuen.
SIGLI - Alfadhil Syekh Hasanoel Basri HG (Abu MUDI) dijadwalkan akan mengisi Tazkirah Akbar dan Kajian Tastafi (Tasawuf, Tauhid dan Fikih) di Beureunuen pada Kamis/malam Jumat (28/8/2014). Pengajian Akbar ini akan dipusatkan di Mesjid Baitul A’la lil Mujahidin atau Mesjid Abu Beureueh yang letaknya tepat di persimpangan menuju Tangse. Sebelumnya, pengajian Tastafi juga pernah diadakan di tempat ini namun jadwalnya tidak baku. Jadi, ini adalah pengajian perdana yang akan diadakan secara reguler sebulan sekali.

Acara ini akan dimulai dengan shalat Isya secara berjamaah yang diimami oleh Tgk. H. Zarkasyi, Alumni Dayah Babussalam Jeunieb yang pernah menimba ilmu di Ribath Al-Idrisy, Yaman. Beliau baru saja mendapatkan juara harapan pada MTQ Tahfiz Internasional antar Universitas di Malaysia bulan Juli lalu. Setelah Isya, akan dilanjutkan dengan zikir yang dipimpin oleh Khatib Mesjid, Waled Abubakar yang juga salah seorang munaffis thariqat Naqsyabandiyyah serta dibantu oleh Majelis Zikra Alhasani MUDI Mesra. Kemudian baru dilanjutkan dengan acara pokok yaitu Tazkirah Akbar dan Kajian Tastafi.

Sebelumnya, Abu MUDI baru saja membuka pengajian Tastafi perdana di Takengon. Di usianya yang sudah mencapai 65 tahun, Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh ini masih begitu aktif membimbing umat lewat Pengajian Tastafi baik di dalam dan luar negeri. Selain di Aceh pengajian Tastafi juga diadakan di Medan, Batam, Jakarta, dan Malaysia.

Pengajian Tastafi di Beureunuen kemungkinan besar akan dihadiri oleh ribuan Jamaah dari beberapa kecamatan di Kabupaten Pidie. Apalagi, pihak penyelenggara telah mensosialisasikan pengajian ini melalui mimbar Jumat, Majelis Ta’lim, penyebaran brosur dan spanduk hingga pemberitaan  melalui media cetak dan elektronik. Rencananya, pengajian ini juga disiarkan langsung melalui radio Mutiara FM dan Audio Streaming MUDI Mesra.

Waled Abubakar selaku khatib Mesjid Beureunuen menghimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya di Mutiara Timur dan Mutiara Barat agar antusias mengikuti pengajian ini. “Penuntut ilmu itu sangat mulia. Para Malaikat, Seluruh isi langit dan bumi hingga ikan di lautan dan semut di dalam lubang pun akan berdoa kepada penuntut ilmu. Insyallah, bila kesadaran masyarakat untuk menuntut ilmu semakin tinggi, maka negeri ini akan menjadi lebih baik.” Demikian disampaikan oleh Waled yang juga alumni dari Dayah MUDI Mesra. (Iqbal_Jalil)
TAKENGON - Sejak pertama kali diadakan di Banda Aceh pada bulan September tahun 2013, Pengajian Tastafi yang diasuh oleh Al-Fadhil Syekh Hasanoel Bashry atau yang biasa disapa Abu MUDI semakin melebarkan sayapnya. Pada Senin malam (25/08/2014), untuk pertama kalinya Pengajian Tastafi diadakan di Kota Dingin, Takengon.

Pengajian Tastafi di ibukota Aceh Tengah ini diadakan di Balai KMAP (Kesatuan Masyarakat Aceh Pesisir). Organisasi tersebut juga yang pertama kali memprakarsai diadakannya pengajian ini yang merupakan bagian dari acara silaturrahmi KMAP bersama dengan Abu MUDI.

Berbeda dengan suasana Pengajian Tastafi di Banda Aceh dimana Abu memulai pengajian dengan membaca kitab Sirus Salikin, kali ini Abu memulai pengajian dengan mengupas secara terperinci sejarah penulisan kitab dalam paham Ahlussunnah Wal Jama'ah selama 30 menit. Kemudian baru dilanjutkan dengan sesi tanya jawab hingga pengajian ditutup menjelang jam 12 malam.

"Sambutan masyarakat terhadap diadakannya pengajian Tastafi di Takengon cukup positif, terbukti dengan jama'ah yang hadir hingga 300-an, bahkan mereka juga mengharapkan agar kiranya pengajian ini bisa dirutinkan sebulan sekali seperti halnya di Banda Aceh,' ujar Tgk. Muntasir, ketua IAI Al-Aziziyah yang turut hadir dalam pengajian tersebut.

Abu sendiri menyambut positif rencana untuk merutinkan pengajian di Aceh Tengah ini. "Karena setiap awal bulan sudah ada pengajian di Banda Aceh, mungkin untuk Takengon kita bisa adakan pada malam Jum'at di minggu-minggu akhir tiap bulannya,' demikian kata Abu.

Menurut Abu, pengajian Tastafi di Takengon ini sangat penting untuk diadakan mengingat konsentrasi Ahlussunnah Wal Jama'ah yang masih sangat jarang. Abu bahkan menyebutkan untuk di kesempatan kedua nanti agar bisa mengadakan zikir dan juga ijazah thariqat yang bertujuan untuk lebih menyemarakkan gema Aswaja di Tanah Gayo.
SAMALANGA - Dengan semakin berkembangnya media online saat ini yang menjadi sarana jitu dalam mendistribusikan berbagai informasi kepada masyarakat luas maka Dayah MUDI Mesjid Raya juga turut berpartisipasi dalam memanfaatkan media tersebut untuk melayani permintaan akan mutiara ilmu agama oleh berbagai lapisan masyarakat dengan mengaktifkan radio streaming. Radio Streaming MUDI Mesra yang menjadi sayap dakwah LPDM merupakan ‘jembatan gantung’ dalam menstransfer ilmu agama dari Dayah MUDI Mesjid Raya ke seantero negeri.

Semakin meningkatnya para pendengar Radio Streaming MUDI Mesra yang khususnya adalah masyarakat Aceh baik yang bedomisili di dalam maupun luar propinsi seperti Medan, Batam dan yang berdomisili di luar negeri seperti Malaysia, Mesir (mahasiswa Al-Azhar) dan lainnya maka Biro Penerangan LPDM (Lajnah Pengembangan Dakwah Mudi Mesra) untuk sementara telah mengatur Jadwal Penyiaran pengajian di Radio Streaming MUDI Mesra.

Jadwal siaran pengajian yang disiarkan dari Kantor Pusat Kajian Lajnah Bahtsul Masail (LBM) MUDI Mesra adalah sebagai berikut.

19:00 WIB Pengajian Kitab Fatawa Hadisiyah (Karangan Syaikhuna Ibnu Hajar Al-Haitami) diasuh oleh Abu Syaikh Hasanoel Basri.

