SAMALANGA - Belum sampai tiga bulan santri Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga kembali ke ma'had menyusul berakhirnya liburan bulan Ramadhan dan juga Idul Fitri, para santri akan kembali meninggalkan dayah selama 10 hari dalam rangka liburan hari raya Idul Adha 1435 H. Libur akan efektif diberlakukan pada hari Selasa tanggal 30 September hingga 9 Oktober mendatang. Kegiatan belajar mengajar di Dayah MUDI sendiri telah berakhir tadi sore dengan agenda malam ini berupa perpisahan antar guru kelas dengan para santri.

Satu hari sebelum berlakunya masa libur yaitu hari Senin besok (29/09/2014) akan diadakan gotong royong bersama untuk membersihkan halaman dayah. Pada malamnya akan diadakan acara perpisahan secara umum yang akan mengambil tempat di halaman Mesjid Poe Teumeureuhom yang berada di komplek Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.

Pada malam perpisahan yang juga akan dihadiri oleh santriwati ini biasanya menampilkan tiga pembicara yang merupakan perwakilan dari santri, dewan guru, dan juga alumni yang akan memberikan tausiah bagi para santri. Berdasarkan info dari Humas, Tgk. Jala Arakundo akan berbicara mewakili dewan guru sementara Wahyudi dari Simpang Ulim akan mewakili para santri.

"Untuk malam perpisahan nanti kami telah meminta kesediaan Abon Buni untuk memberikan tausiah kepada para santri sebelum meninggalkan dayah selama liburan Idul Adha," ujar Tgk. Muhajir selaku sekretaris Humas Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.
JAMBI - Keberangkatan kami ke Jambi dalam rangka mendampingi kontingen Aceh dalam acara MTQKN ke V di Kota Jambi yang tidak bersamaan dengan rombongan kontingen Aceh membawa berkah tersendiri bagi kami. Karena setelah acara selesai kepulangan kami tidak terikat dengan rombongan, hal ini kami manfaatkan untuk mengunjungi beberapa pondok pesantren di kabupaten-kabupaten Jambi yang lain. Salah satu pondok pesantren yang kami kunjungi adalah Pondok Pesantren Kawakibul Waliyah Al-Aziziyah yang merupakan salah satu cabang dari LPI MUDI Mesjid Raya di Propinsi Jambi yang dipimpin oleh Tgk. Idham Khalid.

Pondok KAWALI ini masih sangat sederhana, hanya memiliki tiga asrama dengan hanya tiga balai dengan usia yang baru setahun karena pondok ini dibuka pada bulan september tahun 2013. Bahkan rumah yang didiami oleh Tgk. Idham Khalid adalah salah satu bangunan kayu yang sebagiannya merupakan asrama santri.

Saat ini Pondok KAWALI baru memiliki santri 23 dengan 3 tenaga pengajar dan sedang menyelesaikan pembangunan asrama baru yang akan menampung santri baru yang telah menyatakan akan menetap di pondok ini setelah Idhul Adha mendatang. Para santri di Pondok Pesantren ini semuanya adalah santri tetap yang belajar aktif dengan jam belajar yang diadopsi dari jam belajar di Dayah MUDI Mesra. Karena masyarakat Jambi tidak mengenal sistem santri mengaji malam saja, anak-anak yang menempuh pendidikan formal SMP dan SMA maka mereka tidak lagi mengaji di balai-balai di waktu malam hari layaknya di Aceh - maka secara otomatis semua santri di Dayah tersebut adalah santri menetap. Rata-rata para santri yang menetap di sini adalah santri usia SMP.

Dari pantauan kami, terlihat adanya penekanan pada pembacaan Al-Quran yang kuat terhadap para santri setelah selesai shalat selalu membaca Al-Quran. Satu hal lain yang menggembirakan untuk perkembangan dayah ini adalah adanya kepercayaan dari beberapa para ulama di Jambi untuk menitipkan anaknya di Dayah Tgk. Idham Khalid tersebut untuk diajarkan ilmu agama. Dari 23 santri yang telah ada saat ini, beberapa di antaranya adalah anak-anak dari tokoh agama dan bahkan cucu para ulama besar di Jambi. Hal ini tentunya akan mempermudah perkembangan Dayah ini ke depan.
Saat ini pondok ini juga mengembangkan pertanian dan perikanan yang dipandu oleh salah satu ahli pertanian dari Sumut yang menetap di Dayah tersebut.

