mudimesra.com | Pada hari Rabu (15-02-2023), Bagian Pendidikan Dayah MUDI Mesjid
Raya Samalanga menfasilitasi Ibda' Kitab al-Iqtishad fil I'tiqad, karya Imam
al-Ghazali. Ibdak kitab tersebut dilakukan oleh Waled Tarmizi al-Yusufi, Mudir
Ma'had Najmul Hidayah Al-Aziziyah, Cot Meurak, yang juga akan menjadi pengasuh
tetap dalam kajian Kitab al-Iqtiahad fil I'tiqad, di mana
sebelumnya Waled telah menamatkan kajian Kitab Syarah Kubra, Karya Imam Sanusi,
bersama dewan guru pada setiap sorenya di Balee Beuton.
Peuphon kitab tersebut
dihadiri oleh seluruh Dewan Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga yang
bertempat di Balee Beuton. Hal ini bisa dilihat dari para dewan guru yang
memenuhi ruangan Balee Beuton hingga sampai pada tangga luarnya.
Setelah membaca basmalah, Waled menjelaskan bahwa salah satu
tradisi yang sangat sakral di kalangan dayah adalah tradisi peuphon
kitab (memulai kitab), yang menjadi salah satu bukti akan penghormatan santri
terhadap ilmu dan ahli ilmu. Lalu
Waled bersama dewan guru mengqasad hadiah pahala Surat al-Fatihah, dilanjutkan
dengan menyebutkan keutamaan-keutamaan pengarang kitab dan bidang ilmu yang
akan dipelajari.
Dalam memulai kitab tersebut, Waled menjelaskan tentang i'tiqad Ahlul
Haq dan golongan Hasyawiyyah (dhi’ful ‘aqal) dan golongan ahli falsafat
yang keterlaluan dalam mengandalkan akal. Di mana
bagi seseorang murid yang mencari i'tiqad yang benar harus bisa memahami semua
kelompok-kelompok tersebut, karena sebahagian dari mereka ada yang membenturkan
antara dalil aqal dengan dalil syara’, sehingga Imam al-Gazali dalam kitabnya,
al-Iqtisad tersebut akan banyak mengulas soal perdebatan yang terjadi di antara
teolog, baik yang berafiliasi pada al-Asy’ari, al-Maturidi, Muktazilah,
Qadariah, Jabariah, dan sebagainya.
Seorang penuntut ilmu harus memiliki filter dan rasa ihtiyath (kehati-hatian)
terhadap pemikiran atau pemahaman dari kelompok yang lemah dalam berfikir, atau
diistilahkan dengan dha’ful aqal, dimana mereka meninggalkan aqal lalu hanya
mengedapankan syara’ sehingga akibatnya mereka memahami ayat secara dhahir,
seperti Allah berada di atas langit, Allah memiliki tangan, Allah mempunyai
wajah, dan lain sebagainya. Kelompok seperti ini dinamakan dengan Hasyawiyyah.
Ada pula satu kelompok lain yang diistilahkan dalam kitab tersebut
dengan ghulla’ mu’tazilah (ekstrim dalam bernalar), dalam artian mereka terlalu
mengedepankan akal, hingga syara’ pun ditinggalkan. Jika ada suatu perkara yang
sudah terdapat legitimasi syara’ akan kebenarannya, namun tidak logis secara
akal, maka mereka akan mengedepankan akal. Demikian penjelasan awal Waled dalam
memulai Kitab al-Iqtishad fil I'tiqad, karya Imam al-Ghazali. (Salman)
No comments:
Post a Comment