21:25 WIB Pengajian Kitab Ghayah Wusul (Karangan Syaikhul Islam Abi Zakariya Al-Anshari ) diasuh oleh Waled Tarmizi Al-Yusufi (Guru Senior MUDI Mesra)

23:35 WIB Pengajian Kitab Tuhfatul Muhtaj (Karangan Syaikhuna Ibnu Hajar Al-Haitami) setelahnya dilanjutkan Pengajian Kitab Ihya Ulumuddin (Karangan Imam Al-Ghazali) diasuh oleh Abu Syaikh Hasanoel Bashry.

02:00 WIB Pengajian Kitab Mantiq Sabban Malawi dan Syamsiah (Karangan Imam Qazwaini) setelahnya dilanjutkan Pengajian Kitab Sawi (Ilmu Bayan) dan Mustasfa (Ilmu Usul Fiqh Karangan Imam Al-Ghazali) diasuh oleh Waled Tarmizi Al-Yusufi.

Untuk siang hari nya akan disiarkan ulang siaran di atas (sesuai permintaan sebagian pendengar).

16:15 WIB Siarang ulang Pengajian Kitab Tuhfatul Muhtaj (Karangan Syaikhuna Ibnu Hajar Al-Haitami) setelahnya dilanjutkan Pengajian Kitab Ihya Ulumuddin (Karangan Imam Al-Ghazali) diasuh oleh Abu Syaikh Hasanoel Bashry.

Siaran Pengajian ini masih dalam bentuk Bahasa Daerah (Aceh), namun mengingat permintaan sebagian santri di Jawa Timur (Sidogiri) untuk disiarkan pengajian dalam Bahasa Indonesia dalam segmen khusus agar lebih mudah dipahami maka LPDM telah merekomendasikan untuk menyiarkan pengajian ber-Bahasa Indonesia khusus untuk masyarakat Nusantara. (LPDM)
Waled Nu bersama dengan ulama lainnya hadir sebagai pemateri.
LHOKSUKON - Mengambil tempat di Mesjid Tuha Kampong Kleng, Lorong 1,  Kota Lhoksukon, Kesatuan Aneuk Santri Lhoksukon Antar Ma'had (KALAM) bekerja sama dengan Tazkiratul Ummah dan Muspida Aceh Utara serta KPA setempat pada hari Sabtu (23/08/2014) mengadakan Mubahasah yang bertujuan untuk memurnikan Aqidah dan pemahaman Fiqh dengan mengikuti jejak Rasulullah.

Acara ini dihadiri oleh ratusan warga masyarakat yang bahkan rela menutup toko dan meninggalkan rutinitas mereka untuk bisa hadir di mubahasah yang diadakan untuk pertamakalinya di kota Lhoksukon ini. Turut hadir juga sebagai partisipan dalam mubahasah kali ini adalah para siswa sekolah tingkat SMP/SMA serta santri dari dayah-dayah di sekitar Lhoksukon. Dayah MUDI sendiri dalam mubahasah ini diwakili oleh Tgk. Tisri Fahreza Kosyi yang merupakan ketua dari KALAM serta beberapa orang dewan guru juga 25 orang santri yang khusus diberikan izin untuk bisa menghadiri acara ini.

Hujan lebat yang mengguyur kota Lhoksukon memaksa acara ini ditunda dari jadwal sebelumnya pada pukul 09.00 pagi. Acara baru mulai berlangsung pada pukul 11.30 yang diselangi dengan istirahat Zuhur hingga berakhir pada pukul 16.00 sore.

Zikir yang dipermasalahkan dalam mubahasah.
Tujuan diadakannya mubahasah ini adalah untuk memberi jawaban bagi masyarakat terhadap zikir-zikir dari aliran sesat yang belakangan beredar di Lhoksukon. Hal tersebut bersama dengan beberapa permasahan lainnya menjadi topik yang coba diluruskan melalui mubahasah yang menghadirkan Waled Nuruzzahri, Ayah Min Cot Trueng, Abu Manan Blang Jruen, dan Abi Lhok Nibong. Sayangnya, Abu Mustafa Puteh Paloh Gadeng selaku perwakilan MPU Aceh Utara tidak bisa hadir karena dalam kondisi berhalangan.

"Hasil mubahasah menetapkan bahwa zikir yang beredar di kalangan masyarakat (seperti pada gambar di sebelah) selama ini adalah sesat menyesatkan karena zikir tersebut memakai kata 'aku' yang pemakaiannya untuk pembicara, sehingga dipahami pembicara menyembah dan mengakui dirinya sebagai Tuhan yang hal tersebut persis seperti pemahaman Wahdatul Wujud," ujar Tgk. Ibnu Syahril, salah satu santri yang mengikuti jalannya mubahasah.

Untuk membahas lebih lanjut mengenai aliran sesat di Lhoksukon ini juga direncakan akan menjadi agenda dalam rapat MPU mendatang di Banda Aceh.
Bersama admin dan anggota Humas.
SAMALANGA - Stephen Roche yang menambahkan nama Ibrahim setelah masuk Islam berada di Aceh untuk melakukan penelitian tentang sistem pendidikan tradisional di Aceh yang dikenal sebagai dayah. Jum'at sore (22/08/2014), Ibrahim berada di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dalam kunjunganya bersama dengan seorang wali santri dari Banda Aceh.

Ibrahim adalah dosen dan juga peneliti di Trinity College Dublin yang saat ini sedang melakukan penelitian untuk Departement of Near and Middle Eastern Studies di kampus tersebut. Gelar sarjana S1 nya didapat di kampus itu juga di bidang Teologi dan Filsafat. Disertasi nya juga berkenaan dengan Aceh yang berjudul 'Dayah, Sistem Pendidikan Islam Tradisional di Aceh 1300-2000'. Sementara Tesis yang sedang digarap nya saat ini berjudul 'Dayah, Sistem Islam Tradisional Aceh'.

"Saya masuk Islam 10 tahun yang lalu di Malaysia waktu saya bekerja pada proyek kehutanan botani di pedalaman Malaysia dimana waktu itu saya tinggal di pondok-pondok setempat,' ungkat Ibrahim dalam percakapan dengan admin mudimesra.com.

Bapak empat orang anak ini berasal dari Irlandia dimana saat ini jumlah umat Islam telah mencapai 80.000 orang dengan populasi total 5 juta jiwa. Menurut Ibrahim, Islam pertama kali masuk ke Irlandia sekitar 30 tahun yang lalu. Hari ini, Islam merupakan agama dengan tingkat pertumbuhan tercepat di sana.

Dalam empat tahun terakhir, Ibrahim telah menghabiskan waktu selama tiga bulan di Aceh dan berencana untuk kembali lagi tahun depan selama 2 bulan.
SAMALANGA - Mengingat daya tampung yang semakin tidak mencukupi, telah diputuskan bahwa pendaftaran untuk santri baru di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, baik untuk putra maupun putri akan segera dibatasi. Kalau selama ini setiap santri yang ingin masuk ke Dayah MUDI bisa bebas kapan saja mendaftar, maka mulai setelah Hari Raya Idul Adha ini pendaftaran akan ditutup untuk dibuka kembali pada 10 Syawal di tahun ajaran selanjutnya.

"Untuk ke depannya kita hanya akan menerima santri baru dari tanggal 10 Syawal hingga 5 Zulhijjah setiap tahunnya,' ujar Abi Zahrul dalam wawancara dengan mudimesra.com.