Perjuangan Tgk. Idham Khalid dalam memperjuangkan pondoknya bukan tanpa tantangan, salah satu tantangan beliau adalah adanya kesalahpahaman dari sebagian kalangan masyarakat awam yang mengira beliau adalah Jamaah Tabligh (kebetulan masyarakat di sana tidak menyukai Jamaah Tabligh), karena beliau sering bersurban, berjenggot, dan istri beliau memakai kaus kaki bahkan kadang juga bercadar.

Dalam pembangunan dayahnya, Tgk. Idham Khalid berusaha meninggalkan sistem gubuk, di mana para santri tinggal di gubuk yang dibuatnya masih-masing yang saat ini masih berkembang dan diminati di pondok-pondok di Jambi. Beliau lebih memilih pesantren dengan sistem penginapan para santri di asrama yang dibangun oleh pondok pesantren sehingga lebih mudah menertipkan ruangan dayah yang menjadikan suasana pondok pesantren lebih asri dan rapi. Karena sarana yang belum memadai, beliau belum menerima santri putri untuk belajar di dayah beliau.

Menurut Tgk. Idham Khalid, beliau bertekad mempertahankan sistem salafi yang memfokuskan kajian utamanya pada pemahaman kitab kuning (kutub turast). Beliau beralasan, berdasarkan pengalaman dari beberapa pondok yang menggabungkan sekolah formal di dalamnya, para santri tidak bertahan lama, setelah tamat MTS atau MAN langsung berangkat dengan kemampuan memahami kitab kuning yang rendah.

Keterangan serupa pernah kami dengar dari pihak Kemenag pusat pada saat MQKN di Lombok tahun 2011 yang lalu. Salah seorang pejabat Kemenag Pusat menceritakan bahwa saat ini mereka tidak lagi menyarankan kepada pondok-pondok pesantren salafi untuk memasukkan madrasah dalam pondok mereka, karena setelah adanya madrasah di dalamnya, ternyata menurunkan kualitas pondok pesantren sebanyak 80 persen, demikian penjelasan salah satu anggota Kemenag tersebut.

Profil Pimpinan
Pondok KAWAI didirikan dan dipimpin oleh Tgk. Idham Khalid, ayah dari dua anak ini lahir 5 agustus tahun 1979. Pada tahun 1994 beliau masuk belajar ke pondok pesantren Sayydi Musthafa, Kec. Tabir Kab. Merangin, Jambi hingga tamat aliyah tahun 2000, pada saat tersebut pondok tersebut masih menjalankan sistem tradisional sepenuhnya, sedangkan saat ini sudah diubah dengan sistem tepadu dengan memasukkan madrasah formal di dalamnya. Pada tahun 2001 beliau berangkan ke Aceh dan masuk LPI MUDI Mesjid Raya, Samalanga hingga menamatkan pendidikan Aliyah tahun 2006 kemudian pada tahun 2007 beliau pindah ke Kota Langsa, ikut salah satu guru beliau semasa di MUDI, Tgk. Murdani Muhammad yang mendirikan dayah di kota Langsa, Dayah Futuhul Mu`arif al-Aziziyah, Desa Seuriget, Kota Langsa yang sebelumnya bernama Bustanul Mua`rif.

Di Kota Langsa, selain belajar dan mengajar di dayah sang guru, beliau juga mengajar di beberapa majlis ta`lim di beberapa tempat yang di rekomendasikan oleh guru beliau. Pada tahun 2008 beliau kembali ke MUDI dan sudah dipercaya untuk mengajar di dayah tersebut.

Selama di Aceh selain mempelajari fiqh dan ilmu alat di Dayah MUDI Mesra, beliau juga berbaiah thariqat Naqsyabandi kepada Abuya DR. Muhibuddin Wali al-Khalidi dan Abuya Jamaluddin Waly, sehingga akhirnya beliau diangkat sebagai munaffis dalam thariqat Naqsyabandiyah. Di Dayah MUDI beliau juga sering dipercayakan oleh pengurus dayah untuk memimpin pembacaan surat Yasin dan Zikir bersama, ini dikarenakan bacaan beliau yang bagus dan suara yang merdu. Pada tahun 2010 akhirnya beliau kembali ke Jambi demi mengembangkan ilmu agama yang telah beliau peroleh.

Sebenarnya semenjak setelah menikah ketika pulang ke Jambi pada tahun 2010 beliau sudah memulai membangun dayah dan sudah mulai menerima santri menetap. Saat itu untuk pertama sekali sudah ada enam santri yang menetap di pondok beliau. Namun kemudian keluarga beliau jatuh sakit, hal ini menyebabkan beliau menutup sementara pesantren karena beliau harus menetap di rumah orang tua beliau yang letaknya agak berjauhan dengan pondok pesantren beliau bahkan beberapa Majelis Ta`lim beliau terpaksa ditutup. Setelah kondisi kesehatan keluarga beliau membaik, pada bulan september tahun 2013 beliau kembali menerima santri baru dengan 12 santri baru pertama.

Tgk. Idham Khalid selain memimpin pondok juga dipercayai untuk menjadi imam besar di Mesjid Agung At-taqwa Rantau Panjang kecamatan Tabir, kabupaten Merangin, Propinsi Jambi dan menjadi khatib di beberapa mesjid serta memimpin pengajian beberapa Majelis Ta`lim. Sedangkan untuk pengembangan thariqat di Jambi, Tgk. Idham Khalid masih harus melawan arus pemikiran masyakat setempat bahwa thariqat itu berbahaya dan bahkan kalau ikut thariqat bisa-bisa jadi gila. Karena itu sampai saat ini (september 2014) beliau belum bisa mengembangkan thariqat Naqsyabandi di lingkungan sekitar beliau. Entah bagaimana ketakutan ini bisa muncul namun beliau bertekat akan mencari celah yang baik untuk bisa mengembangkan thariqat tesebut.

Selain itu Tgk. Idham Khalid juga di percayai untuk mengajar beberapa guru dari dayah yang lain, ini karena mereka merasa kekurangan dalam pemahaman ilmu alat. Secara umum, dalam fiqh kitab yang paling tinggi adalah Fathul Mu`in. Dari kunjungan kami bersama Tgk. Idham Khalid ke beberapa pondok lain kami juga mendapati kesimpulan bahwa pimpinan pondok lain mengakui kelebihan Tgk. Idham Khalid, kami juga melihat pimpinan pondok lain yang mengadakan pembicaraan dengan Tgk. Idham Khalid mengenai jadwal bagi beliau untuk mengajar para dewan guru di pondok mereka. (Singa Albayuni/Ibnu Ali)
Oleh: Tgk. H. Muhammad Iqbal Jalil, S.HI.

Akhir-akhir ini, kita sering mendengar klaim bid’ah (bid’ah sayyiah) atau syirik yang dilontarkan oleh sebagian kalangan terhadap beberapa amalan yang terjadi turun temurun dalam kalangan masyarakat. Salah satu dari amalan atau tradisi yang dikontroversikan saat ini adalah peusijuek atau tepung tawar. Padahal, Ulama Ahlussunnah sejak dulu tidak ada yang mempermasalahkannya. Tentu saja, ini semua didasari oleh verifikasi yang mendalam dan konprehensif terhadap dalil-lalil hingga mereka mendapatkan satu konklusi bahwa peusijuek memiliki tendensi hukum dan legalitas dalam Islam.

Prosesi peusijuek sebenarnya telah terlebih dahulu dilakukan oleh rasulullah SAW saat menikahkan putrinya Sayyidah Fathimah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Pada saat itu Rasulullah memercikkan air kepada keduanya dengan harapan keluarga
mereka diberikan keteduhan oleh Allah sebagaimana dinginnya air. Ini adalah satu metode berdoa yang diajarkan oleh Rasulullah yaitu do’a yang diekspresikan dalam lisanul hal.

Kalau memang peusijuek dengan memercikkan air memiliki tendensi hukum dan legalitas syara’, lalu bagaimana dengan prosesi peusijuek yang berkembang di tengah masyarakat dengan tambahan berbagai jenis tanaman dan dedaunan? Apa hal seperti ini juga dibolehkan? Bukankah ini termasuk menambah-nambah dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Bukankah hal seperti ini termasuk syirik.