Diharapkan bagi calon santri baru yang ingin masuk ke Dayah MUDI nantinya untuk bisa mempersiapkan diri dengan mempelajari kitab Matan Taqrib di dayah-dayah kecil lainnya, di samping juga mempelajari dasar-dasar ilmu Nahwu dan Sharaf yang merupakan syarat bagi calon santri baru ke depannya. Hal ini dikarenakan kelas 1 yang baru nanti tidak akan lagi mempelajari pelajaran-pelajaran tersebut, tapi akan langsung mulai dengan kitab Al-Bajuri (Fathul Bari) yang saat ini dipelajari oleh santri kelas 2.

"Hal ini merupakan keinginan dari Abu sendiri dan juga sebagian besar para alumni yang mengharapkan agar Dayah MUDI menjadi sebuah lembaga yang besar, dalam arti kata lebih mengkhususkan untuk pengkaderan ulama yang ahli dalam membaca kitab kuning," demikian disampaikan oleh Abi Zahrul, Wadir I Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.

Penerapan peraturan baru ini diperkiran akan bisa dilaksanakan mengingat jumlah dayah cabang dari Dayah MUDI sendiri saat ini sudah tersebar di hampir seluruh wilayah di pesisir timur Aceh.

Kuliah sambil nyantri
Sementara itu bagi calon mahasiswa baru yang juga ingin mondok di Dayah MUDI untuk ke depannya disyaratkan harus sudah selesai belajar kitab Fathul Mu'in (I'annah) di dayah-dayah lain dengan menyertakan rapor dari dayah asal sebagai bukti. Bagi calon mahasiswa yang belum selesai belajar Fathul Mu'in tidak diperbolehkan lagi untuk mondok di Dayah MUDI, walaupun mereka tetap diperbolehkan kuliah dengan syarat harus belajar di dayah-dayah lain di seputaran Dayah MUDI.

Peraturan ini dibuat mengingat Dayah MUDI Putri saat ini mengalami kekurangan dewan guru yang diakibatkan kurangnya regenerasi sejak mulai dibukanya kuliah di STAIA yang sekarang menjadi Institut Agama Islam Al-Aziziyah. Kebanyakan santriwati baru adalah juga mahasiswi yang umumnya telah keluar dari dayah setelah 4 atau 5 tahun belajar begitu selesainya pendidikan mereka di bangku kuliah. Padahal untuk bisa menjadi dewan guru minimal sudah harus belajar selama 7 tahun di dayah.

"Tujuan dari Abu membuat peraturan sedemikian rupa adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Dayah MUDI mengingat level kuantitas yang telah dicapai sudah cukup maksimal, di samping juga untuk lebih bisa menghidupkan balai pengajian lainnya yang ada di Aceh," tambah Tgk. Muntasir, Rektor Institut Agama Islam Al-Aziziyah.
Aba BUDI Lamno, demikianlah sapaan akrab Aba H. Asnawi, pimpinan Lembaga Pendidikan Islam Bahrul ‘Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Janguet (BUDI MESJA), Desa Janguet, Kec. Indra Jaya, Lamno, Aceh Jaya setelah wafatnya Abu H. Ibrahim Ishaq (Abu BUDI Lamno).

Setelah menempuh pendidikan agama di Dayah Bustanul-‘Aidarusiyyah (BUSAIDA) Lamno, pada tahun 1965 beliau melanjutkannya ke LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga. Beliau sekelas dengan Waled Marzuki (Pimpinan LPI MUDI Mekar Al-Aziziyyah, Jati Mekar, Jakarta). Akhir tahun 1968, Aba BUDI kembali ke Lamno dan berguru kepada Abu H. Ibrahim Ishaq (Abu BUDI Lamno).

Setelah menikah, Aba memilih untuk berdagang sebagai penopang kehidupan ekonominya sambil tetap belajar kepada Abu BUDI dan mengajar para santri yang menetap di salah satu dayah terbesar di Pantai Barat-Selatan Aceh tersebut. Barulah setelah Abu BUDI wafat dan Aba dipercayakan oleh para alumni untuk memimpin Dayah BUDI Lamno, beliau meninggalkan usaha perdagangan yang telah dijalaninya selama 14 tahun dan kembali fokus memberikan kehidupan beliau sepenuhnya untuk perkembangan BUDI Mesjid Janguet Lamno.

Aba BUDI menuturkan bahwa gurunya, Abon H. ‘Abdul-‘Aziz MUDI Mesjid Raya Samalanga adalah sosok yang sangat disiplin dalam berbagai hal tidak terkecuali dalam sikapnya terhadap peraturan. Bahkan menurut Aba, sepertinya pada masa itu, Abon bisa dikatakan sebagai orang pertama yang menerapkan peraturan disiplin dayah di Aceh Darussalam.   

Sebagai buktinya, pada tahun 1968, Abon pernah menghentikan seluruh kegiatan dan aktifitas belajar di MUDI Mesjid Raya Samalanga hanya karena indisipliner-nya para santri. Barulah setelah Abu H. ‘Abdul-Wahhab Seulimuem (Ayahanda dari Abon Luthfi A. Wahhab, Pimpinan Dayah Ruhul-Fata, Seulimuem, Aceh Besar) melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Abon, pengajian dimulai kembali. Abu Seulimuem sendiri merupakan alumni MUDI Mesjid Raya Samalanga ketika dipimpin oleh Abi. H. Hanafiah ‘Abbas (Ayahanda mertua Abon).

Selama di MUDI Mesjid Raya Samalanga, Aba belajar langsung kepada Abon pada tingkat Tsanawiyyah. Ketika ‘Aliyyah, Aba diajar oleh Aba H. ‘Abdullah Lamno dan Abu H. Daud Ahmadi Lueng Angen.

Aba juga mengungkapkan bahwa ketika beliau kembali ke Lamno dan menetap di LPI BUDI Mesjid Janguet Lamno, ada beberapa guru senior LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga yang telah terlebih dahulu menetap sementara di BUDI seperti Abu H. ‘Abdul-Manaf Alue Lhok, Peureulak dan Abon H. Mukhtar A. Wahhab Teupin Raya. Bahkan Abu Lueng Angen sendiri juga pernah di BUDI selama 6 bulan. Kesan lain beliau terhadap Abon MUDI Mesjid Raya Samalanga adalah kedekatan dan eratnya hubungan Abon dengan para santrinya. Abon juga kerap berpesan di kesempatan lain untuk tetap melakukan aktifitas belajar dan mengajar ilmu pendidikan agama (beut-seumeubeut) serta mendirikan balai pengajian di tanah milik pribadi sendiri, bukan kepemilikan umum.

Aba BUDI Lamno juga menceritakan bahwa Abon sangat pro-aktif dalam menjaga dan mengawal Ahlussunnah wa al-Jama’ah di Aceh Darussalam melalui bidang pendidikan yang digelutinya. Pada masa itu, organisasi Muhammadiyyah di Aceh Darussalam merupakan corong suara sekte sempalan al-Wahhabiyyah. Ketika menjelaskan bathilnya dalil-dalil kaum Wahhabi, Abon menanyakan kepada para santrinya, “na bangai Muhammadiyyah? (Jahilkah Muhammadiyyah?, terj.)”. Para santri serentak menjawab, “bangai (jahil, terj.)”. Lantas, Abon pun memerintahkan agar para santrinya bersorak seraya mengucapkan. “Muhammadiyyah bangai, Muhammadiyyah bangai, Muhammadiyyah bangai,,, (Muhammadiyyah jahil, Muhammadiyyah jahil, Muhammadiyyah jahil, terj.)”.