Nah, sebelum terlebih jauh berkesimpulan terhadap suatu hal, tentu saja kita mesti mengerti defenisinya masing-masing. Perlu diketahui, perkara baru (bid’ah) bukanlah hukum, akan tetapi ia adalah objek hukum yang perlu ditelaah secara mendalam apa tergolong dalam perkara haram, sunat, mubah, makruh atau haram. Suatu perkara baru baru dikatakan haram (bid’ah munkarah) seandainya ia tidak pernah ada pada masa Nabi, masa Sahabat baik secara khusus maupun secara umum. Kenduri blang misalnya saat hendak mulai bercocok tanam di sawah tidak ada pada masa Rasulullah SAW, akan tetapi amalan ini mengandung dalil umum berupa anjuran bersedekah untuk menolak bala, maka kenduri seperti ini meskipun perkara baru, ia tidak tergolong bid’ah yang mungkarah, tetapi termasuk bid’ah hasahah atau perkara baru yang dianjurkan.

Dalam hal peusijuek dengan tambahan berbagai jenis tanaman yang bervariasi dan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya memang tidak dilakukan oleh Rasulullah, apalagi sebagian dari tanaman itu hanya ada di Aceh. Namun, tujuan dari penambahan tanaman itu sebenarnya adalah tafaul (mengharap nilai kebagiakan yang ada pada suatu hal) memiliki substansi yang sama dengan peusijuek Rasulullah yang bertafaul pada air.

Daun sedingin dimaksudkan agar Allah memberi keteduhan. Naleung Sumbo dimaksudkan agar Allah memberi kemudahan rezeki dan perkara-perkara lain yang semuanya dimaksudkan sebagai tafaul (mengharapkan kebaikan). Mengekspresikan do’a dengan lisanul hal atau perbuatan dengan cara bertafaul seperti ini mendapat contoh dari Rasulullah SAW.

Coba perhatikan, dalam shalat istisqa’ Rasulullah memalingkan rida’nya dengan maksud agar Allah merubah keadaaan kemarau menjadi musim hujan sebagaimana rida’ yang terbalik. Dalam memasak daging aqiqah, disunatkan untuk tidak memecahkan tulangnya sebagai tafaul untuk keselamatan anggota tubuh anaknya. Begitu juga dengan pemberian nama, disunatkan memberikan nama yang baik untuk anak sebagai tafaul agar ia memiliki sifat yang baik sesuai dengan yang ada pada namanya. Dan banyak contoh lain dimana tafaul atau doa dalam bentuk lisanul hal adalah suatu yang dianjurkan. Dengan demikian, membid’ahkan peusijuek adalah suatu hal yang keliru karena peusijuek adalah ekspresi doa dengan lisanul hal yang mendapat legitimasi dan anjuran Rasulullah SAW.

Lalu apa itu syirik? Syirik adalah anggapan bahwa ada suatu perkara lain yang memiliki kekuatan sama seperti kekuatan Allah. Kalau sandainya ada yang beranggapan bahwa, sesuatu yang dipeusijuek pasti akan selamat walau Allah menakdirkan sebaliknya, ini baru syirik. Tidak hanya peusijuek, makan atau berobat pun juga seperti itu. Bila ada yang beranggapan bahwa dengan makan pasti kenyang dan berobat pasti sembuh walau Allah tidak menakdirkannya, ini juga syirik. Jadi kalau pun ada anggapan seperti ini dari sebagian orang, maka hal itu tidak dapat menjadi barometer untuk mengambil keputusan hukum karena itu menyangkut dengan individual dan subjektif.

Kesimpulannya, peusijuek adalah suatu hal yang dibolehkan dan dianjurkan dalam agama karena pada hakikatnya peusijuek adalah doa yang diekspresikan dengan perbuatan atau lisanul hal. Penambahan jenis tanaman dalam prosesi peusijuek dimaksudkan sebagai tafaul untuk mengharapkan nilai kebaikan yang ada pada suatu benda. Bertafaul atau mengambil sempena adalah sesuatu yang juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Seharusnya, sikap membid’ahkan seperti ini perlu dihindari, apalagi hal itu dilontarkan secara emosional tanpa verikasi yang komprehensif dan analisa yang mendalam terhadap dalil sebelum mengambil sebuah konklusi. Wallahu A’lam!
BANDA ACEH - Sebagaimana biasa, pada setiap jumat atau malam sabtu awal bulan, Abu MUDI mengasuh pengajian Tastafi di Mesjid Kebanggaan Rakyat Aceh, Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Pada bulan ini, pengajian Tasawuf, Tauhid dan Fikih tersebut diselenggarakan besok malam (5/9/2014). Untuk itu, Tgk Marwan Yusuf selaku ketua penyelenggara menghimbau kepada semua pihak untuk saling mengingatkan agar Majelis yang penuh berkah ini tidak terlewatkan.