Saat ini, Aba juga masih aktif mengajar majelis ta’lim khusus untuk seluruh dewan guru seluruh Dayah Lamno yang berlangsung pada Rabu pagi dan untuk seluruh alumni dan pimpinan dayah di Lamno pada Kamis pagi. Bertempat di Mesjid Sabang, kompleks Dayah Bustanul-‘Aidarusiyyah (BUSAIDA), Lamno yang turut dihadiri oleh para ‘Ulama-‘Ulama kharismatik Lamno lainnya, seperti Abu Nyak Mi dan Abu Salim Mahmud. (Khairul Azfar)
Aba Sayed meletakkan batu pertama.
SAMALANGA - Sehubungan dengan jumlah santri yang semakin meningkat pesat, tak ayal Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga pun membutuhkan sarana untuk menampung para santri. Sebagai tindak lanjut dari keadaan tersebut, pagi tadi (Kamis, 14/08/2014) telah dilakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan asrama baru yang berlokasikan di dekat asrama Al-Fath. Peletakan batu pertama ini dilakukan langsung oleh Wadir II, Aba Sayed Mahyeddin TMS.

Pembangunan asrama baru ini persisnya di lokasi sumur dan kamar mandi yang berada di ujung asrama Al-Fath. Untuk fasilitas MCK sendiri juga telah dibangun yang baru di lokasi tempat jemuran pakaian lama. Diharapkan dengan pembangunan asrama baru ini nantinya akan dapat menampung para santriwan di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga yang hari ini telah mencapai angka 6000. Sarana yang ada saat ini sudah sangat tidak memadai dengan hampir setengah santri harus tidur di masjid bahkan balai-balai.

Saat ini sebenarnya juga sedang diadakan pembangunan gedung asrama Salafi yang berlantai lima. Proses pembangunan masih terus berjalan setelah perluasan dari bangunan dasar. Untuk mengantisipasi terus bertambahnya santri, direncanakan mulai tahun ajaran 1436 H ke depan akan dibatasi penerimaan santri baru dimana pendaftaran hanya akan dibuka setelah libur Idul Fitri hingga menjelang tahun ajaran baru.
Umat Islam yang senantiasa berpegang teguh pada akidah Ahlussunnah Waljamaah khususnya kalangan pendidik (guru) dituntut untuk lebih teliti dalam mengajarkan persoalan akidah kepada anak didik mereka. Hal ini mengingat banyaknya buku-buku yang beredar telah terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran destruktif yang dapat menggerogoti paradigma siswa.

Baru-baru ini, kita kembali dihebohkan dengan disusupinya akidah wahabi dalam buku Akidah Akhlak untuk Madrasah Aliyah kelas X terbitan Bumi Aksara. Hal ini dapat ditandai dengan adanya pembagian tauhid kepada tiga macam yang sangat jelas bertentangan dengan manhaj Ahlussunnah Waljamaah dan mayoritas umat Islam.

Di kalangan kaum Wahabi ada paham bahwa tauhid terbagi menjadi tiga. Pertama, Tauhid Rububiyah, yaitu iman kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta (al-Khaliq), penguasa (al-Malik), dan pengatur seluruh makhluk (al-Mudabbir). Kedua, Tauhid Uluhiyah, yaitu meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Dan ketiga, Tauhid al-Asma wa al-Shifat, yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadits, tanpa melakukan ta’thil (penolakan), tahrif (perubahan dan penyimpangan lafadz dan makna), tamtsil (penyerupaan) dan takyif (menanya terlalu jauh tentang sifat Allah).

Pembagian tauhid semacam ini tidak pernah ada pada masa Rasulullah, para Sahabat, Ulama Salafus Salih hingga Ulama khalaf sebelum Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah membagi tauhid seperti ini dengan tujuan untuk menjustifikasi pendapatnya yang membid’ahkan tawassul, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain yang telah menjadi tradisi dan dianjurkan sejak zaman Rasulullah SAW.

Dalam pengajian Tastafi di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada malam Sabtu awal bulan, Al-Fadhil Abu MUDI telah sering memberi penjelasan tentang klasifikasi tauhid yang menyesatkan umat semacam ini. Pembagian tauhid ini tidak lain tujuannya kecuali hanya untuk mengkafirkan umat Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Mereka menganggap umat Islam yang ber-tawassul, tabarruk dan ziarah kubur hanya bertauhid rububiyyah yang sama-sama dimiliki oleh orang kafir, namun belum bertauhid dengan tauhid uluhiyyah.

Dalam pemahaman Ahlussunnah Waljamaah, tauhid uluhiyyah tidak ada bedanya dengan tauhid rububiyyah. Hal seperti ini telah pernah dipaparkan oleh Dr. Syekh Salim Alwan Al-Hasani, Mufti Australia dalam Seminar Internasional di Banda Aceh saat Musda Himpunan Ulama Dayah Aceh beberapa waktu yang lalu.

Syekh Salim Alwan Al-Hasani mengatakan: “Umat Islam dalam mengucapkan kalimah syahadah cukup mengucapkan LA IHA ILLALLAH sebagai pengakuan ia telah mengesakan Allah. Seandainya tauhid uluhiyyah dan rububiyyah berbeda sungguh kita akan diwajibkan untuk mengucapkan LA RABBA ILLALLAH setelah mengucapkan lailahaillallah. Begitu juga dalam kubur, kita hanya ditanyakan MAN RABBUKA, andai saja ada perbedaan antara lafaz Rabb dengan Ilah tentu Malaikat akan kembali bertanya WA MAN ILAHAKA. Namun dalam kenyataannya, pertanyaan semacam ini tidak ada. Ini membuktikan bahwa seseorang yang bertauhid rububiyyah, ia juga bertauhid uluhiyyah yakni mengakui tiada yang berhak disembah kecuali Allah,” papar Ulama lulusan Lebanon ini.

Kesimpulannya, kita harus berhati-hati dengan ulah kalangan wahabi yang mencoba mendistorsi pemikiran umat Islam Ahlussunnah Waljamaah. Pembagian tauhid semacam ini akan menyuburkan gerakan radikal yang dengan sangat mudah mengkafirkan kalangan Muslim lainnya yang tidak sepaham dengan mereka. Lalu mereka membunuh umat Islam dengan mengatasnamakan jihad.

Untuk kejelasan dimana letak kesalahan pembagian Tauhid semacam ini, silahkan baca artikel Kesesatan Tauhid Wahabi(IqbalJalil)
WAHABI: “Mengapa Anda menilai kami kaum Wahabi termasuk aliran sesat, dan bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Padahal rujukan kami sama-sama Kutubus-Sittah (Kitab Standar Hadits yang enam).?”

SUNNI: “Sebenarnya kami hanya merespon Anda saja. Justru Anda yang selalu menyesatkan kelompok lain, padahal ajaran Anda sebenarnya yang sesat.”

WAHABI: “Di mana letak kesesatan ajaran kami kaum Wahabi?”

SUNNI: “Kesesatan ajaran Wahabi menurut kami banyak sekali. Antara lain berangkat dari konsep tauhid yang sesat, yaitu pembagian tauhid menjadi tiga.”

WAHABI: “Kok bisa Anda menilai pembagian tauhid menjagi tiga termasuk konsep yang sesat. Apa dasar Anda?”

SUNNI: “Begini letak kesesatannya. Pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid al-Asma' wa al-Shifat, belum pernah dikatakan oleh seorangpun sebelum Ibn Taimiyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah berkata kepada seseorang yang masuk Islam, bahwa di sana ada dua macam Tauhid dan kamu tidak akan menjadi Muslim sebelum bertauhid dengan Tauhid Uluhiyyah. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah mengisyaratkan hal tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat. Bahkan tak seorangpun dari kalangan ulama salaf atau para imam yang menjadi panutan yang mengisyaratkan terhadap pembagian Tauhid tersebut. Hingga akhirnya datang Ibn Taimiyah pada abad ketujud Hijriah yang menetapkan konsep pembagian Tauhid menjadi tiga.”

WAHABI: “Anda mengerti maksud tauhid dibagi tiga?”

SUNNI: “Kenapa tidak mengerti?
Menurut Ibn Taimiyah Tauhid itu terbagi menjadi tiga:
Pertama, Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah saja. Menurut Ibn Taimiyah, Tauhid Rububiyyah ini telah diyakini oleh semua orang, baik orang-orang Musyrik maupun orang-orang Mukmin.
Kedua, Tauhid Uluhiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Ibn Taimiyah berkata, "Ilah (Tuhan) yang haqq adalah yang berhak untuk disembah. Sedangkan Tauhid adalah beribadah kepada Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya".
Ketiga, Tauhid al-Asma' wa al-Shifat, yaitu menetapkan hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan arti literal (zhahir)nya yang telah dikenal di kalangan manusia.
Pandangan Ibn Taimiyah yang membagi Tauhid menjadi tiga tersebut kemudian diikuti oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, perintis ajaran Wahhabi. Dalam pembagian tersebut, Ibn Taimiyah membatasi makna rabb atau rububiyyah terhadap sifat Tuhan sebagai pencipta, pemilik dan pengatur langit, bumi dan seisinya. Sedangkan makna ilah atau uluhiyyah dibatasi pada sifat Tuhan sebagai yang berhak untuk disembah dan menjadi tujuan dalam beribadah.
Tentu saja, pembagian Tauhid menjadi tiga tadi serta pembatasan makna-maknanya tidak rasional dan bertentangan dengan dalil-dalil al-Qur'an, hadits dan pendapat seluruh ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah.”

WAHABI: “Maaf, dari mana Anda berkesimpulan, bahwa pembagian dan pembatasan makna tauhid versi kami kaum Wahabi bertentangan dengan al-Qur’an, hadits dan aqwal ulama?”

SUNNI: “Ayat-ayat al-Qur'an, hadits-hadits dan pernyataan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah, tidak ada yang membedakan antara makna Rabb (rububiyah) dan makna Ilah (uluhiyah). Bahkan dalil-dalil al-Qur'an dan hadits mengisyaratkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Rububiyyah. Apabla seseorang telah bertauhid rububiyyah, berarti bertauhid secara uluhiyyah. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai arbab (tuhan-tuhan). (QS. Ali-Imran : 80).

Ayat di atas menegaskan bahwa orang-orang Musyrik mengakui adanya Arbab (tuhan-tuhan rububiyyah) selain Allah seperti Malaikat dan para nabi. Dengan demikian, berarti orang-orang Musyrik tersebut tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dan mematahkan konsep Ibn Taimiyah dan Wahhabi, yang mengatakan bahwa orang-orang Musyrik mengakui Tauhid Rububiyyah. Seandainya orang-orang Musyrik itu bertauhid secara rububiyyah seperti keyakinan kaum Wahabi, tentu redaksi ayat di atas berbunyi:

وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّيْنَ آَلِهَةً

Dengan mengganti kalimat arbaban dengan aalihatan.”

WAHABI: “Tapi kan baru satu ayat yang bertentangan dengan tauhid kami kaum Wahabi.”

SUNNI: “Loh, kok ada tapinya. Kalau sesat ya sesat, walaupun bertentangan dengan satu ayat. Dengan ayat lain juga bertentangan. Konsep Ibn Taimiyah yang mengatakan bahwa orang-orang kafir sebenarnya mengakui Tauhid Rububiyyah, akan semakin fatal apabila kita memperhatikan pengakuan orang-orang kafir sendiri kelak di hari kiamat seperti yang dijelaskan dalam al-Qur'an al-Karim:

تَاللهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ 

Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan (Rabb) semesta alam. (QS. al-Syu'ara' : 97-98).”

Coba Anda perhatikan. Ayat tersebut menceritakan tentang penyesalan orang-orang kafir di akhirat dan pengakuan mereka yang tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dengan menjadikan berhala-berhala sebagai arbab (tuhan-tuhan rububiyyah). Padahal kata Wahabi, orang-orang Musyrik bertauhid rububiyyah, tetapi kufur terhadap uluhiyyah. Nah, alangkah sesatnya tauhid Wahabi, bertentengan dengan al-Qur’an. Murni pendapat Ibnu Taimiya yang tidak berdasar, dan ditaklid oleh Wahabi.”

WAHABI: “Maaf, kan baru dua ayat. Mungkin ada ayat lain, agar kami lebih mantap bahwa tauhid Wahabi memang sesat.”

SUNNI: “Pendapat Ibn Taimiyah yang mengkhususkan kata Uluhiyyah terhadap makna ibadah bertentangan pula dengan ayat berikut ini:

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ

Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. (QS. Yusuf : 39-40).

Anda perhatikan, Ayat di atas menjelaskan, bagaimana kedua penghuni penjara itu tidak mengakui Tauhid Rububiyyah dan menyembah tuhan-tuhan (arbab) selain Allah. Padahal kata Ibnu Taimiyah dan Wahabi, orang-orang Musyrik pasti beriman dengan tauhid rububiyyah.

Disamping itu, ayat berikutnya menghubungkan ibadah dengan Rububiyyah, bukan Uluhiyyah, sehingga menyimpulkan bahwa konotasi makna Rububiyyah itu pada dasarnya sama dengan Uluhiyyah. Orang yang bertauhid rububiyyah pasti bertauhid uluhiyyah. Jadi konsep tauhid Anda bertentangan dengan ayat di atas.”

WAHABI: “Mungkin tauhid kami hanya bertentangan dengan al-Qur’an. Tapi sejalan dengan hadits. Jangan Anda jangan terburu-buru menyesatkan.”