Abu MUDI mengawali pengajian ini dengan menjelaskan kandungan kitab Sirus Salikin, salah satu khazanah klasik yang membahas berbagai persoalan kehidupan terutama menyangkut penyucian hati. Dalam pengajian ini juga diberikan kesempatan kepada jamaah untuk berkonsultasi seputar problematika yang mereka hadapi. Forum Tanya jawab ini juga tidak dibatasi dengan topik tertentu, jadi masyarakat dibebaskan untuk bertanya apa saja yang mereka inginkan. Forum Tanya jawab ini juga dibuka kepada pendengar radio melalui layanan SMS.

Dalam pengajian kali ini, Abu MUDI juga akan membawa beberapa makalah tentang pertanyaan pengajian sebelumnya yang memerlukan penjelasan panjang lebar. Makalah ini nantinya akan diserahkan kepada panitia penyelenggara untuk diperbanyak dan diberikan kepada jamaah yang membutuhkannya.

Pengajian Tastafi juga disiarkan langsung melalui RRI Pro 1 Banda Aceh. Bahkan untuk pengajian kali ini, ada beberapa radio lain di Banda Aceh dan di luar Banda Aceh yang telah memberikan konfirmasi untuk menyiarkan pengajian yang diasuh oleh Ketua HUDA ini secara langsung.
Tgk. Krama Prabu, salah satu perwakilan Dayah MUDI.
JAMBI - MQK tahun ini yang diadakan di Jambi - tepatnya di Pondok Pesantren As’ad Pimpinan K. H. Najmi Qadir, berlangsung sangat meriah. Hal ini terlihat dengan padatnya sekitar arena yang dipenuhi oleh masyarakat dan seluruh peserta dari berbagai propinsi di Indonesia. Pembukaan MQK pada hari Rabu (03/08/2014 ) dilakukan oleh Menteri Agama RI Bapak Lukmanul Hakim dan Gubernur Jambi.

Hari Kamis kemarin (04/08/2014) merupakan hari pertama berlangsungnya perlombaan MQK antar propinsi di Indonesia. Pada hari itu sebagian dari Kafilah Aceh sudah mengikuti cabang lomba MQK, khusus dari Pesantren MUDI Mesjid Raya telah tampil 4 peserta:
1. Tgk. Krama Prabu (Peserta cabang lomba Tarikh Wustha dengan bacaan Kitab Rahikul Makhtum)
2. Tgk. Ahmad Saputra (Peserta Cabang Lomba Tafsir Ulya dengan bacaan Kitab Tafsir Ibnu Katsir)
3. Tgk. Jamaluddin (Peserta Cabang Lomba Nahu Ulya dengan bacaan Kitab Ibnu Aqil)
4. Tgk. Mawaddah Azhari (Peserta Cabang Lomba Tarikh Ulya dengan bacaan kitab Sirah Nabawiyah).

Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga sendiri secara total diwakili oleh 10 peserta dari berbagai cabang lomba dan disertai dua pendamping dari dewan guru di Dayah MUDI, yaitu Tgk. Mustafa Kamal dan Tgk. Mursyidi. Sementara dari dayah lainnya hanya Dayah Darussalam Labuhan Haji yang disertai pendamping yang berjumlah satu orang guru yaitu Tgk Safriadi Aron.

"Final MQK akan dilaksanakan pada hari Sabtu, kami berharap semoga peserta dari Dayah MUDI Mesra dapat melaju ke final minimal satu orang," demikian harapan dari Tgk. Mursyidi Langsa. (mkaa)
Para pelajar berkunjung ke stand Dayah MUDI.
BANDA ACEH - Di hari pertama pameran pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Daerah (HARDIKDA) di gedung AAC Dayan Dawood Banda Aceh, stand Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dipenuhi pelajar kota Banda Aceh.

Selain menyaksikan pertunjukan seni yang ditampilkan stand MUDI, mereka juga akrab ngobrol dengan santri dan dewan guru yang bertugas sebagai pemandu tamu. Para pelajar dari kalangan SD, SMP, SMA dan juga dari kalangan lainnya banyak diantara mereka yang menayakan syarat menjadi santri di MUDI, mereka mengaku sudah sangat lama mendambakan diri sebagai santri MUDI, sebut saja Muhammad Fajar asal SMA Negeri 1 Kota Banda Aceh.

Saat  wawancara wartawan LPDM mudimesra.com dengan pengunjung banyak diantara pelajar yang sengaja berkunjung ke stand MUDI untuk bersilaturrahmi dengan para santri MUDI, mereka mengaku dirinya dan keluarga sebagai peserta aktif pengajian TASTAFI Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

“Saya peserta pengajian TASTAFI dan pecinta Abu MUDI, sengaja saya ke stand MUDI untuk  bersilaturrahmi dengan santri-santri MUDI," ungkap Fahrul Razi siswa SMA Negeri 5 Banda Aceh asal Ulee Kareng.

Selain penampilkan item-item di ruangan stand, perwakilan Dayah MUDI juga ikut memeriahkan pembukaan panggung seni kreasi, grup Nasyid MUDI tampil perdana pertunjukan Nasyid versi akapela atau musik mulut. Dalam tampilan mereka terlihat para penonton terlihat terkesima dan disambut histeris oleh ratusan ibu-ibu dan pelajar yang menyaksikan. (maj)
JAMBI - Alhamdulillah kafilah Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Nasional dari Aceh yang berjumlah 73 orang sampai di Jambi, setelah melalui perjalanan yang melelahkan. Kafilah Aceh sebelum ke Jambi harus terlebih dahulu ke Jakarta karena tidak ada penerbangan langsung dari Aceh-Medan ke Jambi. Kafilah Aceh tiba di Jambi jam 14.00 Wib dan dijemput oleh panitia MQK di Bandara Sultan Thaha Jambi.

Seluruh anggota kontingen Aceh yang hadir  ke Pondok Pesantren Al-As’ad Jambi terdiri dari 41 Peserta lomba, 10 Pelatih dan didampingi oleh official, penanggungjawab serta pengembira. Dalam 41 peserta lomba dari Aceh, 10 Orang berasal dari kabupaten Bireuen yang merupakan santri dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.

Namun demikian, kejadian naas menimpa dua orang peserta, koper keduanya kesasar di Bandara Soekarno Hatta. Menyikapi kejadiaan naas ini, pihak panitia telah berkordinasi dengan pihak Lion Air dan mereka berjanji akan segara mengirim koper tersebut dari Jakarta ke Jambi. Kendati demikian, seluruh kafilah menampakkan wajah ceria selama di perjalanan dan sesampai di lokasi acara.

Sesampai di lokasi acara di Pesantren As’ad Desa Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi, kafilah Aceh disambut dengan pantun-pantun bahasa lokal Jambi dan disambut dengan tawa para peserta. Setelah itu, Ustaz Abrar Zym, S.Ag selaku Kepala Bidang PD Pontren Kanwil Kemenag Aceh dan penanggung jawab kafilah Aceh menyerahkan cindera mata “Rencong” dari Aceh kepada Kepala Kankemenag Kota Jambi, Iqbal, S.Ag selaku LO yang bertanggung jawab menangani Kafilah Aceh.
Stand Dayah MUDI dalam persiapan.
BANDA ACEH - Pemerintah, melalui Dinas Pendidikan Aceh menyatakan siap untuk menggelar aneka lomba untuk memeriahkan Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) ke-55, yang diperingati setiap 2 September. Acara expo pendidikan Hardikda kali ini mengambil tema “Perspektif  baru strategi peningkatan mutu layanan pendidikan yang berdaya saing”

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs. Anas M. Adam, M.Pd, dalam konferensi pers terkait rangkaian kegiatan Hardikda, kepada sejumlah wartawan media cetak, online dan elektronik, Kamis (7/8/2014), di ruang rapat Kepala Dinas Pendidikan setempat.

“Upacara Hardikda masih tetap dilaksanakan di lapangan Tugu Darussalam pada 2 September 2014. Karena Darussalam sebagai gerbang pendidikan. Karena itu, kita harapkan melalui momentum kali ini dapat membangkitkan semangat pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Aceh ini.