SUNNI: “Anda ini lucu. Kalau konsep tauhid Anda bertentangan dengan al-Qur’an, sudah pasti bertentangan dengan hadits. Konsep pembagian Tauhid menjadi tiga kalian akan batal pula, apabila kita mengkaitkannya dengan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Misalnya dengan hadits shahih berikut ini:

عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ( يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ) قَالَ نَزَلَتْ فِي عَذَابِ الْقَبْرِ فَيُقَالُ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ رَبِّيَ اللهُ وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم

Dari al-Barra' bin Azib, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Allah berfirman, "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu", (QS. Ibrahim : 27). Nabi J bersabda, "Ayat ini turun mengenai azab kubur. Orang yang dikubur itu ditanya, "Siapa Rabb (Tuhan)mu?" Lalu dia menjawab, "Allah Rabbku, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam Nabiku." (HR. Muslim, 5117).

Coba Anda perhatikan. Hadits di atas memberikan pengertian, bahwa Malaikat Munkar dan Nakir akan bertanya kepada si mayit tentang Rabb (Tuhan Rububiyyah), bukan Ilah (Tuhan Uluhiyyah, karena kedua Malaikat tersebut tidak membedakan antara Rabb dengan Ilah atau antara Tauhid Uluhiyyah dengan Tauhid Rububiyyah. Seandainya pandangan Ibn Taimiyah dan Wahabi yang membedakan antara Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah itu benar, tentunya kedua Malaikat itu akan bertanya kepada si mayit dengan, "Man Ilahuka (Siapa Tuhan Uluhiyyah-mu)?", bukan "Man Rabbuka (Siapa Tuhan Rububiyyah-mu)?" Atau mungkin keduanya akan menanyakan semua, "Man Rabbuka wa man Ilahuka? Ternyata pertanyaan tersebut tidak terjadi. Jelas ini membuktikan kesesatan Tauhid ala Wahabi."

WAHABI: “Maaf, seandainya kami hanya salah melakukan pembagian Tauhid di atas, apakah kami Anda vonis sebagai aliran sesat? Apa alasannya?”

SUNNI: “Nah, ini rahasianya. Anda harus tahu, apa sebenarnya makna yang tersembunyi (hidden meaning) dibalik pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut? Apabila diteliti dengan seksama, dibalik pembagian tersebut, maka ada dua tujuan yang menjadi sasaran tembak Ibnu Taimiyah dan Wahabi:

Pertama, Ibn Taimiyah berpendapat bahwa praktek-pratek seperti tawassul, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain yang menjadi tradisi dan dianjurkan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah termasuk bentuk kesyirikan dan kekufuran. Nah, untuk menjustifikasi pendapat ini, Ibn Taimiyah menggagas pembagian Tauhid menjadi tiga, antara lain Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah. Dari sini, Ibn Taimiyah mengatakan bahwa sebenarnya keimanan seseorang itu tidak cukup hanya dengan mengakui Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah semata, karena Tauhid Rububiyyah atau pengakuan semacam ini juga dilakukan oleh orang-orang Musyrik, hanya saja mereka tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Oleh karena itu, keimanan seseorang akan sah apabila disertai Tauhid Rububiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah.

Kemudian setelah melalui pembagian Tauhid tersebut, untuk mensukseskan pandangan bahwa praktek-praktek seperti tawassul, istighatsah, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain adalah syirik dan kufur, Ibn Taimiyah membuat kesalahan lagi, yaitu mendefinisikan ibadah dalam konteks yang sangat luas, sehingga praktek-praktek seperti tawassul, istighatsah, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain dia kategorikan juga sebagai ibadah secara syar'i. Padahal itu semua bukan ibadah. Tapi bagian dari ghuluw yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah dan Wahabi. Dari sini Ibn Taimiyah kemudian mengatakan, bahwa orang-orang yang melakukan istighatsah, tawassul dan tabarruk dengan para wali dan nabi itu telah beribadah kepada selain Allah dan melanggar Tauhid Uluhiyyah, sehingga dia divonis syirik.

Tentu saja paradigma Ibn Taimiyah tersebut merupakan kesalahan di atas kesalahan. Pertama, dia mengklasifikasi Tauhid menjadi tiga tanpa ada dasar dari dalil-dalil agama. Dan kedua, dia mendefinisikan ibadah dalam skala yang sangat luas sehingga berakibat fatal, yaitu menilai syirik dan kufur praktek-praktek yang telah diajarkan oleh Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM dan para sahabatnya. Dan secara tidak langsung, pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut berpotensi mengkafirkan seluruh umat Islam sejak masa sahabat. Akibatnya yang terjadi sekarang ini, berangkat dari Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah, ISIS, membantai umat Islam di Iraq dan Suriah.

Dikutip dari Fans page K.H. Muhammad Idrus Ramli
Sebanyak 24 pasangan telah dinikahkan oleh Al-Mukarram Abu MUDI pada hari Rabu (13/08/2014) di Mesjid Po Teumeureuhom yang berlokasi di Komplek Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga. Ini merupakan sebuah catatan sejarah tersendiri mengingat sebelumnya tidak pernah mencapai bilangan sebanyak itu.

Sebagian besar dari para calon mempelai pria pada hari itu adalah dewan guru yang masih aktif di Dayah MUDI Mesjid Raya dengan beberapa orang di antaranya merupakan alumni MUDI.

Berikut beberapa foto dari acara nikah pada hari Rabu kemarin.

Penyerahan mahar dari wakil calon mempelai pria.
Tausiah nikah bagi para calon mempelai oleh Tgk. H. Helmi.
Abu menikahkan para calon mempelai satu persatu.
Do'a untuk keberkatan.
Para mempelai pria yang telah resmi menikah di-peusijuek .
Acara diakhiri salaman dengan Abu.
SAMALANGA - Bulan Syawal merupakan salah satu bulan yang baik untuk menikah, karena itu sudah menjadi tradisi setiap tahunnya banyak dewan guru di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga yang melepas masa lajang mereka setelah lebaran Idul Fitri. Pada Rabu pagi (08/13/2014) Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga kembali mengadakan acara nikah yang melibatkan 24 pasangan. Hal ini merupakan rekor tersendiri mengingat sebelumnya jumlah pasangan terbanyak dalam prosesi nikah yang pernah diadakan di dayah MUDI adalah 16 orang.

Seperti biasanya acara nikah yang tergolong massal ini diadakan di Mesjid Po Teumeuruhom yang berlokasi di komplek Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dengan dipimpin langsung oleh al-Mukarram al-Fadhil Abu MUDI (Syeikh H. Hasanoel Bashri HG). Mayoritas calon pengantin ini adalah guru di Dayah MUDI Mesra yang masih aktif mengajar, sementara sebahagian yang lain adalah alumni dari MUDI sendiri.

Acara dimulai dengan pembukaan oleh protokol yang kemudian dilanjutkan dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an. Selanjutnya para wali pengantin pria menyerahkan mahar kepada wali pengantin wanita di hadapan para hadirin. Setelah itu, para calon pengantin mendengarkan tausiah yang kali ini disampaikan oleh Tgk. H. Helmi H. Imran. Dalam tausiah nya, beliau menyampaikan bagaimana tata cara berumah tangga agar nantinya para calon pengantin ini bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis untuk menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

“Dalam menjalani rumah tangga kita harus banyak bersabar, karena terkadang ada hal-hal yang terjadi setelah pernikahan tidak seperti yang kita perkirakan sebelumnya. Karena itu bersabar adalah kunci utama dalam membina rumah tangga,” tutur Tgk. Helmi dalam tausiah nya.