Dayah MUDI Mesjid Raya salah satu lembaga pendidikan dayah yang akan memperkenalkan dunia pesantren kepada para pengunjung stand pameran yang berlangsung selama tiga hari tersebut.

Kepada mudimesra.com, Tgk. Azhari M. Adam melaporkan kesiapan panitia stand MUDI yang akan berangkat ke Banda Aceh pada hari Senin (1/8/2014). Diantara item yang akan dipamerkan nantinya adalah sejumlah kitab dan manuskrip peninggalan Allah Yarham Abon Abdul Aziz, kitab kurikulum Dayah, kalender desain santri, buku-buku hasil tulisan santri dan guru, makalah penelitian tim LBM MUDI, kaset seni Dalael Khairat, Kaset pengajian TASTAFI, majalah Umdah beragam edisi, kaligrafi kreasi santri, dan sejumlah foto-foto aktifitas santri sehari-hari.

Selain itu, panitia akan menampilkan beberapa kebolehan santri dibidang informatika dan teknologi seperti desain, audio recording dan video shooting, serta media dakwah MUDI Mesra Radio Streaming. Media informasi dan dakwah ini yang sangat diminati masyarakat dalam menyimak beragam program yang selama ini disiarkan, seperti pengajian TASTAFI secara online di beberapa tempat, momen akbar yang dilaksanakan di Dayah MUDI, dan penyiaran hasil kajian Lajnah Bahtsul Masail LPI MUDI. Radio ini dapat didengarkan melalui PC, Android, dan BlackBerry.

"Panitia juga berharap kepada segenap masyarakat Aceh atau siapapun yang berkunjung ke Expo jangan lupa singgah di stand MUDI Mesjid Raya Samalanga," demikian ungkap panitia, Tgk. Azhari M. Adam kepada wartawan LPDM mudimesra.com. (maj)
Perayaan Tahun Baru Islam di Dayah MUDI.
SAMALANGA - Menjelang Tahun Baru Islam 1436 H, Panitia Hari  Besar Islam (PHBI) MUDI Mesjid Raya Samalanga mempersiapkan beragam kegiatan untuk memeriahkan 1 Muharram yang merupakan salah satu hari besar dalam Islam.

Diantara kegiatan yang akan dilaksanakan adalah musabaqah dan Tabligh Akbar. Perlombaan yang akan dilombakan sebanyak 11 cabang perlombaan, diantaranya lomba baca kitab Mahalli, baca kitab Al-Bajuri, lomba pidato Bahasa Aceh, fahmil kutub, syarhil quran, debat Bahasa Arab, debat Bahasa Inggris, hafal matan bait Alfiyah, hafal bait Matan Jauharah, hafal bait Matan Sulam al-Munawraq, dan lomba hafal qaidah. Demikian hasil musyawarah pengurus PHBI-MUDI yang dilaksanakan pada Kamis malam (28/08/2014) bertempat di rung Aula Institut Agama Islam Al-Aziziyah (IAIA) Samalanga.

Musabaqah tingkat provinsi ini akan diikuti oleh para santri Dayah MUDI sendiri yang akan mewakili kabupatennya masing-masing untuk bersaing mengharumkan nama daerahnya. 

Karena banyaknya acara dan jumlah peserta yang akan mengikuti perlombaan, maka acara akan dilakukan selama satu minggu penuh dengan jadwal siang hari mulai pukul 08.00 sampai pukul 12.00 pagi.

Di samping penentuan mata perlombaan juga dilakukan pemilihan koordinator tiap-tiap cabang perlombaan, dan koordinator umum diketuai oleh Tgk. Junaidi M. Yusuf asal Seuneudon Pasee.
Musyawarah yang dipimpin oleh sekretaris umum PHBI, Tgk. Khairul Azfar Zulkarnain dimulai pukul 20.00 sampai pukul 23.00 yang dihadiri oleh hampir ratusan anggota dari kelas Tautiah dan Takhassus.

"Perlombaan ini bertujuan untuk melatih para santri agar lebih kreatif dan berbakat serta memotivasi mereka untuk semakin giat dalam belajar," ungkap Tgk. Muhajir Zainuddin dalam penutupan musyawarah. (maj)