Pada sesi terakhir yang merupakan inti sari dari acara nikah adalah ijab qabul yang dilakukan antara calon pengantin pria dengan Abu MUDI yang bertindak sebagai wakil dari wali calon pengantin wanita. Selesai ijab qabul, para calon pengantin pria di-peusijuek dengan lantunan shalawat yang dibacakan oleh para hadirin.
SAMALANGA - Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga semakin diminati. Hal ini dapat dilihat dari makin banyaknya orang tua yang memilih untuk mengantar putra putrinya menimba ilmu di Dayah MUDI. Saat ini, tercatat lebih dari enam ribu santriwan dan santriwati yang menetap di dayah MUDI baik dari Aceh maupun luar Aceh.

Santri luar Aceh umumnya berasal dari Sumatera Utara, Jambi dan Malaysia. Bahkan saat ini ada juga seorang santri dari Australia dan dua santriwati asal Norwegia yang sedang belajar di MUDI. Motivasi santri luar Aceh ke MUDI bervariasi, ada yang mengenal MUDI lewat VCD Dalail dan Zikir, Media Online, Pengajian Tastafi dan ada juga karena orang tuanya adalah seorang alumni dari Dayah MUDI sendiri.

Saat ini, Dayah MUDI semakin dikenal seiring dengan kontribusi santri, alumni, LBM dan LPDM yang bekerja ektra keras dalam memperkenalkan MUDI kepada masyarakat. Hadirnya website mudimesra.com juga membuat akses Informasi tentang MUDI semakin meluas.

Pada hari Selasa (11/8/2014), Bapak Herliwin Hendri Rahman, seorang karyawan swasta dari Serang, Banten, mengantar anaknya, Akbar Nikmata Ghani, untuk masuk ke dayah MUDI. Uniknya, orang tua santri ini tertarik dengan MUDI Mesra setelah menonton video Pengajian Tastafi melalui youtube. Menurut informasi dari Tgk. Mustafa, salah seorang staff Lajanah Pengembangan Dakwah MUDI Mesra (LPDM), video pengajian Tastafi di Mesjid Raya Baiturrahman yang diasuh oleh Abu MUDI telah tersebar dalam 55 website lebih.

Kumpulan video dari Pengajian Tastafi(Iqbal Jalil)
ٍSAMALANGA -  Lebih dari tiga ratus santri baru Dayah Jamiah Al-Aziziyah mulai memasuki asrama pada hari ini, Sabtu 9 Agustus 2014. Di samping mengaji, santri baru ini juga akan mendapatkan pendidikan umum di SMP dan SMK Jamiah Al-Aziziyah. Diharapkan, lembaga pendidikan Islam ini nantinya akan menjadi Universitas Islam Al-Aziziyah dengan perpaduan pendidikan umum dan agama.

Dayah yang masih berusia dua tahun ini telah mengalami perkembangan yang begitu pesat di mana jumlah santri sekarang telah mencapai enam ratus orang lebih. Apalagi, para santri akan ditempa kemampuannya oleh guru berkompeten yang umumnya alumni MUDI Mesra yang telah menyelesaikan S2 dan S3 di dalam dan luar negeri. Dayah Jamiah juga menerapkan kewajiban berbahasa Arab dan Bahasa Inggris bagi santri yang diasuh oleh para mudabbir.

Dalam bidang ekstra kurikuler, dayah Jamiah Al-Aziziyah juga mengajarkan santri untuk menguasai dunia seni, zikir maulid, dalael, hingga ilmu bela diri. Setiap malam jumat santri diajarkan dalael, pidato dan kegiatan seni lainnya. Adapun kegiatan bela diri kempo dijadwalkan setiap sore jumat dan minggu. Tentu saja kegiatan ini diatur sedemikian rupa agar tidak terganggu konsentrasi santri dalam mendalami kitab kuning sebagai pelajaran inti di lembaga pendidikan Islam ini.

Dayah Jamiah Al-Aziziyah semakin memikat karena lokasinya berada di puncak bukit lokasi wisata Batee Iliek, tepatnya di komplek makam Tgk. Chik Kuta Gle. Suasana yang teduh dan pemandangan yang indah membuat para santri lebih betah dan dapat berkonsentrasi di dalam belajar dan menghafal pelajaran.

Abu MUDI selaku pendiri Dayah ini mengamanahkan kepada Dr. Tgk. Muntasir A. Kadir, MA, menantu beliau untuk mengelola dayah ini sebaik mungkin agar suatu saat nantinya menjadi pusat peradaban Islam yang memberi dampak positif bagi masyarakat.

Bahkan, Abu MUDI telah membebaskan tanah di lokasi ini seluas 16 hektar sebagai cikal bakal lahirnya Universitas Al-Aziziyah yang mempelajari semua disiplin ilmu. Namun inisiatif Ulama Kharismatik Aceh ini belum mendapat reaksi yang berarti dari Pemerintah sehingga alokasi dana pembangunan kampus ini sampai saat ini belum direalisasikan. (Iqbal_Jalil)
SAMALANGA - Setelah sempat jeda selama Ramadhan, Pengajian Tingkat Tinggi Tasawuf, Tauhid dan Fikih (Tastafi) bersama Alfadhil Syeh Hasanoel Basry atau yang akrab disapa Abu MUDI kembali dilanjutkan. Pengajian ini akan diadakan pada Jumat (Malam Sabtu), 8 Agustus 2014 di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Pada dasarnya, pengajian Tastafi di Banda Aceh diadakan setiap malam sabtu awal bulan. Namun mengingat jumat pertama masih dalam suasana Idul Fitri, khusus pada bulan ini pengajian Tastafi diadakan pada jumat kedua yaitu malam ini. Untuk itu, Tgk Marwan Yusuf selaku ketua penyelenggara meminta kepada masyarakat untuk ikut mensosialisasikan perubahan jadwal pengajian di bulan ini dari jadwal biasa.

Pengajian Tastafi sangat penting bagi masyarakat karena menyangkut pembahasan fardhu ‘in yang bersentuhan langsung dengan kehidupan keseharian masyarakat. Bahkan, bila berbenturan dengan kegiatan yang sifatnya amaliyah sunat, pengajian persoalan Fardhu ‘in ini lebih layak untuk diprioritaskan.

Pengajian ini juga mendapat dukungan dari Pemerintah Aceh. Beberapa waktu yang lalu, Pemda Aceh melalui Tgk. Muzakir Hamid memberikan sumbangan baju seragam untuk Panitia Penyelenggara Tastafi sebanyak 120 buah. Bahkan, sebelumnya Gubernur dan Wagub Aceh juga pernah mengikuti langsung pengajian yang diasuh oleh Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh ini.

Pengajian Tastafi juga disiarkan langsung memalui RRI Pro 1 Banda Aceh, 97,7 FM dan audio streaming www.radio.mudimesra.com. Dengan adanya audio streaming ini, akses pengajian Tastafi akan sampai ke luar negeri. (Iqbal_jalil)
Seksi Humas mendata santriwati yang kembali ke dayah.
SAMALANGA - Liburan bulan puasa selama lebih dari satu bulan yang dimulai sejak 24 Juni kemaren telah berakhir, para santri Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga pun telah diwajibkan untuk kembali ke ma'had pada H+10 yang jatuh pada hari ini (06/08/2014). Suasana di dayah MUDI baik di komplek putra mau pun komplek putri telah mulai terlihat aktif kembali. Diperkirakan arus balik santri ke dayah MUDI akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.

Berbeda dengan saat kepulangan santri, untuk arus balik santri ini biasanya tidak terlalu ramai karena para santri balik secara tidak bersamaan. Walaupun demikian di komplek putri tetap terlihat para guru yang bertugas dari bidang Humas mendata para santriwati yang telah kembali ke dayah. Pengajian akan kembali aktif pada hari Sabtu nanti dimana para santri diharapkan telah tiba di dayah semuanya.

Setibanya di dayah, para santri akan melanjutkan kegiatan belajar untuk caturwulan ketiga sebelum mengikuti ujian akhir di kelas masing-masing yang akan diadakan setelah libur hari raya Idul Adha nanti.
Perlombaan Fahmil Kutub di Masjid Sei Paoh, Langsa Barat.
LANGSA - Assosiasi Santri Kota Langsa (ASAKAMILA) telah berhasil menarik perhatian masyarakat kota Langsa dengan mengadakan perlombaan dalam rangka memeriahkan Hari Raya Idul Fitri 1435 H. Kegiatan yang diadakan di Masjid Sei Paoh, Langsa Barat ini mencakup berbagai macam perlombaan meliputi Dalail Khairat, Qiraah Kitab al-Bajuri, Fahmil Kutub, Pidato Bahasa Aceh, dan menghafal juz 30 untuk anak-anak.

Acara ini dibuka pada hari Jum'at (01/08/2014) oleh kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, Tgk. H. Ibrahim Latif. Turut didukung oleh ketua DPRK Langsa Bapak Julfri, Asisten II Wali Kota Langsa Tgk. H. Kamarullah serta perangkat desa dan pemuda Karang Taruna setempat. Penyelenggaraan kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat tentang pentingnya dayah dan pendidikan agama Islam kepada para pemuda di tengah marak nya aliran sesat yang beredar pada saat ini.

"Dengan diadakannya kegiatan ini kita berharap agar bertambahnya minat masyarakat untuk lebih memperhatikan pendidikan agama yang berazaskan Ahlussunnah Wal Jama'ah," tegas Tgk. Syahrullah Samidan, santri Dayah MUDI yang bertindak sebagai ketua panitia.

Sementara itu, ketua Asakamila, Tgk. Muzhari Kamarullah, menyampaikan bahkan Asakamila akan akan terus berusaha untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dan juga memberikan sumbangsih kepada kota Langsa seperti mengisi ceramah agama di masjid-masjid sehingga apa yang diharapkan oleh pemerintah Aceh dan Kota Langsa khususnya tentang Syariat Islam akan terwujud dan juga tetap berpegang teguh kepada apa yang telah diajarkan oleh para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Penyerahan hadiah oleh Asisten II Walikota kepada para juara lomba.
Kegiatan yang bertema “Kreatifitas Remaja Islam” ini diikuti oleh para remaja antar kampung se-Kota Langsa yang berusia di bawah 18 tahun untuk nomor perlombaan Fahmil Kutub serta baca kitab. Sementara untuk hafalan juz 30 diikuti oleh anak-anak di bawah 10 tahun dan untuk pidato para pesertanya adalah remaja berusia di bawah 15 tahun. Kegiatan ini sendiri telah berakhir pada Minggu malam (03/08/2014) dengan Kampong Teungoh keluar sebagai juara umum. Rangkaian acara ini ditutup oleh Tgk. H. Kamarullah yang merupakan Asisten II Walikota Langsa. (wardan dahlan)
NISAM - Ribuan masyarakat Aceh Utara dan Lhokseumawe memadati halaman komplek Dayah Darut Thalibin Gp. Keutapang, Kec. Nisam, Aceh Utara untuk menghadiri Zikir Akbar dan Do’a Bersama untuk Palestina yang diadakan Senin malam (03/08/2014).

Acara yang bertajuk Satu Juta Umat Islam bershalawat, dan berdo’a untuk Palestina ini dilaksanakan oleh Ikatan Pemuda dan Santri (IKAPAS) Kecamatan Nisam bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malikussaleh Lhokseumawe.

Zikir dan Shalawat Akbar dipandu oleh Majelis Zikir dan Shalawat Zikra al-Hasani LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga, dan tausiah oleh Tgk. Muhammad Yusuf A. Wahab dari Jeunieb.
Dalam tausiah, Ayah Sop memberikan semangat juang yang luar biasa supaya tetap maju membela Islam dan Muslimin. 

“Yahudi hari ini tidak hanya menguasai Palestina tetapi mereka menguasai dunia, termasuk negeri kita. Konsep Yahudi dalam mengusai dunia adalah karena mereka menggunakan seluruh harta, ilmu, semangat dan segala-galanya untuk mengalahkan umat Islam, inilah konsep Islam yang telah kita tinggalkan,” ujar Ayah Sop.

“Umat Islam hari ini sangat pelit untuk menyumbang hartanya untuk agama, banyak masjid terlantar, tetapi pembangunan rumah untuk pribadinya tidak ada kendala, semua dicurahkan untuk nafsunya, tapi tidak untuk agama,” lanjut Ayah.

Anak-anak umat Islam tidak lagi dihantarkan ke pesantren untuk menjadi Ulama. Jikapun ada hanya bahagian kecil saja, yang bangai, yang cacat, yang ka batat sahao hana le so ngui, nyan tajok u dayah (yang bodoh, cacat, bandel yang tidak diterima dimana-mana, mereka yang kita antarkan ke pesantren). Demikian sekelumit nasihat Ayah.

Selain dihadiri oleh ribuan masyarakat dari Aceh Utara dan Lhokseumawe juga dihadiri oleh para tokoh masyarakat, Muspika Nisam dan Ulama, seperti Abati Babah Buloh, Ayah Nurdin Keutapang, Abu Hasballah Nisam, Waled Jala,  Krueng Geukueh, Abi Muslim at-Thahiri MA (Ketua FPI Aceh), Ketua STAIN Malikussaleh Lhokseumawe dan PK 1. 2 dan 3.

Sebelum Zikir Akbar dimulai acara dimulai dengan sambutan Panitia Tgk. Abdul Munir, Sambutan Bapak Camat Nisam, Fauzan, SSTP.MPA dan sambutan Abu Hasballah, selaku dewan Pembina IKAPAS Nisam.

Selain agenda Zikir dan Do’a, kesempatan ini juga dimamfaatkan penggalangan dana untuk dikirim kepada para Mujahidain Palestina, dalam kesempatan ini Abi Muslim berperan mengarahkan warga untuk mendukung kaum muslimin Palestina dan memberikan informasi terkini tentang keadaan Palestina. Sumbangan terkumpul mencapai 5 juta lebih.

Terakhir di tutup dengan penyerahan cindera mata kepada Majelis Zikra al-Hasani dan kepada Ayah Sop, kemudian pembagian hadiah juara ujian TPQ Ikapas yang digelar selama Ramadhan di Dyah Nurul Mubin Al-Aziziyah Gp. Mns. Cut Kec. Nisam. (Da'uNiiAna)